Gempa super dahsyat berkekuatan 8,9 skala richter mengguncang Jepang pada hari Jum’at siang waktu setempat (11/3/2011) menyebabkan tsunami dahsyat setinggi 10 meter yang menghancurkan dan menghanyutkan apa saja yang dilaluinya di Kota Sedai yang terletak di sebelah timur laut Tokyo. Melihat kedahsyatan tsunami lewat tayangan Televisi NHK Jepang, maka diperkirakan ratusan nyawa menjadi korban keganasan gempa dan tsunami. Bencana nasional yang langsung menerpa ibu kota Jepang – Tokyo, benar-benar melumpuhkan salah satu kota tersibuk didunia tersebut. Kerugian harta puluhan miliar dollar Amerika sudah terbayang di depan mata, maka tak aneh kalau Yen dan Bursa Saham di Jepang langsung berguguran. Itulah fenomena tsunami yang menerpa Jepang.
Di Jakarta hari Jum’at pagi 11 Maret 2011, sebuah serangan ‘Tsunami’ mendadak ke Pusat Pemerintahan Republik Indonesia Jakarta, Istana Kepresidenan sempat lumpuh dalam beberapa saat. Adalah Harian Australia, The Age dan The Sidney Morning HeraldJumat (11/3/2011), memuat berita utama tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Laporan harian itu berdasarkan kawat-kawat diplomatik rahasia kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta yang bocor ke situs WikiLeaks. Yudhoyono secara pribadi telah campur tangan untuk memengaruhi jaksa dan hakim demi melindungi tokoh-tokoh politik korup dan menekan musuh-musuhnya serta menggunakan badan intelijen negara demi memata-matai saingan politik dan, setidaknya, seorang menteri senior dalam pemerintahannya sendiri (11/3/2011) – Kompas.
Serangan mendadak dari Harian Australia bersamaan dengan lawatan Wakil Presiden Boediono mengunjungi Canberra hari ini disamping pertemuan khusus dengan Perdana Menteri Australia – Wayne Swan, Wapres juga berencana berdiskusi dengan para pejabat Australia tentang perubahan administratif untuk mereformasi birokrasi di Indonesia. Adakah hubungan pengangkatan isu di Harian The Age dengan kunjungan resmi Wapres Budiono hari ini ke Australia, atau sekadar kebetulan semata?
Terlepas dari momen kebetulan, atau sebuah kesengajaan ketika pengangkatan isu super sensitif itu bersamaan dengan kunjungan resmi Wapres Boediono ke Australia. Headline berita dari Harian The Age dengan judul Yudhoyono ‘abused power’ benar-benar telah membuat kebakaran jenggot para Pejabat Istana dan para politisi pendukung pemerintah. Serta merta para pejabat, Jubir Presiden, Menlu bahkan Wapres Boediono yang berada di Canberra langsung membuat bantahan keras, dan menganggap bahwa informasi di media itu sekedar sebuah bualan belaka dan merupakan informasi sampah karena hanya bersumber dari WikiLeaks.
Namun anehnya Duta Besar AS, Scott Marciel dalam jumpa pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Kementrian Luar Negeri Jakarta, Jumat (11/3/2011) – Kompas, memberi pernyataan yang cukup diplomatis bahwa: "Laporan tersebut bukan mengeskpresikan kebijakan maupun putusan akhir dari kebijakan dan tidak bisa dijadikan bukti yang benar. Dokumen tersebut tidak bisa dilihat berdiri sendiri atau mewakili sikap pemerintah AS." Maksud dari pernyataan Pak Dubes AS ini lebih untuk menjaga perasaan Pemerintah dan publik Indonesia, bahwa pemerintah AS tidak bermaksud ikut mencampuri perpolitikan di Indonesia. Namun substansi kebenaran dari berbagai kawat-kawat diplomatik rahasia kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta yang bocor ke situs WikiLeaks, tidak ada satupun yang diingkari oleh Scott Marciel.
Kejadian ini sebenarnya tidak terlalu istimewa karena Pendiri WikiLeaks – Julian Paul Assange adalah seorang jurnalis asal Australia. Sampai kini model publikasi WikiLeaks yang mengumbar berbagai informasi super sensitif terutama karena berasal dari kawat-kawat diplomatik rahasia kedutaan besar Amerika di seluruh dunia, tetap menjadi perdebatan sengit bagi seorang ahli, pengamat dan praktisi jurnalistik. Dalam dunia jurnalistik kita kenal dengan jurnalisme investigasi, sebuah upaya laporan jurnalistik untuk mengungkap sebuah rahasia. Bahkan secara ekstrim Julian Paul Assange, berargumentasi bahwa transparansi yang terang-benderang dapat membentuk masyarakat yang lebih baik bagi semua.
Argumentasi ini sendiri menimbulkan pertanyaan mengapa pemerintah harus menyimpan rahasia dan apakah alasan yang diberikannya dapat dibenarkan? Selama ini tugas menyimpan rahasia negara acap kali dibebankan kepada dinas intelijen. Tujuan penyimpanan rahasia ini pertama, untuk menjaga agar upaya perolehan informasi tetap dapat berlangsung secara efektif. Kedua, untuk melindungi identitas serta kegiatan seorang agen intelijen sehingga keselamatannya dapat dijamin. Ketiga, informasi dari pemerintah atau dinas intelijen asing yang sifatnya rahasia tetap perlu dijaga untuk menjaga rasa rikuh atau enggan para informan-nya di masa depan. Namun logika inipun ditampik oleh pendiri WikiLeaks, bahwa seringkali pemerintah di banyak negara berusaha menyimpan sesuatu rahasia yang jauh lebih penting dari rahasia itu sendiri, atau tidak ada hubungannya dengan kepentingan Negara atau publik yang lebih luas, namun lebih untuk melindungi karier politikus dan birokrat tertentu.
Selanjutnya, tentang kebenaran isi dari Harian Australia, The Age dan The Sidney Morning HeraldJumat (11/3/2011), yang memuat berita utama tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saya persilahkan pada sidang pembaca untuk lebih mencermati isi beritanya secara utuh, jernih dan tidak harus reaktif seperti para pejabat dan politisi kita…..
Twitter: @rofiq70
FB:arofiq aja