Ada suka, duka, tawa, pilu, dan sebagainya.
Beberapa di antaranya, bisa disimak dalam catatan harian ojol di blog ini sejak kali pertama daftar pada 2019 silam.
Namun, yang konyol, baru saya alami. Tepatnya, Jumat (25/10) di SPBU COCO Kuningan 31.129.02, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Ini salah satu SPBU favorit saya. Pertama, letaknya strategis di jantung ibu kota.
Bisa bayar nontunai, QRIS dengan berbagai dompet digital. Alias, kalo ga megang cash, saya tetap dapat isi bensin di sini.
Beda dengan mayoritas SPBU lainnya di Jabodetabek yang jarang menerima pembayaran nontunai. Selain itu, ada ATM dan isi angin gratis.
Dan, tak kalah pentingya, toilet yang tidak berbayar. Alias, gretongan.
Ga ada tuh, penjaganya seperti di SPBU Pertamina lainnya, baik yang COCO atau franchise. Atau, meski sudah dipasang selebaran "Toilet Gratis" tapi masih dikasih opsi kotak amal/kencrengan di depan pintu masuk.
Mayoritas SPBU Pertamina memang toiletnya berbayar. Padahal, sudah ada himbauan gratis.
Namun, namanya manusia ya mana mau rugi. Misalnya, yang sering saya alami di SPBU Daan Mogot, Zainul Arifin, Abdul Muis, Gatot Subroto, Pasar Minggu, PIK, dan banyak lagi.
Itu mengapa, SPBU Kuningan ini jadi favorit saya dan juga rekan-rekan ojol lainnya. Kami berasa rugi harus bayar Rp 2.000 untuk oknum petugas yang malas, ga mau cape kerja tapi cuma ingin uangnya aja seperti kang parkir liar, pak ogah, anggota ormas, dan makhluk sampah lainnya.
Mending kalo rajin bersihin. Ini, rata-rata toilet bayat yang ada penunggunya malah kotor dan jorok.
Kerja woi, tangan di atas lebih baik ketimbang jadi patung depan toilet nungguin kotak amal! Ha... Ha... Ha...
Kasih Rp 2.000 penjaga toilet SPBU ga bikin Anda miskin. Demikian kata orang tolol.
Padahal, sudah ada aturannya sejak 2021 Â bahwa setiap toilet SPBU wajib gratis. Itu terkait bentuk layanan kepada pengendara yang isi BBM.
Faktanya?
Toilet SPBU di Jakarta yang benar-benar gratis, hanya segelintir. Salah satunya, di Rasuna Said.
Hanya, sebagaimana proyek atau apa yang dibangun pemerintah ya gitu deh. Bisa membuat tapi ga pandai merawat.
Pemerintah, gitu lho!
* Â Â Â * Â Â Â *
MALAM itu, saya sangat mules. Akibat beberapa jam sebelumnya makan seblak di kawasan Tebet dengan full topping, termasuk tulang ayam yang renyah.
Sambalnya? Top level. Alias pedas banget.
Saya memang penikmat pedas. Makan apa pun kalo ga pedas, terasa kurang.
Meski itu santapan mewah dan mahal di restoran ternama, tapi kalo ga ada sambal ya hambar. Mending makan di pinggir jalan atau warung emperan seperti seblak yang cukup Rp 15.000 sudah melimpah.
Usai mengantar pesanan di daerah Setiabudi, saya melipir ke SPBU Rasuna Said. Suasana masih ramai meski sudah larut.
Mungkin efek Jumat, hari terakhir kerja yang besoknya libur Sabtu dan Minggu.
Toiletnya ada dua. Pria dan wanita.
Yang pria dipisah untuk buang air besar (bab) dan buang air kecil atau pipis.
Bab berisi dua bilik kamar dengan pilihan jongkok dan duduk. Untuk pipis ada tiga urinoar.
Kondisi sepi. Tancap gas.
Saya pun masuk ke toilet jongkok di ujung. Cek keran, airnya nyala. Oke.
Ga lama berselang, di sebelah ada yang masuk. Tapi, kok heboh.
"Airnya ga nyala nih," teriaknya.
"Saya juga mau cebok ga bisa," kata pengunjung toilet lainnya yang baru selesai pipis.
"Lah, saya kira di tempat wudu aja. Tadi ke sana kering. Ga tahunya, di sini sama aja," timpal yang baru masuk.
Hmm...
Kok, perasaan saya jadi ga enak.
Saya tekan selang, bergeming. Bahkan, setetes pun, ga keluar.
Pencet flush di atas toilet jongkok, sama. 11 dan 12.
"Matilah, gw!" ujar saya dalam hati. Sebab, saya masih berlangsung bab dan belum sempat dibilas.
Dibilang panik sih ga. Tapi, disebut ga panik ya ga juga.
Maklum, seumur-umur ke toilet SPBU, ini pengalaman perdana airnya ga keluar. Cuaca yang dingin habis hujan jadi ga berefek akibat insiden ini.
Bulir keringat sebesar jagung pun menghinggapi wajah saya. Bingung juga, euy.
Namun, saya berusaha untuk tenang. Saya tanya sebelah, katanya semua toilet pria dan wanita, wastafel, serta tempat wudu ga keluar airnya.
Udah dikonfirmasi petugas SPBU. Rata, ga ada air.
Yang lain juga udah tanya petugas SPBU. Jawabannya sama.
Entah airnya habis atau error.
Waduh...
Saya berinisiatif buka google maps terkait info SPBU ini. Siapa tahu bisa menghubingi manajernya langsung.
Ada nomor telepon, 0211500000.
Namun, saya coba hubungi ga bisa. Aneh!
Ga mungkin juga saya telepon pemadam kebakaran. Satu-satunya instansi terbaik di negeri ini yang anggotanya benar-benar kerja.
Instansi lain? Ebuset, ga ada yang guna!
Akhirnya saya buka website pertaminaretail(com). Ga ada info juga terkait SPBU tersebut.
Di bawah website-nya, ada callcenter 135. Saya hubungi dong.
Hanya, jawabannya normatif. Petugasnya bilang ga punya nomor telepon pengelola SPBU tersebut. Meminta saya untuk menunggu untuk dilanjutkan keluhannya.
Hanya, obrolan terputus. Durasi telepon 5 menit, 4 detik. Saya cek pulsa, sisa Rp 970 dari 7.900. Alias, telepon ga guna itu memakan pulsa saya hingga Rp 6.930!
Apes dah.
Kirain gratis. Ternyata, telepon callcenter Pertamina kena pulsa.
Pantas, perusahaan besar ini rugi terus dibanding negara tetangga yang untung besar. Manajemennya buruk.
Masyarakat mau hubungi aja wajib bayar. Harusnya, callcenter itu bebas pulsa.
Begini nih perusahaan milik negara kalo dijalankan orang yang ga kompeten. Padahal, Petronas milik Malaysia yang usianya jauh lebih muda, untung besar.
Indonesia Emas?
Cemas, kali... Hahaha!
Hampir setengah jam terjebak di toilet membuat saya kesal. Mau keluar, jelas ga bisa karena usai bab belum dibilas.
Bertahan di dalam, ga guna juga. Ha ha ha. Apes!
Situasi ini mengingatkan saya saat dulu membaca novel Romance of the Three Kingdoms. Tepatnya, ketika Cao Cao galau usai kalah dari aliansi Sun Quan - Liu Bei dalam pertempuran Tebing Merah.
Maklum, doi bingung. Mau lanjut nyerang ke selatan, tapi pasukannya tinggal sedikit.
Hendak kembali ke Xuchang, ibukota Dinasti Han, tapi malu. Itu akibat Cao Cao sudah pede ingin meratakan Wu dan menangkap Liu Bei.
Pada akhirnya, opsi kedua yang dipilih Cao Cao. Sekaligus, menandai akhir dari invasi ke selatan dalam hidupnya.
Situasi ini juga berkolerasi dengan yang dialami Presiden Prabowo Subianto terkait IKN dan Makan Bergizi Gratis yang sudah dicetuskan sejak kampanye. Mau diteruskan, tapi APBN menipis.
Ga dilanjutkan, udah kadung malu. Secara, temanya saat kampanye berkelanjutan dari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)
Hasilnya?
Entahlah.
Makanya, kalo kampanye jangan muluk-muluk. Janji-janji surga, ini gratis, itu gretongan. Ketika sudah menjabat, akhirnya kepusingan untuk melaksanakannya.
Ini tidak hanya dialami Prabowo saja. Melainkan, calon kepala daerah lainnya dalam pilkada serentak bulan depan.
Sebagai rakyat, kita wajib menagih janji mereka. Kawal terus programnya, agar jangan melenceng.
Eh, ini soal terjebak di toilet ya. Kenapa harus dikaitkan dengan politik?
Yupiii! Secara, politik itu memang bagian dalam kehidupan bernegara.
Kita ga boleh apolitis. Sebagai warga negara, punya hak untuk bersuara sesuai UUD 1945.
* Â Â Â * Â Â Â *
SAYA percaya keajaiban itu nyata. Contohnya, dalam sepak bola ketika secara dramatis Manchester United juara Liga Champions 1998/99 diikuti Liverpool pada 2004/05.
Momen apakah itu? Intinya, juara lah.
Silakan googling. Btw, saya Juventini alias fan Juventus.
Lanjut. Dalam keseharian, keajaiban itu bisa dalam bentuk pertolongan.
Ini yang dialami saya usai kebingungan menghadapi air yang tidak menyala di toilet SPBU.
Ketika masih bergulat dengan pemikiran bagaimana bisa keluar dari situasi konyol ini, pintu toilet diketuk. Malaikat tak bersayap yang tidak saya lihat mukanya pun hadir.
"Bang, udah cebok belom?"
"Belom bro. Gw masih di dalam. Airnya ga nyala."
"Ini bang, gw bawa air mineral botol. Cukup untuk bilas."
"Siap, bro. Makasih ya."
Saya pun membuka dikit pintu toilet. Tampak tangan menjulurkan sebotol air mineral ukuran besar.
Masih disegel. Dingin pula.
Kayaknya, bro ini baru beli di minimarket yang ada di SPBU. Sontak, saya langsung menyambut botol tersebut.
"Berapa bro?"
"Ga usah bang."
"Eh, jangan bro. Ini gw bayar," kata saya sambil menarik selembar uang Rp 10.000 untuk ganti air tersebut.
"Ga apa-apa bang. Pake aja. Maaf itu dingin ya. Adanya kayak gitu aja," ucap orang tersebut sambil keluar.
Lah, saya pun bingung.
Mau kejar, tapi lagi ga mengenakan pakaian. Alias telanjang karena baru selesai bab.
Ga dikejar, ga enak karena sudah dibeliin air mineral botol ukuran besar. Saya juga punya hati.
Udah dibeliin air mineral, masa ga bayar. Jadi, saya pun langsung bilas.
Sumpah kaget juga. Secara air mineral botolnya benar-benar dingin.
Selesai, saya langsung keluar. Cari malaikat tak bersayap tersebut.
Hanya, nihil. Sebab, udah tengok kanan dan kiri, ga ketemu.
Di parkiran motor juga ga ada. Pun demikian saat saya tanya ke pengunjung toilet yang hendak masuk.
Saya hendak nanya ke beberapa petugas SPBU yang sedang mengisi BBM ke kendaraan. Namun, ga enak. Secara, mereka sibuk. Belum tentu memperhatikan situasi di toilet.
Yasudahlah. Yang bisa saya lakukan saat itu memotret sekeliling toilet di SPBU.
Terima kasih untuk orang baik yang sudah membelikan air mineral botol kemasan besar. Anda adalah malaikat tak bersayap bagi saya.