[caption id="" align="aligncenter" width="612" caption="Kompasiana"][/caption] Menurut panut Melangkah serempak Detakkan jantung seirama Telusuri nadi Alirkan darah dan kekuatan Disana mayat itu tergeletak Disini jasad tak bernyawa itu terkapar Selongsong peluru menyertai Kematian dia dan mereka Demi satu kata yang dinantikan Kemerdekaan Terkoyak sudah lehernya Darah menetes basahi bumi pertiwi Tumbal... Sesajen... Tanda akan begitu besarnya pengorbanan Demi sebuah mimpi yang telah lama diharapkan Kemerdekaan Suatu hari Proklamasi itu menggema Getarkan bumi pertiwi Mengoyak belenggu Hanguskan pasung Menginjak penjara Bebaskan segala norma penjajahan Tangan tangan kecil itu mengepal Menunjuk mereka sang penjajah Berteriak pekikkan langit Dengan kobaran api di matanya Kami sekarang sudah Merdeka Puluhan tahun berlalu Kakek tua terlihat duduk dikursi rotan Tak berhenti kepalkan tangan Urat-urat tak beraturan Terbungkus kulitnya yang keriput Dihiasi luka masa lalu yang tak bisa dihilangkan Suaranya tak begitu jelas Nadanya pun kalah dengan tarikan nafas yang berat Terlalu membara didadanya Tak kuasa tubuh bungkuk itu menahan amarah Terlalu tua untuk kembali mengangkat senjata Kebencian dimatanya Adalah kecewa yang mendalam Penjajahan era baru Pemerintah yang menjajah rakyatnya Kotori perjuangan Merusak nama kemerdekaan Seandainya mereka tau Yang mati dengan lubang peluru didada itu Yang mati dengan nisan tak tertulisi Tak sudi mereka korbankan nyawanya Jika penjajah baru itu lahir dari darah dagingnya sendiri Percuma saja telah kumerahkan dataran ini dengan darah Tak berati lagi telah kuputihkan hati dengan kesucian Karena penjajahan itu terlahir dari bangsa sendiri Rasanya Kematian mereka adalah sia-sia
KEMBALI KE ARTIKEL