Orang bilang tanah kita tanah surga ...
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman ...
Lirik lagu Koes Plus diatas seakan merepresentasikan cerminan betapa besarnya potensi kekayaan alam bangsa indonesia.
Indonesia adalah sebuah negara dengan kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 sehingga wilayah pesisir dan lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia yang juga memiliki ekosistem pesisir seperti mangrove, terumbu karang dan lain sebagainya.
Bangsa ini teramat kaya, bayangkan saja setelah sekian lama Belanda menguasai dan menjarah hasil kekayaan bangsa indonesia, di susul dengan Jepang kemudian saat ini "Penjajahan Modern" yang dilakukan perusahaan negara-negara asing yang banyak mengeksplorasi dan menguasai kekayaan Alam Indonesia.
Tetapi hebatnya kekayaan Bangsa kita masih terlampau banyak untuk di"kuras" oleh para menir-menir tersebut, tetapi  ironisnya kekayaan bangsa ini tidak seiring dengan kesejahteraan penduduknya yang mencapai 245 juta jiwa.
Kesejahteraan masyarakat yang menjadi cita-cita luhur Bangsa Indonesia seperti yang tertuang dalam Undang Undang Dasar '45, agakya masih terlalu jauh dari harapan.
Ketika kita melihat kondisi Indonesia saat ini yang dipenuhi dengan berbagai macam persoalan yang notabene "masyarakat kecil" lah yang merasakan langsung dampak dari persoalan-persoalan tersebut. seperti persoalan kemiskinan, sempitnya lapangan pekerjaan, korupsi, krisis kepemimpinan, ekonomi, pendidikan, sosial, hukum, bencana alam dan lain sebagainya.
Menggali Nilai Essensial
Sebagai pelaku yang terlibat langsung dalam sebuah program pemberdayaan, Â saya mempunyai pertanyaan yang sampai dengan hari ini masih berpikir,
"mungkinkah kita sebagai bangsa yang mempunyai sumber daya alam yang besar beserta potensi sumber daya manusianya mampu keluar dari jerat kemiskinan? "
karena sampai dengan hari ini sudah berbagai program diluncurkan pemerintah dan pihak swasta, baik yang bersifat instan, stimulan sampai yang mengusung konsep kemandirian berkelanjutan.
Kemudian dari pihak swasta munculnya LSM-LSM dari kelas lokal mau pun internasional yang jika kita membicarakan total nominalnya, saking besarnya angka tersebut, kita akan kesulitan menemukan digit dalam kalkulator yang kita miliki.
Melemahnya modal sosial (social capital) di masyarakat dianggap sebagai hal yang menyebabkan stagnasi kemajuan bangsa ini. Hal ini ditunjukan dengan ketidak pedulian masyarakat terhadap lingkungannya, peran kebijakan pemerintah yang tidak pro-poor, dan elemen lembaga-lembaga masyarakat yang tidak mengakar dan representatif.
Persoalan kemiskinan yang sebenarnya adalah kondisi masyarakat yang belum mencerminkan oleh perilaku atau sikap masyarakat yang tidak dilandasi pada nilai-nilai universal kemanusiaan (jujur, dapat dipercaya, ikhlas, dll) serta tidak bertumpu pada prinsip-prinsip nilai universal kemasyarakatan (transparansi, akuntabilitas, partisipasi, demokrasi, dll).
Perubahan perilaku atau sikap  masyarakat ini merupakan pondasi yang kokoh bagi terbangunnya modal sosial masyarakat, melalui pola pemberdayaan para pelaku-pelaku didalamnya, agar mampu bertindak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia yang mampu menerapkan nilai-nilai luhur manusia dalam kehidupan bermasyarakatnya sehari-hari.
Dengan kondisi demikian, cita-cita bangsa yang tertuang dalam UUD '45 akan terwujud, dan ini membutuhkan kesadaran, pemahaman dan kerjasama seluruh stakeholder, Â sehingga masa depan bangsa menjadi perwujudan nyata tidak sekedar impian dan retorika politisi semata. (Wallahu "Alam)