Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Rumah Kami, Neraka Kalian!

15 April 2013   16:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:09 4159 6

Hari yang dinanti publik sepakbola Sleman akhirnya tiba. Hari Minggu, 14 April 2013, pertandingan antara PSS Sleman melawan Persibangga Purbalingga yang didaulat sebagai laga pembukaan kompetisi Divisi Utama PT. LPIS  akhirnya dihelat di Stadion Maguwoharjo.

Menginjak pukul 17.30 WIB, tingkat kepadatan pelataran parkir Stadion Maguwoharjo tampak sudah cukup tinggi. Sementara itu, di sisi timur laut, beberapa bus, mobil, motor dengan plat nomor berkode R yang menandakan kehadiran suporter dari Persibangga Purbalingga juga telah berjajar rapi dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Bagi saya pribadi, kondisi ini di luar perkiraan. Pertandingan baru akan dimulai dalam tempo 90 menit lagi, namun jumlah penonton yang hadir sudah sedemikian banyak. Terlebih dengan harga tiket pertandingan PSS Sleman yang relatif mahal, yaitu Rp. 20.000 untuk Tribun Utara-Selatan, Rp. 30.000 untuk Tribun Timur, Rp. 50.000 untuk Tribun Barat membuat antusiasme penonton ini tampak menyalahi logika ekonomi. Sebagai perbandingan, tiket pertandingan termurah dari Persiba Bantul yang bertanding di Indonesia Premier League dan PSIM Yogyakarta yang berkompetisi di Divisi Utama PT.LI hanya dipatok seharga Rp.15.000 saja. Itupun dengan tingkat kepadatan stadion yang sedang. Entah karena faktor apa, yang jelas PSS Sleman pantas bersyukur, karena meskipun tim yang berusia paling muda di antara ketiga klub tadi namun mereka telah mampu menjadi magnet bagi publik Sleman dan sekitarnya.

Sementara suasana di tribun yang semakin padat dan berdesak-desakan hingga tidak sedikit di antaranya yang tidak mendaoat tempat duduk, para flare man telah bersiap untuk menarik sumbu cerawat yang mereka bawa. Sembari menunggu diputarnya FIFA Anthem yang akan menjadi penanda untuk menyalakan cerawat, terdapat satu pemandangan menarik di Tribun Timur sektor selatan dimana terdapat beberapa terdapat beberapa wanita yang ikut menggenggam cerawat di tangan mereka. Menarik, karena ini menjadi pemandangan yang tidak lazim di ranah suporter sepakbola yang selama ini dikonstruksikan sebagai wilayah kaum pria. Menarik, karena mereka pun tetap tampak begitu cantik dalam balutan busana casual mereka.

Pertandingan diawali dengan seremonial tendangan bola pertama yang dilakukan oleh Bupati Sleman. Sejenak setelahnya, barisan pemain kedua tim mulai memasuki lapangan. Serentak bunyi sumbu cerawat yang terlepas pun saling bersahutan. Di setiap sisi stadion, nyala merah terang dari cerawat tersebar dimana-mana. Stadion Maguwoharjo terbakar pada malam itu. Stadion Maguwoharjo seolah menjadi ‘neraka’ yang berpindah ke bumi bagi para lawan Elang Jawa. Asap tebal mengepul di seantero stadion seiring nyala cerawat yang mulai redup sehingga membuat jarak pandang hanya mencapai 10 meter. Belum selesai rasa kaget, takut dan takjub yang menyeruak di antara para penonton umum, lantunan lagu Indonesia Raya yang diikuti lagu Bagimu Sleman (disitir dari lagu Bagimu Negeri) pun semakin membuat atmosfer di stadion terasa begitu menggetarkan emosi. Semangat yang menggebu meskipun dengan suara serak dan terbata akibat asap cerawat, tidak membuat mereka yang hadir ragu untuk ikut melantunkan lagu tersebut semampu mereka. Suasana yang setiap diingat akan selalu membuat kagum dan kaki ini bergetar...

Di lapangan, pertandingan kembali berjalan dalam tempo sedang. Pada menit 46, PSS Sleman mendapat tendangan bebas dari sisi kanan pertahanan lawan. Tendangan yang dilakukan oleh Wahyu Gunawan mampu diteruskan oleh Anggo Julian ke dalam gawang Persibangga Purbalingga tanpa mampu diantisipasi oleh kiper lawan. Tertinggal dua gol memaksa lawan bermain lebih terbuka dan berani keluar menyerang. Kondisi ini justru membuat PSS Sleman mampu lebih mengembangkan permainan karena tidak lagi berhadapan dengan pertahanan berlapis. Disisi lain, serangan lawan juga semakin membahayakan. Namun demikian, hingga laga berakhir, kedudukan tetap 2-0 untuk pasukan Elang Jawa.

Seperti yang sudah-sudah, begitu pertandingan berakhir, puluhan cerawat kembali dinyalakan. Kali ini tidak saja oleh suporter PSS Sleman, namun juga suporter Persibangga Purbalingga. Terdapat hal yang menarik ketika mengamati perubahan sikap penonton di Sleman. Dua musim yang lalu, mayoritas penonton di Tribun Timur dan Barat biasanya akan segera pergi meninggalkan tempat duduknya begitu pertandingan berakhir. Namun kini, penonton di tribun tersebut bahkan mau bertahan lebih lama setelah pertandingan berakhir. Mereka masih menunggu dan menikmati momen-momen saat cerawat dan bom asap dinyalakan, saat lagu Bagimu Sleman kembali dilantunkan, dan saat para pemain PSS Sleman berjalan mengelilingi lapangan sebagai wujud terima kasihnya atas dukungan yang diberikan. Ya, Stadion Maguwoharjo kini menjadi rumah yang ramah bukan saja bagi mereka penggemar sepakbola Sleman, namun juga anak-anak, kaum wanita, hingga keluarga. Namun satu yang pasti, Stadion Maguwoharjo akan selalu menjadi ‘neraka’ bagi lawan-lawan yang menyambangi markas Elang Jawa ini.....

Kotabaru, 15 April 2013

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun