Kuangkat selimut dan menutupkan ke bagian tubuhnya. "Ngantuk, Susi sayang?" Sapaku.
Yang ditanya terlihat menganggguk. Tempur tadi di antara kami memang menguras tenaga. Bayangkan saja, beberapa babak tempur, ternyata diisi dengan gelak tawa Susi. Ia penggeli benar dengan suara-suara bercinta yang sengaja kusampaikan. Simbolik kata buat senjata yang kupunya dengan nama "pisang" membuat dia terpingkal. Demikian pula saat kukatakan, "Hmm betapa ranumnya, kedua buahmu, Dik Sus!"
Sungguh, aku suka membuat simbolik-simbolik dalam bercinta dengan kekasihku tersayang satu ini. Susi cepat tanggap saat katakan, jadikan aku kuda, dik! Dan, serta merta Susi berada di atasku dengan segala aktivitas lanjutannya.
Dan, Susi pun ikut menjadi sopan dalam mengungkap kata-kata,"Mas, mas! Ayo kita segera ke garis finish bersama..."
Hmmm...Aku geli membayangkan, selama 66 menit bertempur dengan Susi, ternyata 60 menit diisi dengan senda gurau dan proses the last minute, hanyalah sekitar 6 menit terakhir, dimana kedua tubuh kami saling selonjor keletihan.
Tiba-tiba kukecup bibir Susi!
"Au, Mas!'Â Ia sedikit kaget manja. Dengan cepat, tangannya cepat meraih badanku, dan kami segera melanjutkan babak berikutnya. Tidak terdengar suara sanak famili di sekitar, karena kami berada di Hotel.