Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Agama adalah Candu, Benarkah?

6 Desember 2024   09:29 Diperbarui: 6 Desember 2024   09:42 70 0
Agama dalam perspektif sosiologi punya dua makna, atau yang kerap dikenal sebagai wajah ganda agama. Di pihak pertama, kehadiran agama bisa dilihat sebagai bagian dari pemersatu.

Agama hadir untuk mengangkat derajat kemanusiaan. Ia menolak berbagai bentuk penderitaan yang disebabkan karena diskriminasi sosial yang berlangsung terus-menerus.

Di pihak lain, agama bisa jadi alat pemecah-belah ketika pada oknum pemeluknya mengatasnamakan agama untuk mencapai berbagai kepentingan.

Agama bisa tampil ekslusif, hanya untuk dirinya sendiri. Wajar jika kemudian agama disetir dan lalu kemudian menghadirkan banyak teror dalam masyarakat.

Sisi ambivalensi agama ini yang kerap diwaspadai. Hal yang sama juga perlu dicegah mulai dari diri para pemeluknya agar jangan tumbuh spirit eksklusivisme yang maunya menang sendiri.

Semangat ini yang kerap orang lihat sebagai bentuk lain dari candu. Setidaknya, Karl Marx, seorang sosiolog asal Jerman banyak membahas tentang hal ini.

Agama adalah semacam opium, yang ketika mulai digunakan secara berlebihan, ditambah dengan obat-obatan terlarang punya efek samping bagi diri yang pengguna.

Begitu juga agama. Ketika kehadirannya dipraktikkan dengan cara-cara benar punya efek baik tetapi jika keyakinan itu sudah membabi buta, melumpuhkan nalar, melahirkan fanatisme, awas, itu sungguh berbahaya.

Agar kemudian tulisan ini jangan banyak bergeliat di seputaran teori, maka penulis akan tampilkan salah satu contoh aktual yang baru-baru ini terjadi dan menimbulkan reaksi publik.

Ada seorang pendakwah tersohor yang dalam dakwahnya suka menyampaikan pesan dakwah dengan lelucon. Memang benar cara ini efektif karena membangkitkan gairah mendengarkan di kalangan akar rumput.

Meski begitu, ada kelemahannya juga karena rasa senang itu mematikan nalar. Seorang pedagang es teh dihajar habis-habisan dengan guyonannya. Semua yang hadir ikut tertawa, tanpa memberi intervensi.

Inilah salah satu contoh wajah candu agama. Bukan pada dakwahnya, tapi pada matinya nalar pendakwah dan umat yang merasa lucu ketika membahas profesi orang.

Sifat candu ini yang perlu dibebaskan. Toh nyatanya Tuhan itu Maha Baik, Ia memberi kita akal budi, akal itu yang harusnya kita gunakan secara baik.

Jangan pula pada akhirnya kita mengerdilkan akal budi itu hanya karena alasan terlalu rasional bisa berakibat ragu pada semua hal, termasuk iman. Penulis menolak klaim kerdil semacam ini.

Mari beragama dengan cara-cara benar, cara-cara yang memanusiakan manusia. Cara itu membangkitkan gairah peduli kita pada berbagai persoalan sosial. Semoga kita setia di jalan ini.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun