Sejak Jokowi bersama keluarga dan rombongan, Minggu (6/7/2014), berangkat ke tanah suci Mekah untuk melakukan ibadah Umrah, banyak pemberitaan di media online yang ditanggapi komentar 'miring' oleh pembacanya. Dari mulai mempertanyakan waktu Umrah yang sangat singkat hanya 2 hari hingga distempel sebagai pencitraan belaka saat masa tenang menuju hari pencoblosan 9 Juli lusa.
Fahri Hamzah (FH), elit dari PKS, yang sepertinya mempunyai dendam kesumat entah apa pada seorang Jokowi-pun akhirnya tidak tahan juga untuk tidak berkicau di akun twitternya. Menurutnya ibadah Umrah yang saat ini dilakukan oleh Jokowi hanyalah pencitraan saja di masa tenang pilpres ini, yang menarik lagi dan ini yang membuat saya tergerak untuk menulis artikel ini, mempersoalkan kain ihram yang digunakan oleh Jokowi saat melakukan prosesi Umrah.
"Kalau sudah niat Umrah, berpakaian ihram harus di sebelah kanan....", itu sebagian komentarnya yang saya kutip. Jika seorang FH berkata seperti itu berdasar foto yang dia unggah juga di akun twitternya, jujur saya merasa kasihan dengan komentarnya. Terus terang saya jadi bertanya di dalam hati; "seorang FH ini sebenarnya pernah melakukan ibadah Umrah atau belum ya?".
Saya pertama kali ber-Umrah tahun 2009 bersama anak dan istri, tahun 2010 saya berhaji, juga bersama anak dan istri. Kemudian tahun-tahun berikutnya saya tetap melakukan ibadah Umrah hingga kemarin April 2014, saya dan istri menjadikan ibadah Umrah setiap tahun sebagai yang kami namai "tamasya batin tahunan", Insya Allah akan kami tetap lakukan hingga kami tidak mampu lagi untuk melakukan.
Saya bercerita tentang Umrah saya, karena agar ada konsistensi komentar saya dengan pernyataan dari seorang FH di atas. Jika seorang FH mengatakan bahwa Jokowi salah cara memakai kain ihram karena yang terbuka adalah pundak kiri Jokowi hanya berdasar kepada foto tersebut, seharusnya FH, jika tidak dilandasi dari rasa sirik dan dengki, mencari tahu dulu aktifitas apa yang dilakukan Jokowi dari foto tersebut sebelum memberikan komentar.
Selama saya ber-Umrah sejak 2009 hingga April 2014 kemarin, tidak pernah pembimbing Umrah saya setelah saya memakai kain ihram dan mengambil niat untuk ber-Umrah, kemudian melarang saya menutup kedua pundak saya atau membuka salah satu pundak (kanan atau kiri) saya dengan kain ihram bagian atas tersebut. Yang ingin saya katakan adalah tidak seperti yang dinyatakan oleh FH, bahwa setelah ber-ihram dan mengambil niat ber-Umrah, kemudian seterusnya kita harus membuka pundak kanan kita hingga nanti selesai ber-Umrah.
Kecuali pada saat kita melakukan Thawaf (berjalan mengelilingi Kabah sebanyak 7 putaran), disitulah diharuskan pundak sebelah kanan terbuka dan pundak sebelah kiri tertutup oleh kain ihram. Setelah Thawaf kemudian melakukan Sa'i (berjalan antara Syafa dan Marwah sebanyak 7 kali pulang pergi), maka bebas lagi kita menggunakan kain ihram bagian atas tersebut, apakah untuk menutup semua pundak, atau hanya menutupi pundak kanan atau kiri.
Kesimpulannya adalah pernyataan FH itu 100 persen ngawur, dari foto yang diunggah di akun twitternya, jelas bahwa Jokowi sedang berbicara entah dengan siapa di (kemungkinan besar) dalam lobby hotel, artinya Jokowi tidak sedang melakukan proses Thawaf di dalam Masjidil Haram, artinya tidak ada keharusan pundak sebelah kanan Jokowi terbuka, apalagi jika saat itu Jokowi belum mengambil niat untuk ber-Umrah.
Kemudian dengan komentar FH yang mengatakan bahwa Jokowi ber-Umrah itu hanya pencitraan saja di masa tenang pilpres ini....., Subhanallah....., entah 'rasa' apa yang ada di hati seorang FH, orang yang sedang melakukan ibadah-pun, di mata seorang FH tetap dipandang sebagai hal yang hina....., Subhanallah. Padahal FH seorang muslim dan duduk di jajaran elit partai yang katanya partai Islam, tetapi kenapa merasa tidak nyaman ada saudara sesama muslim sedang melakukan ibadah ke-Islaman, malah dicela dan disepelekan?
Sepertinya jika hanya pencitraan, rasanya seorang Jokowi, dari yang saya pahami, tidak akan melacurkan agama demi kekuasaan seperti yang dilakukan FH sendiri juga termasuk partainya. Insya Allah niat Jokowi tulus beribadah, jika dalam tujuan ber-Umrahnya, Jokowi berharap untuk kemenangan dirinya, kemenangan koalisinya, kemenangan bangsa dan rakyat Indonesia....., menurut saya tidak ada yang salah, apakah salah jika berdoa atas keinginan kita yang baik?
Selain itu, mungkin Jokowi ingin mencari ketenangan batin setelah penat sebulan penuh berkampanye, ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, memohon apa yang menjadi harapan dari seorang Jokowi dengan cara langsung berkunjung dan bertamu ke rumah Allah di Mekah. Apakah hal tersebut salah? Tidak ada yang salah. Apakah hal tersebut berlebihan? Selama kita bisa dan mampu, tidaklah berlebihan.
Saya bersama anak dan istri, setiap tahun beribadah Umrah karena mempunyai tujuan mencari ketenangan batin dan hal itu memang saya dapatkan setelah kembali dari ber-Umrah. Hal terpenting lagi adalah, saya ingin membawa anak saya ber-Umrah agar dapat berdoa dan memohon untuk kesembuhan penyakit anak saya langsung meminta kepada-Nya dan di rumah-Nya.
Apakah yang saya lakukan ini salah? Apakah yang saya lakukan ini berlebihan? Itu maka saya bisa mengatakan apa yang dilakukan oleh seorang Jokowi adalah banyak juga dilakukan oleh orang lain. Jika seorang FH tidak bisa berpikir yang mudah ini dan lebih nyaman memilih berkata nyinyir, bahwa apa yang Jokowi lakukan itu adalah sekedar pencitraan....., maka perlu dipertanyakan kewarasan seorang FH.