Kalau diteliti lebih lanjut sebenarnya yang membuat mereka gusar bukan kelangsungan hidup klub.Tetapi karena klub tidak bisa lagi sebagai alat menjaring suara , supaya terpilih di pemilihan berikutnya.Ini karena petinggi klub (ex perserikatan) yang sebagian besar adalah kepala daerah (memang tidak semua sih).
Banyak cara untuk menyiasati masalah dana tanpa APBD. Mulai dari menggalang sponsor sampai menjual klub.Tetapi itu tidak mudah.
Cara paling mudah adalah dengan memberdayakan fans.Ingat.Sekecil-kecilnya klub ISL memiliki penggemar dalam hitungan juta.Contoh klub kecil seperti persela atau persijap pasti didukung seluruh warga kota yang jumlahnya satu juta lebih.Belum lagi klub yg bukan sekedar kebanggaan warga kota seperti persib, yang menjadi kebanggaan seluruh jabar, semen padang,yang digemari warga sumbar lengkap dengan perantau minang nya.
Klub yang sudah berbentuk Perseroan Terbatas (pt) bisa dengan mudah menggalang dana dari penggemar.caranya dengan menerbitkan surat berharga sebagai bukti penyertaan modal (untuk gampangnya sebut saja saham), dengan harga penawaran perdana (IPO) yang terjangkau, misalnya Rp100.000,-.
Jika perseroan mampu menjual 1 juta lenbar saja akan terkumpul dana sebesar 100.000.000.000 (seratus milyar) sebenarnya contoh anggka ini terlalu kecil karena dari sekian banyak fans pasti ada yang membeli lebih dari satu lembar.Sedangkan pemerintah daerah memberikan fasilitas stadion sebagai penyertaan modal,sehingga klub tidak perlu lagi sewa stadion.
Dampak yang lansung terasa dari penggalangan dana model ini adalah penonton akan berlaku sangat santun dalam menonton pertandingan dan tidak ada yang berusaha menerobos tanpa bayar.Ini karena fans yang notabene adalah pemilik klub akan mendapat keuntungan finansial berupa dividen atau setidaknya peningkatan harga saham jika klub untung, dan jika klub mengalami kerugian karena rusaknya fasilitas stadion atau terkena denda , fans juga akan mengalami kerugian finansial juga.
Dengan metode seperti ini tidak tertutup kemungkinan akan ada klub yang beromset lebih dari satu trilyun, mengingat besarnya animo masyarakat terhadap sepak bola.
Dan yang paling penting pihak manajemen klub harus benar-benar profesional dalam mengelola klub, karena bukan hanya dituntut berprestasi tetapi juga memberi keuntungan finansial, dan tidak boleh lagi ada prinsip ''BIAR THEKOR ASAL NYOHOR''.