Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Perkembangan Pemikiran Islam dari Masa ke Masa

19 Oktober 2024   14:42 Diperbarui: 19 Oktober 2024   14:51 23 0

Seperti yang diketahui, agama islam merupakan agama yang dibawa oleh nabi kita Muhammad Saw. dari sekitar abad ke 6M hingga sekarang. Periode klasik yang berlangsung berkisar tahun 650-1250 M, Periode Pertengahan, yang berlangsung dari tahun 1250-1800 M, dan Periode terakhir yakni zaman modern, yang dimulai sejak tahun 1800 hingga saat ini. Namun pada saat ini kita akan lebih fokus membahas corak pemikiran dan tantangan perkembangan islam pada periode pertengahan dan juga perkembangan islam di zaman modern.

Corak pemikiran islam di abad pertengahan ini lebih cenderung pada pengupayaan penggabungan antara ajaran islam dengan pemikiran filsafat serta mengkritik beberapa ajaran filsafat yunani saat itu yang dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles.

Sebut saja beberapa pemikir muslim abad pertengahan seperti Al Farabi, Ibnu sina (Avicenna), Ibnu Rusyd (Averroes) dan Al Ghazali yang merupakan ilmuwan muslim terkemuka pada saat itu, mereka berupaya mengkritisi pemikiran-pemikiran yunani serta berupaya menyesuaikan ajarannya dengan ajaran islam.

Hubungan yang erat antara akal dan wahyu merupakan ciri khas filsafat Islam abad pertengahan. Para filosof dari era ini berusaha membuktikan bahwa iman dan akal tidak bertentangan. Mereka membuktikan bahwa akal dan iman saling melengkapi dengan menggunakan rasionalitas dan logika. Dengan menggunakan metode ini menghasilkan pemikiran yang terorganisir dan sistematis.

Tantangan yang menghalangi berkembangnya keilmuan pada masa ini datang dari beberapa ilmuan muslim lain semisal Ibn Quthaibiah yang menyerang para pemikir muslim yang menggunakan sudut pandang filsafat, serta dari faktor eksternal yakni serangan bangsa mongol terhadap umat islam dan juga diperburuk oleh perang salib.

Pada pemikiran islam periode modern terjadi perubahan corak pemikiran yang dikemukakan oleh umat islam. Dimana diketahui, dimasa ini perkembangan keilmuan dikuasai oleh bangsa barat.

Para pemikir muslim pada masa ini tidak lagi mengupayakan penggabungan dasar kelimuan dengan tradisi filsafat yunani. Namun, para pemikir di era ini berupaya melakukan revitalisasi dan menginterpretasi ulang ajaran-ajaran islam agar tetap relevan di era gempuran perkembangan keilmuan barat.

Sebut saja Jamaluddin Al-Afghani yang memulai gerakan pembaruan Islam, dengan gagasan Pan-Islamisme nya. Muhammad Abduh, yang menawarkan gagasan reformasinya, dan juga Muhammad Iqbal mendorong orang untuk berpikir kritis dan mengaktualisasikan potensi diri untuk membantu membangun masyarakat.

Dalam Pan-islamisme, Jamaluddin Al-Afghani menekankan bahwa persatuan umat harus ditegakkan persaudaraannya berdasarkan solidaritas agama dan bukan berbasis etnis atau ras. Al-Afghani merumuskan hal ini dipengaruhi oleh dominasi intensif barat pada masa itu. Dengan lahirnya konsep ini, Al-Afghani mengajak seluruh umat muslim untuk bersatu untuk membebaskan diri mereka dari perjajahan barat.

Muhamad Abduh dengan gerakan reformasinya, yang memandang pendidikan adalah aspek utama untuk memajukan umat. Ia menolak taklid pada pemahaman yang menurutnya menyebabkan kemunduran pada umat islam. Abduh juga mengedepankan pentingnya akal dalam memahami agama. Ia percaya bahwa pemahaman tentang ajaran Islam harus disesuaikan dengan konteks sosial dan budaya saat ini. Selain itu, Abduh juga mendorong umat islam untuk kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah sebagai sumber utama ajaran Islam.

Hal yang sama juga dikemukakan Muhamad Iqbal yang menkritisi pemikiran golongan konservatif Islam yang menolak pembaruan dan ijtihad. Ia melihat bahwa sikap taklid (mengikuti pendapat orang lain tanpa pemahaman) telah menghambat kemajuan umat islam dan mengarahkan umat islam pada fanatisme.

Untuk menyelamatkan agama dari keterpurukan, Islam harus melakukan rekonstruksi pemikiran keagamaan yang menggabungkan tradisi intelektual Islam dengan pencapaian ilmu Barat kontemporer, serta menafsirkan dan menerapkan hukum Islam sesuai dengan perkembangan zaman.

Perdebatan antara kaum modernis dan kaum tradisionalis masih terjadi hingga saat kini.

Kaum modernis yang menganggap bahwa pemahaman islam harus bisa disesuaikan dengan konteks dan budaya seiring perkembangan zaman, untuk menjaga relevansinya di era modern. Selain itu kaum modernis juga berpandangan bahwa interpretasi tradisionalis tidak cukup untuk menjawab tantangan persoalan di era modern. Mereka menginginkan pembaruan pemahaman Islam agar tetap relevan dengan dinamika kehidupan manusia yang selalu berubah.

Disisi lain, kaum modernis sadar bahwa dunia Islam telah mengalami kemunduran dibandingkan dengan peradaban Barat, sehingga mereka percaya dengan adaptasi dan integrasi ilmu pengetahuan modern ke dalam agama Islam dapat melakukan perbaikan pengembangan keilmuan. Selain itu mereka berangapan bahwa pemahaman yang kaku para kaum tradisionalis yang menghambat perkembangan pemikiran islam.

Sementara itu, kaum tradisionalis lebih bersikap hati-hati dan selektif dalam menghadapi permasalahan perkembangan zaman. Mereka menekankan Mereka menekankan pentingnya menjaga tradisi dengan baik. Mereka meyakini bahwa tidak semua tradisi harus ditinggalkan; beberapa diantaranya tetap relevan dan layak dipertahankan.

Kaum tradisionalis juga mengkritisi modernisme murni Barat yang dianggap dapat mengancam nilai-nilai moral dan spiritual Islam. Mereka berusaha untuk mempertahankan ajaran Islam dengan cara yang konsisten dan tidak ingin kehilangan esensi spiritual Islam.


Penutup

Bila dikaji lebih mendalam perdebatan panjang antara umat islam tradisionalis dan modernis, bisa dilihat bahwa sesuatu yang dipersoalkan adalah tentang sudut pandang pemahaman mengenai ajaran islam dimana kaum modernis yang memandang pembaharuan pemahaman diperlukan untuk mendapatkan jawaban atas persoalan-persoalan diera modern yang terkadang tidak menemukan jawaban atas tafsir pemahaman ajaran islam terdahulu yang seringkali ditemui berbeda dengan kondisi lapangan sekarang.

Sedangkan kaum tradisionalis yang cenderung menekankan pemeliharaan atas ajaran islam yang telah ada. Pada akhirnya kaum tradisionalis yang tidak sepenuhnya menolak modernisasi pemahaman ajaran islam dan lebih memilih untuk berhati-hati dalam menghadapi perkembangan persoalan yang ada di zaman modern.

Pada dasarnya baik kaum modernis maupun tradisionalis menghadapi masalah yang sama dalam menghadapi persoalan di era modern ini. Baik kaum modernis maupun tradisionalis memiliki peran penting dalam memastikan relevansi ajaran Islam di tengah dinamika perubahan zaman.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun