Berikut undang-undang yang dilakukan uji materi di hadapan MK yang dirilis oleh laman online;
1. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Karimun mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi atas beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) terhadap UUD 1945.(Antara.com)
2. Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang menyoal tentang kedudukan wakil menteri. (Kompas.com)
3. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mengajukan permohonan uji formil Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Koalisi ini terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat serta tiga mantan pimpinan KPK, yaitu Agus Rahardjo, Laode M Syarif dan Saut Situmorang yang turut menjadi pemohon. (Liputan6.com)
4. Para pensiunan PNS atau ASN khawatir nasibnya jadi terkatung-katung pasca munculnya wacana pengalihan program Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan yang membuat 7 pensiunan PNS, satu di antaranya mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Mohammad Saleh, serta 11 PNS aktif, mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ke Mahkamah Konstitusi (MK). (Rmco.id)
Dan sederet perundang-undangan lain yang diajukan ke KM.
Walaupun Tugas MK dan Wewenang Mahkamah Konstitusi ( MK ) antara lain untuk pemisahan kekuasaan dan check and balance sebagai pengganti sistem supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya. Tetap saja menunjukkan bahwa, produk undang-undang yang dibuat memiliki banyak cela. Walau tetap saja, tak ada undang-undang yang sempurna.
Meminimalisir produk undang-undang yang akan disahkan dan mengakumodir semua kepentingan memang tak gampang. Namun, uji publik dan menghadirkan banyak pakar juga tidak ada salahnya. Jangan sampai setelah undang-undang disahkan barulah terjadi silang sengketa dan berakhir di MK.
Setidaknya Tahun 2019 saja, dari laman mkri.id, MK menangani 121 perkara, terdiri dari 84 perkara baru dan 37 perkara sisa dengan 50 UU yang diuji.
Mungkinkah karena tidak adanya oposisi di DPR menjadi penyebab lolosnya undang-undang apa pun yang dibuat. Karena semua fraksi yang masuk dalam pembahasan undang-undang adalah koalisi. Konco sendiri sehingga ketelitian dan aspek lainnya tidak dicermati.
Yang lebih membuat kita miris adalah ketika terjadi salah ketik pada produk undang-undang yang telah disahkan. Sungguh mengerikan memang. Terlihat bahwa tingkat ketelitian dan kecermatan pada saat pembahasan perundang-undangan yang ada diabaikan begitu saja.
Koalisis gemuk pada DPR memang mampu memuluskan apa pun perundang-undangan yang diusulkan pemerintah, tanpa mengalami kendala perdebatan di meja dewan. Kalau hal ini berlangsung terus-terusan maka kekhawatiran tentang bermasalahnya produk perundang-undangan yang dibuat dan kemudian MK menjadi penguji akan terjadi.
Rakyat telah memberikan pilihan ketika menentukan siapa orang yang dipercaya sebagai wakilnya di DPR menginginkan mereka yang terpilih berlaku amanah. Apalagi pada saat akan menjabat, sumpah jabatan untuk menjalankan tugas secara adil dan menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan diri dan golongan di depan kitab suci agama masing-masing menjadi landasan moral untuk mereka bekerja.
Akhirnya, walaupun melakukan pengujian produk undang-undang yang telah disahkan oleh undang-undang tak terlarang. Dan lembaga MK menjadi tempat pengujian terkahir yang bersifat final dan mengikat menjadi solusi terakhir semua sengkata.
Tetap kita ingat, bahwa Hakim Konstitusi diajukan 3 orang oleh MA, 3 orang oleh DPR, dan 3 orang oleh Presiden. Nasib mereka akhirnya ditentukan di tangan DPR.