Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Gaya Hidup Mahasiswa Ph.D vs Anak SD

19 Januari 2014   14:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:41 256 3
Walaupun agak lebay, tapi ini kisah nyata. Seperti yang pernah saya tulis dahulu, memasuki bulan Januari merupakan bulan-bulan terberat karya siswa penerima BLN Dikti. Saya tidak ingin mengatakan beasiswa selalu terlambat, karena memang biasanya keluar di bulan April atau Mei hanya masalahnya selalu ada kemungkinan untuk tidak tepat waktu dan kesalahan administrasi transfer dari KPKN ke rekening karyasiswa. Bahkan dengan alasan konyol seperti nama yang dicurigai sebagai teroris. Jadi selain harus menghadapi masalah klasik riset juga selalu harap-harap cemas apakah cadangan dana yang ada bisa cukup sampai beasiswa berikut cair. Tapi rasanya memperoleh beasiswa untuk sekolah lagi memang seakan-akan dibayar untuk stress.

Khusus untuk saya, masalah jadi sedikit lebih komplek. Karena istri seorang guru bantu yang digaji dari APBD, ini artinya dapat dipastikan bulan Januari sampai Maret gaji tidak keluar. Sebetulnya beasiswa dari DIKTI jumlahnya sangat memadai untuk ukuran saya, tetapi karena di Universitas saya Tuition Fee tidak mengcover biaya riset dan supervisor tidak mau mark up agar biaya riset include  dalam tuition fee ya itulah takdir. Tahun pertama riset selamat karena mendapatkan grand dari graduate school di universitas tempat saya belajar, tahun kedua harusnya juga selamat karena dijanjikan dapat bantuan riset dari PTN tempat saya belajar. Tapi gara-gara kebijakan Uang Kuliah Tunggal didemo oleh mahasiswa dan banyak mahasiswa yang meminta uang kuliah golongan I yang hanya Rp 500.000 per semester maka prediksi pemasukan universitas pun meleset. Saya pun memaklumi karena sebagai karyasiswa yang memperoleh Beasiswa Luar Negeri DIKTI dianggap sudah lebih dari cukup, maka bantuan untuk riset pun dicoret. Bantuan ini sebelumnya sudah saya infokan ke supervisor sebagai pencitraan bahwa betapa PTN tempat saya belajar sangat mendukung kami dosennya yang sedang tugas belajar. Demi citra ini dan juga riset yang harus dikerjakan mau-tidak mau biaya risetpun harus disisihkan dari living cost. Nasib juga yang menyebabkan alat utama yang saya gunakan untuk riset  pecah padahal digunakan secara normal bukan karena kecerobohan seperti jatuh atau overheating. Sebetulnya jurusan tidak mewajibkan mengganti, tapi karena tanpa alat itu saya tidak bisa kerja ya terpaksa beli dengan uang sendiri. Alat harus di pesan dari Bangkok dan dengan situasi yang agak kacau seperti saat ini, saya sempat menunggu 3 bulan untuk mendapatkan alat tersebut. Masih untung situasi sempat membaik sebelum Bangkok shutdown jadi akhir Desember kemarin alat sudah sampai di laboratorium.

Kembali ke topik life style, dengan alasan tersebut di atas maka ya memasuki bulan januari mode hemat  di on kan. Tetapi minggu ini saya merasa agak boros karena 2 kali makan malam di tempat yang agak mahal. Sebagai sarana sosialisasi  barengan dengan teman-teman makan barberque sekali makan sekitar kalau dirupiahkan sekitar Rp. 75 ribu dan beberahari berikutnya ke pusat jajanan muslim yang kalau menurut istilah teman suasana kaki lima harga hotel bintang lima sekali makan sekitar Rp. 60 ribu. Jauh di atas harga makan malam biasanya di kantin mahasiswa yang harganya sekitar Rp. 12 ribu kalau minum pakai air putih. Pagi ini saya skype an dengan istri, seperti biasa obrolan ringan ngalor-ngidul dan curhat sekedar melepas kerinduan. Ada cerita menarik tentang anak saya yang masih SD, minggu kemarin karena acara maulid nabi maka anak SD pun pulang jam 12, anak saya minta dijemput agak lambat karena mau ditraktir temannya. SD tempat anak saya belajar merupakan SD IT tapi  fasilitas fisiknya sangat sederhana tidak ada AC dan lantainya pun hanya plesteran semen tidak di keramik, sampai istri agak menyesal mengapa memilih SD tersebut. Bayangan istri kalau anak SD nraktir paling batagor atau paling mahal bakso, ternyata temannya mentraktir di pizza HUT. 5 orang menurut ceritanya habis lebih dari Rp. 200 rb. Alhamdulillah, artinya untuk sebagian orang Indonesia sudah cukup makmur. Tak terbayang sebelumnya di SD yang sangat sederhana bisa-bisanya anak mempunyai uang saku yang cukup untuk mentraktir di restoran mahal.

Saya jadi ingat status teman yang menyamakan orang tugas belajar seperti orang yang mau berperang. Ya bisa dimaklumi kalau belajar di tingkat Ph.D artinya memang harus menjelalah dunia baru yang memang belum pernah di explore sebelumnya, syarat novelty menjadi keharusan. Banyak hal yang tak terduga dan tidak bisa diantisipasi sebelumnya. Seharusnya sebagai prajurit yang pergi berperang logistik harus cukup, tetapi anehnya malah dibatasi. Serdos tidak dibayarkan, tunjangan fungsional dipotong, bahkan untuk lajang atau tidak punya tanggungan gaji tinggal 50 %. Karena saya belum serdos jadi yang dipotong tunjangan fungsional Lektor yang besarnya Rp. 700 rb/bln. Saya maklum APBN pemerintah terbatas tapi apa artinya sih Rp 700 rb/bln untuk pemerintah, kan hanya cukup untuk 3 x anak SD mentraktir temannya. Kalau ditanya apakah gaji yang ada sekarang cukup, nyatanya ya cukup bahkan istri rasanya tidak pernah sekalipun curhat kekurangan uang. Saya sendiripun sampai tidak tahu berapa persisnya gaji saya sekarang, bahkan sempat merasa gaji PNS sudah sangat memadai  karena istri yang mengelola tidak pernah mengeluh. Gara-gara status teman saja jadi mikir jangan-jangan gaji yang diterima istri kurang dari 3 juta sebulan setelah dipotong angsuran kredit.

Saya jadi ingat salah satu hadits yang saya tidak hafal betul redaksinya tapi kurang lebih demikian : “Sungguh ajaib orang beriman itu ketika semua terasa sempit dan sulit maka mereka bersabar, ketika terasa semuanya mudah dan lapang mereka bersyukur. Sesungguhnya sabar dan syukur adalah kebaikan”. Rasanya ciri-ciri itu ada pada istri, semoga Allah menggolongkannya kedalam orang-orang yang beriman. Jadi ingat kata-kata ibu almarhum ketika saya mohon izin menikahinya, beliau langsung setuju dan komentar beliau: ”ketoke agama ro sholate apik”. Buat istriku, tidak banyak yang bisa kuberikan dan kujanjikan, tapi semoga sabar dan syukur mu akan menjadi tabungan kebaikan untuk kehidupan abadi kelak.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun