Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional

30 Juni 2024   10:12 Diperbarui: 30 Juni 2024   10:20 24 0

Pendidikan guru penggerak tidak hanya mengacu pada transfer pengetahuan, tetapi juga pada pembentukan karakter, kepemimpinan, dan kemampuan untuk menginspirasi siswa menuju pencapaian penuh sesuai potensi mereka. Modul 1.1 menekankan integrasi pemikiran Ki Hadjar Dewantara, salah satu tokoh pendidikan terkemuka Indonesia, yang membangun landasan filosofis kuat bagi pendidikan di Indonesia.


Pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara sangat relevan dalam konteks pendidikan di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya kebebasan dalam pendidikan, baik bagi guru maupun siswa. 

Kebebasan bagi guru berarti dia memiliki kebebasan untuk mengembangkan kreativitas dalam metode pengajaran, memilih strategi yang sesuai dengan kebutuhan siswa, dan mengelola kelas dengan pendekatan yang menghormati karakteristik setiap siswa. Sedangkan bagi siswa, kebebasan ini mencakup hak mereka untuk diperlakukan sebagai individu yang unik dan mengembangkan potensi sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. 

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara juga menekankan pentingnya pendidikan yang membangun kesadaran akan kebangsaan dan menciptakan kepribadian bangsa Indonesia yang kuat. Hal ini tercermin dalam upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya dan sejarah lokal dalam kurikulum sekolah, serta mengajarkan siswa untuk mencintai dan menghormati keanekaragaman budaya Indonesia.

Salah satu visi utama Ki Hadjar Dewantara adalah bahwa pendidikan harus tersedia untuk semua anak Indonesia tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau latar belakang budaya. 

Beliau mengusulkan konsep pendidikan inklusif yang memberikan kesempatan yang sama bagi semua siswa untuk mengakses pendidikan berkualitas. Ini mencakup upaya untuk mengatasi kesenjangan pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok masyarakat yang berbeda. 

Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya fokus pada transfer pengetahuan, tetapi juga pada pengembangan karakter dan kepemimpinan siswa. Guru sebagai penggerak perubahan diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan pribadi siswa dalam berbagai aspek, termasuk moral, sosial, dan kepemimpinan.


Refleksi dan Perubahan Diri

Dalam modul 1.1 "Pendidikan Guru Penggerak", saya telah mendapatkan berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang memengaruhi cara saya memandang peran dan tanggung jawab seorang guru. Berikut adalah refleksi dan perubahan diri yang saya alami, serta bagaimana saya akan menerapkannya di sekolah dan kelas saya.

1. Pendidikan mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang kodrat alam menekankan bahwa setiap manusia memiliki potensi bawaan yang unik yang perlu dikembangkan melalui pendidikan. Beliau melihat bahwa pendidikan yang efektif harus memerhatikan fitrah alamiah individu, baik dari segi fisik, mental, maupun spiritual. Hal ini berarti pendidikan tidak boleh hanya memaksakan pola tertentu tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan potensi masing-masing individu. Di samping kodrat alam, Ki Hadjar Dewantara juga mempertimbangkan kodrat zaman dalam pendidikan. 

Beliau menyadari bahwa perkembangan zaman membawa perubahan dalam tuntutan dan tantangan yang dihadapi oleh individu maupun masyarakat secara keseluruhan. 

Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh stagnan atau kaku dalam menjawab kebutuhan zaman yang terus berubah. Pendekatan Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan yang mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman menawarkan pandangan yang holistik dan berkelanjutan tentang bagaimana pendidikan dapat menjadi alat untuk membebaskan potensi manusia dan merespons tantangan zaman.


2. Pendidikan yang menuntun siswa

Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan yang efektif haruslah mengedepankan peran guru sebagai pembimbing dan pengarah bagi siswa. Beliau mengajukan konsep pendidikan yang bertujuan untuk membimbing siswa dalam mengembangkan potensi mereka secara holistik, baik dari segi intelektual maupun karakter. 

Pendekatan Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan yang menuntun siswa mencerminkan peran guru sebagai pembimbing yang tidak hanya memberikan instruksi tetapi juga membantu siswa dalam mengembangkan karakter, memahami nilai-nilai, dan menemukan potensi mereka sendiri. 

Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ini, pendidikan dapat menjadi alat yang kuat dalam membentuk generasi yang cerdas, berbudi luhur, dan siap menghadapi tantangan masa depan dengan percaya diri.

3. Pendidikan yang berhamba pada anak

Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan yang berhamba pada anak adalah pendidikan yang menempatkan kebutuhan, kepentingan, dan perkembangan anak sebagai fokus utama dalam proses belajar mengajar. 

Konsep ini sangat penting dalam pandangan beliau terhadap pendidikan yang menghargai dan mengakui bahwa setiap anak memiliki potensi dan keunikan yang perlu dipahami dan dihormati. 

Pendekatan Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan yang berhamba pada anak memberikan pedoman yang kuat untuk menciptakan lingkungan belajar yang mempromosikan pengembangan penuh potensi setiap siswa. 

Dengan menghargai individualitas, memfasilitasi pembelajaran aktif, kolaborasi yang efektif, menghormati kebebasan dan kemandirian, serta pembentukan karakter yang baik, pendidikan dapat menjadi lebih relevan dan bermakna bagi anak-anak dalam mempersiapkan mereka menghadapi tantangan dunia modern.


Perwujudan Menuntun Dalam Konteks Sosial Budaya

Perwujudan konsep "menuntun" dalam konteks sosial budaya menurut Ki Hadjar Dewantara mengacu pada upaya membimbing dan mengarahkan siswa dalam memahami dan menghargai nilai-nilai budaya serta mempersiapkan mereka untuk berkontribusi secara positif dalam masyarakat. 

Guru hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi peserta didik dalam manghargai dan melestarikan budaya daerah, ikut berpartisipasi dalam kegiatan budaya di lingkungan masyarakat. 

Selain itu, proses pembelajaran hendaknya memuat pengenalan nilai -- nilai budaya dan mengintegrasikan mata pelajaran dengan budaya lokal. Misalnya pada pembelajaran matematika menggunakan data ekonomi lokal dalam pembelajaran statistika. 

Siswa dapat mempelajari konsep-konsep seperti median, mean, dan modus, dengan menggunakan data penjualan produk lokal atau hasil pertanian dari daerah mereka. Hal ini tidak hanya mengajarkan konsep statistik tetapi juga memberikan pemahaman tentang kondisi ekonomi lokal sehingga para siswa bisa lebih mengenal dan memahami kondisi sosial daerahnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun