Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Catatan Film Tahun 2011: Gempuran Film Horror Berbau Esek-esek Ditengah Lesunya Penonton

24 Desember 2011   19:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:47 1355 0
[caption id="attachment_151105" align="aligncenter" width="382" caption="Sang Penari, Film Bagus yang kurang menyedot penonton"][/caption] Sepanjang tahun 2011 ini, industri perfilman nasional agak meredup. Kurangnya animo masyarakat untuk menyaksikan film Indonesia di Bioskop menjadi penyebab lesunya industri bisnis ini. Salah satu faktornya adalah semakin merajalela kepingan vcd dan dvd bajakan yang beredar luas di setiap sudut kota. Terutama untuk kalangan masyarakat kebawah serta pelajar, mahasiswa atau anak muda seperti saya. Tentu menonton di Bioskop adalah pilihan paling buncit selain untuk keperluan sehari-hari, bayar kostan, beli pulsa atau kumpul bareng teman. Selain itu, ada beberapa hal lainnya yang membuat malas masyarakat untuk menyaksikan film nasional, yaitu imbas dari diblokirnya impor film luar negeri serta kurangnya promosi dari pelaku film yang kadang terkesan asal-asalan saja. Hingga tidak menyentuh ke lapisan bawah, terutama bagi mahasiswa dan pelajar. Tercatat, dari beberapa film yang saya tonton, hanya film Sang Penari dan Garuda di Dadaku 2, serta Hafalan Shalat Delisa yang baru saya saksikan saja yang layak diacungi jempol. Sisanya nihil, yakni pergi ke bioskop sekadar ingin cuci mata atau menikmati sejuknya ruangan ac bersama pacar, dan sama sekali tidak menyaksikan film yang sedari awal sudah dapat ditebak isi ceritanya. Ini tidak hanya dirasakan oleh saya sendiri, banyak lagi kawan, baik dari Kampus, kerjaan, maupun satu tongkrongan, yang dahulu amat giat untuk menyaksikan film nasional, kini semua pada menyatakan enggan. Berkebalikan dengan film dari luar negeri, seperti "Transformer: Dark of the Moon", "Kungfu Panda", juga "Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2" yang sangat ditunggu-tunggu kehadirannya. Bukan berarti saya sendiri tidak nasionalis, namun itulah yang terjadi di lapangan. Kenyataannya memang film Indonesia kurang begitu bersaing dengan film luar negeri, sebagai contoh saja barusan, setelah usai mengantarkan Bibi dan beberapa Famili ke gereja, saya, adik dan tiga saudara sepupu pergi ke bioskop di Bandung Super Mall (BSM). Rencana awalnya saya ingin menyaksikan film "Hafalan Shalat Delisa" karena ada idola saya, Nirina Zubir dan Fathir Muchtar. Namun entah mengapa, sesampainya disana, Saudara Sepupu yang masih Sma ingin menonton film "Sherlock Holmes" yang dibintangi oleh Robert Downey Jr. Belum lagi ada Saudara sepupu lainnya yang kepincut ingin melihat aksi Tom Cruise di "Mission Impossible: Ghost Protocol". Nah ini menjadi handicap, saat tiga pilihan menyatu diantara kami berlima, satu film lokal di kepung dua film luar yang memang sangat bagus, dibintangi aktor kawakan serta promosi yang besar-besaran. Apalagi saat pilihan mengerucut dengan dua film yang tersisa, yakni Hafalan Shalat Delisa dan MI: Ghost Protocol. Tentunya menjadi Head-to-Head yang sama sekali tidak berimbang, siapa yang tidak ingin menyaksikan aksi Tom Cruise? Akhirnya setelah urun rembug, dapat juga kami menonton film Hafalan Shalat Delisa itu, setelah menang suara tiga berbanding dua. Mungkin karena saudara sepupu saya menghormati saya dan adik sebagai tamu yang datang dari Jakarta, jadi agak segan untuk tidak menyetujuinya, meskipun saat didalam bioskop tetap tak lupa meledek saya yang sok nasionalis. Namun setelah keluar dari pintu bioskop, kami berlima pun tersenyum puas, karena apa dilakukan Nirina Zubir saat memerankan Ummi Salamah, sungguh menawan dan mampu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi ketika gempa dan tsunami melanda Aceh tujuh tahun lalu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun