Gara-gara video yang viral itulah akhirnya pemakaian sistem tukar berpedoman pada Dirham dan Dinnar menjadi bahan diskusi, analisa dan bahasan pengamat keuangan termasuk para pejabat Bank Indonesia (BI).
Pihak BI menegaskan bahwa pemakaian mata uang Dirham dan Dinar serta mata uang lainnya selain Rupiah di kawasan NKRI merupakan tindakan melanggar hukum yang bisa dikenakan hukuman kurungan maksimal setahun dan denda sebanyak-banyaknya 200 juta Rupiah.
 Â
Namun apakah benar Pasar Muamalah bersalah? Usai viral banyak jurnalis yang melakukan investigasi ke para penjual di Pasar Muamalah. Faktanya memang benar di pasar tersebut para penjual menetapkan harga dagangannya dengan satuan Dinar dan Dirham. Tetapi setelah diklarifikasi ternyata Dinar dan Dirham yang dijadikan patokan harga tersebut bukanlah mata uang asing seperti Dinar Iran atau lainnya.
Dinar Dirham yang mereka jadikan patokan harga tersebut hanyalah istilah untuk menyebut satuan emas dan perak yang dijadikan standar ukuran harga. Mereka memakai emas sebagai patokan alasannya untuk memudahkan pembayaran zakat seperti yang diajarkan dalam syariah Islam.
Pada prakteknya, mereka masih menerima alat pembayaran berupa uang rupiah bahkan bisa barter barang apa saja asalkan disepakati oleh penjual maupun pembeli itu sendiri.
Dari sudut agama memang bisa dipandang mereka tengah berusaha menjalankan syariah yang mereka yakini. Tapi dari sisi ilmiah, ekonomi, marketing maupun branding, penerapan patokan harga berdasarkan Dinar dan Dirham tersebut merupakan strategi diferensiasi, aatau menciptakan keunikan agar pasar mereka nampak berbeda dan menarik peminat.
Setahu saya sistem seperti itu juga banyak diterapkan di pengelolaan kawasan hiburan, pemainan anak-anak dan bahkan area kuliner (foodcourt). Dimana pengunjung harus menukarkan uangnya dengan koin khas mereka terlebih dulu sehingga bisa melakukan transaksi di lapak-lapak yang dikelola di situ.
Kalau nggak salah, alasan penerapan sistem koin khusus sebagai alat transaksi tersebut agar pengelola bisa memonitor perputaran uang sebagai penentu bagi hasil. Nah bagaimana jika koin-koin yang mereka gunakan tersebut disebut dengan Dinar dan Dirham?
Karena Dinar dan Dirham yang dipakai penjual dan pembeli di pasar Muamalah hanyalah istilah dan nyatanya koin Dinar Dirham tersebut ada yang berupa logam mulia buatan Antam, tentunya pasar Muamalah tersebut tidak melanggar UU yang dimaksudkan BI.
Boleh jadi, yang melanggar UU seperti disebutkan penjabat BI adalah penggunaan uang asing seperti Ringgit Malaysia, Dollar Singapura maupun Kina Papua Nugini yang terjadi di pasar-pasar Indonesia yang dekat dengan perbatasan Malaysia, Singapura dan Papua Nugini.
Pemakaian mata uang asing dari negara-negara tersebut nyata-nyata terjadi di Batam, Pasar Entikong Kalimantan Barat, Pasar Skouw Jayapura dan beberapa lainnya. Â Â
Nah dibandingkan pasar-pasar di atas, pemakaian Dinar dan Dirham di Pasar Muamalah tentunya bisa dikatakan jauh dari bersalah. Toh Dinar Dirham yang mereka pakai hanyalah istilah. Bukan mata uang negara manapun. Anggap saja seperti anak-anak yang bermain pasar-pasaran dan melakukan jual beli dengan daun sebagai uangnya atau apa saja yang mereka suka. Tabik.