Kita tinggal menunggu setahun lagi, pergantian masa jabatan presiden akan segera berakhir. Sebagai anak muda,tentu ini adalah sebuah hal baik dari berhasilnya sitem demokrasi yang terbuka yang dijalankan sejak tahun 2004.
Merupakan sebuah prestasi yang sedikit baik, akan kualitas demokrasi kita di Indonesia akhir-akhir ini. Tentu tidak sampai di situ, pertanyaan besar yang patut dijadikan sebagai gugatan adalah. Sudahkah  demokrasi itu dianggap sebagai prestasi ketika berakhirnya masa jabatan presiden ?
Wacana Sitem Proporsional Tertutup
Wacana pemilu dengan Sistem Proporsional Tertutup, tentu tidak asing lagi ditelinga publik. Persis di masa Orde Baru 1966-1998. Terpilihnya Soeharto sebagai Presiden ke-2 Indonesia. Merupakan buah dari Sistem Proporsional Tertutup. Hampir selama 32 tahun lamanya pemerintahan ini berkuasa.
Wacana ini pun kembali didengungkan, yang merasa tidak senang dengan partai atau yang eks dari sebuah partai pun ikut mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Begitupun partai penguasa yang ikut memberikan dukungan dan menyetujui Sistem Proporsional Tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi kita makin menjauh kualitasnya pada apa yang kita harapkan bersama.
Menentukan para calon berdasarkan kewenangan partai dan bukan hasil dari mandat rakyat. Bagaimana mungkin sistem pemilu itu diubah dengan mengabaikan suara rakyat.
Mandat yang seharusnya diberikan kepada rakyat, dan kuasa yang seharusnya memutuskan siapa yang layak menjadi pemimpin yang diberikan sepenuhnya kepada masyarakat, pelan-pelan dihilangkan dengan wacana yang berdampak besar bagi generasi muda.
Bagaimana kualitas demokrasi kita. Ketika rakyat tidak lagi diberikan ruang yang sebebas-bebasnya menentukan pemimpin yang diinginkannya.
Bahaya Besar Bagi Generasi Muda
Saya lebih mengkhususkan generasi muda sebagai pelaku politik masa depan Indonesia. Mengupas dari sisi efek yang akan dirasakan oleh orang muda yang berkecimpung dan berminat di dunia politik.
Masa depan Demokrasi tentu tidak terlepas dari diskursus anak muda yang hari hari hanya mungkin bisa mengamati, mencermati sirkulasi para elit politik yang hari-hari ini ramai-ramai mempertahankan jabatannya sebagai penguasa.
Kita mungkin tidak akan diberikan kesempatan, untuk berdebat dan bahkan mempertanyakan kepada partai penguasa yang mendukung Sistem Proporsional Terutup
Sebagai generasi muda yang akan mengisi ruang politik baik di legislatif maupun di eksekutif. Generasi muda sebenarnya adalah pelaku utama yang sudah sepantaskan menolak wacana yang membungkam masa depan politiknya.
Ketika kita diam dan membiarkan partai penguasa ikut mendukung Sistem Proporsional Tertutup. Maka generasi muda perlu wanti-wanti dengan bahaya berikut:
Pertama: Generasi muda yang berhak dan berminat untuk mencalonkan diri untuk duduk di kursi Parlemen mesti mempersiapkan uang sebanyak-banyaknya untuk menyogok partai yang memberikan tiket kepadanya untuk duduk di kursi parlemen.
Kedua: Anak muda yang bukan dari golongan keluarga penguasa partai atau bukan anak milik orang kaya/ berpengaruh tentu tidak akan punya kesempatan untuk mencalonkan diri.