Presiden Jokowi menjelang satu bulan pemerintahnya membuat keputusan yang berani dengan mengurangi subsisi BBM pada 17 November 2014. Kebijakan yang tidak populis dan menimbulkan reaksi penolakan dari beberapa elemen masyarakat, yang paling gencar adalah reaksi dari Mahasiswa termasuk di Kota Yogyakarta.Premium bersubsidi dari 6.500menjadi 8.500 dan solar bersubsidi dari 5.500 menjadi 7.500. Pertanyaanya kenapa pemerintah harus mengurangi subsidi BBM sehingga harga BBM bersubsidi naik sebesar 2.000 rupiah per liter? Siapa sebenarnya yang menikmati subsidi BBM selama ini? Apa untung ruginya kebijakan pengurangan subsidi ini?
Sangat sulit menjawab dengan kepala dingin karena BBM merupakan salah satu energi paling mendasar sebagai penggerak roda kehidupan yang berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat luas. Kita meletakkan persoalan ini secara kritis dalam perspektif pembangunan jangka panjang dan tidak terjebak dalam pandangan dari sisi konsumtif yang pragmatis. Argumentasi yang dikemukakan oleh pemerintah seperti dilansir oleh banyak media adalah subsidi BBM selama ini mencapai angka 300 trilyun. Nilai ini sangat besar dibanding alokasi dana pembangunan di bidang militer, pendidikan, dan kesehatan. Dengan logika sederhana, maka alasan mengurangi subsidi BBM menurut data lebih dari 70 % penikmat subsidi BBM adalah orang kelas menengah ke atas, bukan wong cilik atau rakyat miskin.