Si Pitung nyengir sambil memelintir ujung kumisnya yang kriting, melengkung mengotori bibir pucat yang terpoles sambal pete meitin mpok Suleha. Angin September, sejuk walau kotor memporakporanda onggokan sampah di sepanjang pesisir Sunda Kelapa. Di tengah gang sempit sekelompok bocah sibuk memamerkan kostum keseblasan sesuai versi setiap mereka.
Tetapi semua itu tidak mempengaruhi arti nyengir si Pitung. Makna nyengirnya tidak berkaitan dengan kriting kumisnya. Dan juga tidak oleh mpok Suleha yang suka mesem padanya dan melirik jenaka malu-malu ala kucing gendut pasar loak Tanahabang. Nyengir si Pitung bermakna politis gaya reformasi kebablasan yang merdeka, sebebas serpihan sampah yang diterbangkan angin September menambah kelabu langit Betawi.