Berikut ini adalah interpretasi dan catatan mencermati implementasi UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (atau populer disingkat UU MD3) dan Peraturan DPR RI No 1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib, sekaligus upaya terus-menerus mengidentifikasi:
- kelemahan implementasi dan pengaturan;
- temuan yang kontradiktif terhadap visi perwujudan lembaga perwakilan yang representatif dan akuntabel; dan
- rekomendasi dan peluang perbaikan kinerja yang belum tuntas diakomodasi dalam undang-undang.
Catatan dan tanggapan juga didasarkan pada pengamatan dan pemantauan terhadap kinerja DPR khususnya legislasi, yang berjalan sejak keanggotaan DPR periode 1999-2004.
Selain kewajiban fraksi melakukan evaluasi kinerja anggotanya dan melaporkan kepada publik, sebagaimana yang telah dijelaskan melalui siaran pers di bawah, UU MD3 juga memerintahkan DPR dan DPD untuk melaporkan pengelolaan anggaran kepada publik dalam laporan kinerja tahunan.
Perhatikan Pasal 73 ayat (5) UU MD3, yang berbunyi:
"DPR melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada publik dalam laporan kinerja tahunan"
ayat (3):
"Pengelolaan anggaran DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR di bawah pengawasan Badan Urusan Rumah Tangga sesuai dengan ketentuan perundang-undangan"
ayat (1):
"Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, DPR menyusun anggaran yang dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan"
Ketentuan yang sama berlaku pula bagi DPD yang dapat ditemukan pada Pasal 225 ayat (1), (3), dan ayat (5).
Dengan demikian, Pasal 73 ayat (5) dan Pasal 225 ayat (5) UU MD3 secara jelas dan tegas mengatur tentang kewajiban kelembagaan (DPR maupun DPD) menjalankan prinsip akuntabilitas yaitu melaporkan pengelolaan anggaran kepada publik dalam laporan kinerja tahunan.
Mengenai kerangka waktu (laporan) kinerja tahunan, setidaknya bisa dibagi dalam 4 (empat) pemahaman. Namun demikian, pada akhirnya DPR atau juga DPD harus menentukan (memilih) kerangka waktu kinerja tahunan yang digunakan, supaya bisa dengan mudah dan pasti kapan laporan tersebut sudah harus dipersiapkan dan dipublikasikan.
Empat pemahaman tersebut adalah:
(i) Kinerja tahunan berdasarkan Tahun Sidang yang dimulai setiap 16 Agustus dan diakhiri pada 15 Agustus tahun berikutnya;
(ii) Bersamaan dengan Pidato Ketua DPR pada Rapat Paripurna DPR peringatan ulang tahun DPR setiap tahunnya yang pada periode ini mulai dibiasakan disertai dengan penyampaian Laporan Kinerja DPR yaitu setiap 30 Agustus.
(iii) Kinerja tahunan dimulai sejak anggota DPR dan DPD resmi dilantik, mulai dari 1 Oktober 2009 ke 1 Oktober 2010 dan seterusnya.
Apabila menggunakan ketiga kerangka waktu di atas maka sebenarnya sudah terlewati semua (baik 16 dan 30 Agustus atau 1 Oktober 2010) dan mulai hari ini juga DPR sudah dibebankan dan memiliki "hutang" pelaporan pengelolaan anggaran. Sedangkan kerangka waktu yang keempat adalah:
(iv) Dihitung setiap akhir tahun (31 Desember). Namun kerangka waktu ini tidak lazim dibandingkan tiga yang di atas.
Dengan demikian, DPR maupun DPD dapat memilih salah satu, mulai dari kerangka waktu angka 1 s/d angka 3 sebagai pijakan batasan kinerja tahunan dalam menjalankan mandat Pasal 73 ayat (5) dan Pasal 225 ayat (5) UU MD3.