Setiap hari aku terus menyapa diri yang membisu dalam ritme berkisah seakan tak ada arti untuk bekelana kembali di dunia fana ini. Hanya sesal dan jeritan tanpa kata mengisi hati tersobek luka yang tak mampu dibendung dengan seribu senyum dan kerendahan hati. Hari demi hari aku lalui dengan terantuk pada batu sesal yang sama. Hingga pada cela-cela penyesalan itu aku dibawa pada suatu kesadaran akan kebodohan hati ini telah terlanjur jatuh hati pada pemuda munafik yang selalu duduk menyetir mobil itu".
KEMBALI KE ARTIKEL