Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humor Pilihan

Raja Sambal yang Keok

2 Maret 2020   10:06 Diperbarui: 2 Maret 2020   11:34 929 38
Di antara kita pasti pernah membaca cerita humor tentang seorang mantu yang salah sangka terhadap mertua yang kebelet setelah pulang kampung. Dikira istri yang lagi salat dalam posisi sujud ternyata mertua. Aduhai, malunya sang mantu tersebut.

Pasti juga pernah mendengar tentang cerita orang kaya yang banyak anaknya membeli helm kontrasepsi untuk istrinya. Karena pelit akhirnya memilih helm termurah. Istrinya hamil, padahal sudah memakai helm.

Nah, setelah lahir anaknya berbeda warna kulitnya. Saudara-sudaranya pada putih semua. Sementara anak itu hitam sendiri. Dia protes kepada bapaknya mengapa kulitnya hitam sendiri.

Jawaban bapaknya, "Untung masih hitam. Coba kalau helm yang mahal sedikit. Pasti warna kulitnya hijau." Soalnya ketika pilih-pilih helm di mini market , helm yang paling murah warnanya hitam.

Bapaknya gak tau kejadian sebenarnya. Ketika dia pilih-pilih helm termurah sangat lama. Maling yang datang ke rumahnya sempat menggahi istrinya. Dikira suaminya, karena lampu dipadamkan. Dan istrinya setengah tertidur. Dikira suami, padahal maling yang melakukannya. Kebetulan malingnya kulitnya hitam.

Cerita di atas adalah humor dewasa. Kebanyakan cerita humor adalah tentang melencengnya hubungan orang dewasa. Hubungan suami istri memang menggelitik. Karena hampir semua yang telah berkeluarga mengalami kelucuan. Bisa karena kesalahpahaman, salah pendengaran, salah penglihatan dan lain-lain.

Berikut cerita, mungkin akan lucu. Mungkin juga tidak. Tergantung suasana hati pembacanya.

Dulu, beberapa tahun yang lalu saya dan teman-teman guru ikut pelatihan pembimbingan untuk pelatih ONS di Jakarta. Sebuah yayasan yang khusus diperuntukkan bagi bimbingan kepada peserta didik dan guru. Demi menjaga privasi dan agar tak terkesan promosi tidak akan saya sebutkan nama yayasannya.

Kami terdiri dari 36 orang adalah guru matematika di Kabupaten kami yang terpilih jadi pembimbing OSN diberangkatkan bupati berangkat, dengan anggaran daerah selama 30 hari.

Namanya 30 hari, dalam sebuah hotel pasti kebiasaan di rumah akan berubah. Nah, saya dan 3 rekan saya ini ternyata adalah hantu lombok (cabai). Setiap makan harus ada sambal yang pedas. Maklum kalau di rumah bisa tanam dan beli cabai sekehendak hati. Jadi sambal yang dibuat pun bisa sangat pedas.

Pada saat pelatihan, kami berempatlah orang yang paling tersiksa. Mengingat sambal dari setiap menu masakan yang ada di hotel tempat pelatihan hampir tak berasa pedas menurut saya dan 3 rekan saya. Akhirnya setiap jam makan, kami bertigalah yang menghabiskan sambal. Maklumlah sambal Jakarta tak sepedas sambal yang ada di rumah.

Berkali-kali rekan yang lain lapor ke pihak hotel agar sambalnya diperbanyak. Mereka menggerutu, karena setiap kali makan sambalnya telah habis. Kami beremoat cuek-cuek saja. Pura-pura tak tahu, padahal setiap kali jam makan datang pasti terdengar celoteh mereka menyindir kami.

Nah, ketika acara sudah selesai sebagai selingan kami diajak berlibur ke Bandung. Biar represhing kata panitia, agar nanti saat kembali ke sekolah masing-masing ada bahan untuk dijadikan cerita.

Dengan menaiki bus pariwisata akhirnya kami tiba di Bandung. Berangkat pukul 6 sore, otomatis makan siang telah lewat. Sementara perjalanan Jakarta - Bandung ketika itu ditempuh dalam waktu lebih dari 4 jam. Kemacetan menghambat perjalanan kami.

Jam makan malam terlewati. Rekan-rekan sudah banyak yang menggerutu karena merasa lapar. Sementara panitia memaksa agar makannya ketika sudah sampai di Bandung saja.

Pukul 10 malam lebih kami baru tiba di sebuah rumah makan. Sepertinya tempat tersebut telah di pesan sebelumnya. Hanya ada rombongan kami di rumah makan tersebut.

Karena lapar, berhamburanlah teman teman menyerbu meja-meja yang sudah siap dengan hidangan. Menu asli Bandung, sambal, lalapan, dan cawan kobokan sudah tersedia. Sementara nasi dan air untuk minum belum tersedia. Mereka meminta kami memesan dulu baru dibuatkan.

Karena ingin cepat bisa makan, maka panitia (ketua rombngan) memesan teh panas kepada pelayan. Dan nasi dalam bakul pun datang,

Saya dan tiga rekan yang kerjaannya menghabiskan sambal sengaja memisahkan diri. Rekan-rekan pun senang. Karena pasti kebagian sambel.

Karena sudah merasa sangat lapar begitu datang nasi mulailah mengambil jatah masing-masing. Mulai dari sambal, lalapan, ikan, dan nasi masuk ke dalam piring semua. Rekan-rekan lain juga.

Saya kebetulan paling ingin memakan sambal yang ada. Mengingat hampir sebulan sudah tak merasakan pedasnya sambal. Dan seperti biasa, separo piring isinya sambel semua. Baru sisanya nasi.

Dan begitu, Hap! Nasi sambel dan lalapan masuk mulut. Pedesnya minta ampun. Sudah kadung dalam mulut mau dimuntahkan malu. Saya kan terkenal raja sambal. Pasti tak ingin jatuh harga diri karena tak tahan memakan sambal. Mau tidak mau, nasi dalam mulu dikunyah dan ditelan.

Serasa telinga melebar, panas seperti habis kena jewer. Rambut seakan berdiri semua. Wajah panas kaya habis ditempeleng. Kepedesan tak terkira. Sementara rekan-rekan yang tahu, kami berempat suka sambel pada nyeletuk, "Nah ini baru sambal. Hayo, raja sambal habiskan. Malu kalau sampai tidak habis."

Toleh kanan, toleh kiri teh panas belum datang. Maka saya melambai-lambai pada pelayan sambil menyeka keringat di wajah. Mulanya jaket penahan kedinginan terlepaskan. Baju basah berkeringat. Celana basah. membawkan teh pesanan. Begitu teh datang. Apa daya? Teh panas yang kami pesan benar-benar teh panas. Teh dengan air yang sepeti mendidih. Bagaimana meminumnya?

Akh daripada mati kepedasan mau tidak mau. Malu tidak malu. Terpaksa air cawan kobokan saya minum. Dan, hemm... Air cawan kobokannya berisi air es. Dan seger banget.

Sontak rekan-rekan pada berteriak. "Hayo! Raja sambal meminum air kobokan!" Dan mereka pada mentertawakan saya. Sebenarnya malu juga harus meminum air cawan kobokan. Tapi mau gimanalagi, dari pada gak tahan pedasnya yang minta ampun. Lebih baik minum air cawan kobokan. Malu ya malu, tahanin aja.

Beruntunglah saya tidak sendiri. Coba jika saya sendirian, alangkah malunya diri ini. Ternyata tiga teman saya pun melakukan hal yang sama. Jadilah sepanjang perjalanan pulang ke Kabupaten kami berempat jadi bahan olokan. "Raja sambal keok! Meminum air cawan kobokan."

Begitulah, daripada mati kepedasan mending minum air cawan kobokan. Mau diolok-olok bagaimana juga terserah. Yang penting hati puas, memakan sambal yang benar-benar pedas.***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun