Sang Indonesianist William Liddle berkeyakinan bahwa pergolakan dan krisis politik di negara-negara Timur Tengah tidak akan merembet ke Indonesia. Pengamat politik Indonesia dari Universitas Ohio University ini memberikan keterangan ketika sedang berkunjung di Jakarta (inilah.com; 31/1/2011):
"Pasti tidak akan merembet. Karena Indonesia kondisinya sekarang tidak sama dengan di sana. Seharusnya ada dampak dari demokrasi di Indonesia ke Timur Tengah, bukan sebaliknya. Tapi sayangnya negara Timur Tengah tidak mau meniru Indonesia. Meski mayoritas muslim terbesar ada di sini," ungkap Liddle. Kemudian Liddle menambahkan bahwa:
"Saya tidak mau menyamakan Indonesia sekarang dengan Tunisia dan Mesir. Indonesia dibandingkan dengan Tunisia tidak ada kesamaan. Indonesia sekarang sudah demokratis. Anda boleh saja berdebat soal demokrasi di Indonesia, tapi faktanya Indonesia sudah menjadi negara demokratis. Di sini, rakyat sudah memilih gubernur dan kepala daerah secara langsung. Tapi bahwa itu belum berjalan sebagaimana mestinya itu soal lain lagi." William Liddle dapat diibaratkan sebagai pawangnya Politik Indonesia. Artinya kalau sang Pawang menyatakan tidak ada alasan yang kuat bahwa krisis di negara-negara Timur Tengah akan merembet ke Indonesia. Maka sedikit banyak juga dapat lebih memberikan ketenangan publik dan pasar. Kita sudah melalui masa krisis itu pada tahun 1998. Jadi kalau toh ada protes skalanya tentu tidak akan semasif di Tunisia atau Mesir, namun protes tersebut lebih merupakan koreksi terhadap kebijakan pemerintah dan ekspresi dari demokrasi. Namun pagi-pagi Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla(JK) sudah memperingatkan bahwa pemerintah harus mampu mengelola negara ini dengan baik. Bila tidak ancaman aksi
people power seperti di Mesir dan Tunisia bisa melanda Indonesia kapan saja. Pernyataan ini terlontar JK ketika menghadiri acara HUT Apindo di Hotel Kempinski, Jakarta (Okezone, 31/1/2011), berikut petikannya:
"Bisa menjalar ke Indonesia. Karena Indonesia kebebasan banyak dan bahkan berlebih. Tunisia begitu, meskipun tidak miskin, tapi korup. Mesir juga begitu, tidak ada kebebasan. Ada KKN/korup, meningkatnya kemiskinan dan pengangguran, atau gejolak pangan. Mesir dan Tunisia itu karena pengaruh pangan." Dalam hemat JK,pergolakan dan krisis politik di Mesir dan Tunisia dipicu paling tidak oleh tiga hal, yaitu: minimnya kekebasan atau demokrasi, KKN dan korupsi yang merajalela, dan adanya krisis ekonomi. Makanya Indonesia juga tetap harus waspada karena diantara tiga hal tersebut, kita sedang mengalami dua hal diantaranya, yaitu: merajalelanya KKN dan korupsi serta adanya krisis ekonomi, meskipun skalanya tentu tidak separah Tunisia dan Mesir. Ungkapan lebih baik sedia payung sebelum hujan tentu lebih bijaksana. Daripada tanpa antisipasi ternyata keadaan kita sudah separah negara-negara arab. Maka dampaknya akan lebih parah, dan tentu yang paling banyak harus berkorban unjung-ujungnya ya rakyat juga. Twitter: @rofiq70 FB: arofiq aja
KEMBALI KE ARTIKEL