Kabut tebal menyeruak dari balik bukit, selamat pagi baliem, segarnya udara, indahnya sungai baliem di depan mata, kehidupan kontras dari hiruk pikuk Jakarta, tanpa bising kendaraan, dering telpon genggam, udara berdebu.Terisolasi dalam kenyamanan.Sarapan sup hangat terenak yang dirasa di sudut Timur Indonesia, mengawali pagi.
Satu persatu bapa menyapa, selamat pagi dengan senyum ramah, sang bapa sudah lengkap dengan pakaian koteka dan tombak, bulu-bulu ayam yang dibentuk seperti topi menempel di kepala. Takjub sejenak menyaksikannya, sesaat saya meminjam tombak dan mencoba menirukan gerakan yang diajarkan bapa. Sebentar lagi kita akan menari perang, semua mace (sebutan bagi kaum perempuan) berkumpul dilapangan, berhias sali ( anyaman akar pohon yang dibentuk seperti rok) di kepala sudah menempel noken, noken bukan saja berfungsi sebagai tas namun sudah menjadi bagian dari kostum adat bagi mereka.
Tertegun melihat hiasan kuning dan putih di bawah mata, dan tanpa fikir panjang saya meminta mace membuatkanya untuk saya, dahulu kala hiasan ini dibuat dari tanah lempung, dioleskan di bawah mata, namun sekarang sudah banyak menggunakan pasta gigi yang berwarna putih, dan apabila ingin menjadi warna kuning mereka mencampurnya dengan kunyit.