Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kurma Pilihan

Ramadan Ini Terasa Sulit, Ketika Malam Mulai Menggigit

5 Mei 2020   21:37 Diperbarui: 5 Mei 2020   22:22 124 6

"Dialah yang menjadikan untukmu malam sebagai pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha." (Q.S Al-Furqan: 47)

Ramadan suci hadir di tengah pandemi, wabah merajah saat berkah turun berlimpah. Ini ujian, kita semua harus tenang.Tak perlu meradang. Semua adalah rencana Tuhan yang Maha menentukan. Siapa bisa mengetahui rencana Tuhan.

Di satu sisi sebagai umat Islam kita boleh merasa beruntung. Bisa merasakan puasa Ramadan yang unik dan berbeda, yang mungkin belum pernah dirasakan para sesepuh dan pendahulu-pendahulu sebelum kita. 

Kita menjadi saksi sejarah. Sejarah di mana salat jamaah dilarang dilakukan di rumah-rumah ibadah. Makkah tak boleh dijamah. Silaturahmi harus dibatasi. Tiba-tiba hal-hal sunnah dan dianjurkan untuk kebaikan harus dihentikan. Tentu saja ini sudah diterima dengan akal pikiran, tetapi kesepakatan para ulama untuk kebaikan memang harus diterapkan.

Sebenarnya jika dipandang sebagai makhluk indivisual, puasa Ramadan di tengah cengkeraman pandemi Covid-19 ini justru menguntungkan. Kita bisa bersoliter dalam menjauhi dan menghindar dari berbagai macam godaan. Mempertebal kekhusyukan religi dalam sunyi. Ibarat semedi menjauhi segala godaan duniawi.

Dus puasa Ramadan kali ini justru terasa ringan. Terutama saat siang hari dimana kita harus menahan lapar dan dahaga. Kita seperti terpaksa dijauhkan dari godaan. Tak bisa kelayapan di jalanan, tak bisa terjerumus dalam keramaian. Kita mampu menunaikan puasa yang menjadi kewajiban pribadi dengan Tuhan dengan lebih maksimal. Karantina yang diterapkan penguasa, menjadikan kita terjaga dari banyak godaan dosa.

Namun berbeda rasanya ketika malam tiba. Ketika malam semakin menggigit inilah baru kita merasa sulit. Suasana khas Ramadan yang biasa ada dari petang hingga subuh seperti hilang tak bertuan. Tak ada buka bersama di masjid. Tak ada kegembiraan anak-anak yang mengantri takjil yang biasanya selalu disediakan setiap masjid yang ada. Tak ada kenakalan bocah yang bermain petasan menjelang bedug ditabuhkan.

Tak ada hiruk pikuk keramaian tarawih berjamaah, karena semua dihimbau salat tawarih sendiri di rumah. Tak ada jamaah yang mengaji tadarus secara estafet semalaman, agar penuhi target beberapa kali khatam di saat Nuzulul Quran. Tak ada orang-orang yang berdzikir hingga tertidur, saat menjalankan i'tikaf malam di masjid-masjid sekitar perumahan dan perkampungan.

Sungguh Ramadan kali ini terasa sulit, saat malam semakin menggigit. Kita seperti dipaksa melanjutkan puasa yang berbeda, ketika buka puasa dari makan dan minum sudah usai kita lakukan bersama adzan mahgrib yang dikumandangkan. Seperti kita harus melanjutkan puasa gelombang kedua dari puasa siang yang sudah kita tunaikan. Puasa dari hal-hal yang biasanya sering kita rindukan, untuk dilakukan usai puka puasa ditunaikan.

Semoga memang inilah yang Tuhan rencanakan dan inginkan. Puasa kali ini mengajarkan bahwa terkadang kepedulian sosial harus dilakukan secara individual. Kita menjauhkan diri dari aktivitas sosial bukan untuk keperluan individual. Melainkan justru wujud kepedulian sosial, agar semua orang terselamatkan. Tak perlu diperdebatkan apakah ini azab ataukah ujian. Kita lakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, selanjutnya terserah Tuhan yang menentukan. Tabik.

Sesungguhnya di malam hari, ada satu saat yang ketika seorang muslim meminta kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah memberinya. Itu berlangsung setiap malam. -- (HR. Muslim)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun