Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Pemilukada DKI Jakarta, Antara Isu Regional dan Nasional

25 Juli 2012   19:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:37 429 2
Kemenangan kontestasi politik selalu memiliki latarbelakang. Begitu juga Pilkada di DKI Jakarta. Ada sisi rahasia melihat kemenangan sementara yang diperoleh pasangan Jokowi-Ahok.

Sehari sebelum pemungutan suara di TPS, jika kita memantau dunia maya, ada trend menarik. Di situs yang secara khusus melakukan monitoring percakapan sosial media, yaitu www.politicawave.com, terlibat betapa pasangan Jokowi-Ahok menjadi trending topik.

Apa indikasi dari trend ini?

Melihat pemetaan sosial media ini, kita mendapatkan gambar bahwa sosial media dalam sebuah kontestasi politik memiliki peranan yang besar. Terutama dalam membangun opini.

Bahwa Jakarta secara administratif terdapat dalam batas-batas wilayah tertentu, itu pasti. Akan tetapi karakter masyarakat Jakarta tidak terbatas dalam skala regional dalam sebuah area administratif. Melainkan skala nasional. Kemajemukan masyarakat Jakarta, dan dimensi sosialita lingkungannya tidak terbatasi oleh ruang dan waktu.

Peluang ini disadari secara praktis oleh Tim Sukses pasangan Jokowi-Ahok. Melalui tim sosial medianya, dimana secara lokalitas, baik Jokowi maupun Ahok bukanlah putra daerah Jakarta, yang artinya tidak begitu populer di kalangan masyarakat Jakarta, maka keduanya kemudian dimunculkan dalam skala nasional.

Rekam jejak keduanya sebenarnya belum mencapai reputasi yang baik. Tetapi usahanya sudah mendapatkan beberapa pengakuan dari berbagai pihak. Kita sebut saja, keduanya berhasil sebagai tokoh dalam propaganda.

Sebenarnya, pasangan Incumbent pun (Foke-Nara) tidak kalah baik dalam rekam jejak prestasinya dalam memimpin Jakarta selama 5 tahun sebelumnya. Terutama, jika mengikuti fakta konkrit yang sudah dirasakan oleh masyarakat Jakarta dalam berbagai programnya.

Media dan Political War

Pasangan Foke-Nara, selaku incumbent harusnya memiliki kekuatan yang cukup. Terutama dengan instrumen birokrasi yang dimilikinya. Begitu pun tingkat popularitas di masyarakat, terutama dengan ciri khas "kumisnya."

Akan tetapi, ketika di dunia maya suara Foke-Nara kurang terdengar, bisa dipersepsikan bahwa strategi yang dibangun Tim Sukses mereka lebih menekankan pada perang "darat" melalui berbagai mesin politiknya. Dalam kondisi ini, isu-isu regional lebih mendominasi dalam strategi kampanyenya.

Ada yang terlupa oleh pasangan tersebut, bahwa Jakarta merupakan kota metropolis. Dimana, masyarakatnya sudah melek informasi dan keterbukaan akan isu-isu nasional. Ini dapat dilihat dari berbagai media cetak yang diterbitkan.

Jika dikuantifisir isu dalam skala regional, lebih sedikit dari isu-isu nasional, jangan ditanyakan lagi jika sudah merambah informasi dunia maya. Hal itu diperburuk dengan berbagai ekspektasi masyarakat akan perubahan yang lebih baik dari saat ini.

Berbeda dengan Jokowi-Ahok, yang secara figur belum dikenal oleh khalayak Jakarta. Keuntungan dari hal ini adalah bahwa tidak ada tuntutan lebih dari masyarakat Jakarta akan berbagai kondisi "permanen" permasalahan yang sudah ada, seperti halnya Banjir dan kemacetan.

Sebagai "orang baru", dengan anggapan reputasi yang ada, masyarakat seolah lupa akan permasalahan tersebut, kecuali terhadap permasalahan yang memiliki kesamaan, seperti halnya pemindahan pedagang kaki lima, dsb.

Faktor lain yang mendukung kemenangan Jokowi-Ahok diputaran pertama ini adalah peran media sosial yang begitu gencar dalam pembentukan opininya. Hal ini disadari oleh tim Jokowi-Ahok, karena selaku "orang baru" figur Jokowi-Ahok belum dikenal publik di Jakarta.

Kemudian didukung pula dengan trend isu nasional yang menjadi "bacaan" publik Jakarta. Ada pula yang mengindikasikan pilkada ini mengambil kelemahan isu nasional terkait dengan merosotnya elektabilitas partai demokrat selaku pengusung utama pasangan Foke-Nara, selain itu untuk mengintip kesiapan politik di 2014 mendatang. Sehingga strategi "udara" menjadi pilihan yang terbaik dalam political war-nya.

Kemenangan Putaran 2

"Belajar dari pengalaman", itulah slogan berbenah pasangan Foke-Nara sebagai hasil evaluasi dari hasil pilkada putaran pertama.

Melihat trending topic saat ini, isu SARA menjadi pemberitaan yang hangat dimedia, bahkan terkadang ketegangan-ketegangan muncul dalam perdebatan dunia maya. Walau masih diposisi teratas dalam ruang publik dunia maya, tapi ada penurunan secara perlahan dalam angka-angka pemberitaannya.

Saat ini, yang menarik justru ketika melihat akun-akun yang memberitakan keduanya. Khususnya di pasangan Jokowi-Ahok, bahwa ada akun yang di putaran pertama mendukung, justru saat ini malah menjadi penyerang utama. Bahkan hanya ada satu akun yang terlihat sebagai akun pendukung resmi.

Sementara itu, pasangan Foke-Nara walau pun tidak terlihat kenaikan positif yang signifikan, akan tetapi hal ini lebih baik dari putaran pertama. Sehingga jika melihat ini ada proses perubahan yang secara perlahan memberikan point positif untuk putaran berikutnya.

Melihat isu SARA yang beredar di media saat ini, menjadi ujian yang belum terprediksikan sebelumnya oleh Jokowi-Ahok, sehingga tidak ada respon kesiapan dalam mengatasi persoalan ini. Isu ini menjadi hangat dan terserap di masyarakat.

Di sisi lain, pasangan Foke-Nara sudah mengubah pola serangan "darat"nya, ada implikasi positif jika penguatan strategi "Darat" disinergiskan dengan kekuatan "Udara", maka dapat diprediksi siapa yang sesungguhnya akan memainkan peranan penting di Jakarta periode 2012-2017. (Wallahu A'lam)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun