Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kurma Pilihan

Jangan Beli Kucing dalam Sarung

14 Mei 2020   23:13 Diperbarui: 14 Mei 2020   23:32 1686 21
Sepulang dari masjid bersama teman-teman mengajinya, raut wajah Langit nampak mengusung mendung. Mulutnya cemberut tanda ada sesuatu yang membuatnya bersungut. Untungnya karena sudah terbiasa, reflek dia mengucapkan salam ketika masuk ke dalam rumah walau pun hatinya menyimpan gundah."Assalamualaikum," ucapnya pendek seperti biasanya sebelum dilanjutkan dengan merengek.

"Mamah... besok aku nggak mau ah ke masjid pakai celana ini lagi,"  keluhnya langsung membuka percakapan sambil berancang-ancang melontarkan permintaan.

"Memang kenapa nak? Celanamu itu kotor? Ya udah besok ganti yang satunya aja. Udah mama cuci kok," jawabku menanggapi.

Namun langit hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak, aku mau dibeliin sarung. Seperti yang tadi pak Ustadz pakai. Kata pak Ustadz sarung itu adalah budaya warisan nenek moyang kita dulu mah. Asyik tadi cerita pak Ustadz tentang sarung," cerocos langit tak terbendung.

Aku pun hanya bisa mengangguk-angguk mengiyakan cerita bocah yang tengah kasmaran dengan sarung ini. Dan tentu saja akupun berjanji untuk mengajaknya membeli sarung di pasar besok. Biar tidak salah pilih rencananya nanti kuminta dia melihat-lihat dan memilihnya sendiri.

...

Cerita langit tadi sore, kembali terngiang di kepalaku malam ini. Langit udah lelap di kamarnya. Suami kebetulan tengah tugas ke luar kota. Cerita Langit tadi siang benar-benar membawakan bingkisan kenangan indah ketika dulu aku masih seusianya saat di kampung.Aku teringat pada almarhum bapak yang selalu membawa sarung kemana saja. "Bawa sarung kan gak berat nduk. Kalau tidak dipakai, bisa dilipat dan dikalungkan ke leher. Kayak orang-orang Betawi atau mana ya, Madura sepertinya," kata bapak sambil mengingat-ingat.

"Kalau nggak mau dikalungkan bisa dilipet dan diikat ke pinggang. Wedeeeewww... kayak jawara ya nduk. Nampak gagah tho. Yang jelas bawa sarung itu enteng tho. Iya tho nduk," lanjut bapak sambil mengelus rambutku.

Menurut Bapak meski dirinya nggak tahu sebenarnya dari mana asal sarung itu, entah dari budaya mana, namun menurutnya sarung adalah temuan kreatif dan inovatif di bidang fashion yang sangat multiguna. Bisa dipakai apa saja secara terencana ataupun dalam keadaan darurat.

"Yang biasa sarung kan buat sholat tho Nduk. Makanya sarung itu harus dijaga kesuciannya agar tak kena najis dan sholatnya bisa diterima Allah dengan baik," jelas Bapak suatu ketika masih melanjutkan masalah sarung.

"Ya seperti hidup, sholat itu yang utama. Jadi meskipun buat kita sarung untuk sholat itu memang yang utama, namun sebagai barang yang katanya untuk sandang nduk, sarung itu fungsi sungguh sangat beragam.  Bisa buat kemul ketika kita tidur. Bisa buat jaketan kalau kita tengah di luar misalnya ronda dan udaranya adem," lanjut bapak panjang lebar. Namun aku malah senang. Bagiku ocehan bapak ini merupakan hal baru yang nanti bisa membuatku terasa lebih pintar dari temen-temenku.

Melihat aku mau menyimak, bapak pun melanjutkan. "Nah tentu saja selain itu sarung bisa dipakai buat alas. Bisa jadi alas duduk atau sajadah kalau kita mau sholat pas sajadahnya tidak ada. Lha kowe sering lihat tho Nduk pas bapak ajak ke sawah dan bapak sholat di sana."

Aku pun manggut-manggut mengiyakan sembari meneruskan mendengar apa yang bapak omongkan selanjutnya. "JIka terpaksa dan dibutuhkan, sarung juga bisa dijadikan tas tho nduk. Tinggak diikat salah satu ujungnya, beres tho Nduk. Iso buat wadah apa aja. Iyo ra Nduk?" ujar bapak sambil melihat aku mrenges membenarkan.

Sejenak bapak berhenti. Menghela napas sejenak kemudian tangannya mengambil kopi yang sudah disediakan ibu dari tadi. Menyeruputnya dengan nikmat, sampai terlihat ada beberapa butiran ampas kopi tumbuk yang tersangkut di bibir dan kumisnya. Setelah menikmati sensasi lezatnya kopi bikinan ibu, bapak pun segera meletakkan gelas kembali di meja.

Sambil mengusap membersihkan butiran ampas kopi di bibir dan kumisnya, bapak pun segera melanjutkan wejangannya.

"Sayangnya sarung itu tak selalu berfungsi baik nduk. Tak selalu suci karena banyak dipakai orang untuk beribadah sholat. Karena sarung bisa dibuat tas, makanya maling-maling pun juga suka pakai sarung nduk. Dengan begitu mereka tidak terlihat kalau mau maling. Tinggal dikalungkan di leher sudah aman tak ada orang yang curiga. Coba kalau maling itu malam-malam berkeliaran bawa karung. Lha langsung gampang dicurigai orang-orang tho nduk. Bener ora?" pungkas bapak sambil bertanya.

"Lha njih bener niku pak. Maling koclok alias bodo yen nggowo karung langsung pak," jawabku sambil terkikik senang dengan penjelasan dan pertanyaan bapak.

...

Waktu kecil, meskipun aku anak perempuan namun bisa dibilang agak bengal. Tomboy istilahnya orang-orang. Kalau bapak pernah menjelaskan bahwa fungsi sarung bermacam-macam, aku pun bersama teman-teman menemukan fungsi-fungsi lainnya dari sarung yang lebih mengasyikan. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun