Bertengkar dengan pikiran yang kadang sulit untuk memproduksinya dalam ucapan yang penuh santun. Mungkin cukup gampang bagi mereka yang sudah menghasilkan ratusan bahkan ribuan karyanya dalam menulis. Ratusan buku pun sudah diterbitkan dan diedarkan di mana-mana.
Betapa karya besar mereka sungguh memberi energi yang besar terhadap perubahan sebuah bangsa. Sungguh sebuah pekerjaan mulia yang membutuhkan proses perenungan yang amat dalam. Bahkan waktu yang harus dikorbankan untuk menginternalisasikan pikiran lewat karya-karya berarti.
Saya selalu menyakini, mereka yang sudah menghasilkan karya terbaiknya memang patut untuk diberikan apresiasi. Bahwa, mereka melewati begitu banyak tantangan dan rintangan dalam menulis. Bahkan berkali-kali gagal menembus berbagai wadah kepenulisan dengan tingakat apresiasi yang sungguh amat ketat.
Saya juga yakin, mereka pernah ditolak, bahkan dikritik tulisannya oleh pembaca karena tidak memberikan sentuhan yang amat berarti dan menyenangkan batin pembaca. Tetapi itulah proses. Jalan berliku selalu pasti ada.
Saya juga yakin, mereka yang sudah diaku kepenulisannya adalah mereka yang tidak pernah lelah untuk terus melahap bacaan-bacaan memberikan sumber inspirasi. Membaca buku memang sangat penting, butuh semangat yang menyala-nyala yang tumbuh dari dalam diri. Semangat itulah yang diejahwantahkan dalam sebuah kebiasaan yang terus dirawatnya hingga akhir hayat.
Proses Perenungan
Awal saya menulis, hanya mencoba membaca buku seadanya. Berkali-kali bahkan kadang rehat dalam waktu yang lama. Saya tidak begitu serius. Karena ketidakseriusan itulah yang membuat saya hilang semangat menulis( begitu kira-kira waktu kuliah).
Selesai kuliah, niat itu muncul lagi, betapa itu sebuah kekacauan bagi saya untuk memulai lagi. Pun buku seadanya. Betapa susah menemukan jati diri untuk menjadi penulis. Sungguh amat sulit.
Tepat pada 18 Januari 2023, sebuah wadah menulis dari Kompas yaitu Kompasiana.Wadah orang-orang yang ingin menuangkan idenya untuk menulis. Bagi saya pada tanggal tersebut mungkin sebuah janji atapun komitmen yang membawa saya untuk masuk pada proses permenungan yang lebih dalam.
Sebelumnya, sewaktu kuliah memang pernah menulis di beberap blog, tetapi hanya setengah-setengah dan bukan karena kesungguhan. Karena masih berpikir, menulis hanyalah mencari popularitas.
Namun berbeda untuk kali ini, popularitas saya buang jauh-jauh. Disenangi orang, dipuja-puji hanya ambil makanya saja. Mungkin saya masih ambur adul ketika menulis lagi, narasi dan konstruksi kalimat yang kadang susah di cerna para pembaca.
Itulah saya, manusia hina-dina yang tidak luput dari kritikan pedas pembaca bahkan koreksi yang selalu saya butuhkan untuk saya terus menulis. Saya mencoba untuk mencari titik terdalam. Diinjak dengan dengan beragam koreksi membuat saya mungkin akan terus berbenah.
Saya mengutip artikel dari media ruangmenulis.id, dengan tajuk " Dari Perenungan, Menghasilkan Tulisan". Yang ditulis oleh, Aan Mardianto (Alumni KMO Basic Batch 50)
Proses perenungan itu memang bukan sesuatu pekerjaan yang mudah. Membutuhkan asupan yang bernutrisi tinggi. Mungkin saya anggap nutrisi tersebut adalah membaca. Membaca dan terus membaca. Berkali-kali membaca. Â Mungkin itu suatu proses yang amat dalam. Sehingga membantu proses permenungan untuk menemukan topik yang pas untuk dituangkan.
Menjadi Abadi
Mungkin wadah kompasiana ini saya awal mendedikasikan diri untuk mulai menulis dengan komitmen dan konsisten. Dari tulisan yang mungkin dianggap remeh, kurang bermanfaat ataupun tidak berdampak bagi pembaca.
Tetapi saya akan terus menulis dengan kosisten tiap harinya. Memperbaiki kalimat perkalimat. Berusaha untuk memberikan jiwa pada setiap pikiran yang saya tuangkan dalam tulisan.
"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian"-Pramoedya Ananta Toer.