Jakarta, Desember 2024 – Fenomena skincare overclaim kembali mencuri perhatian publik setelah viralnya konten dari akun TikTok @dokterdetektif atau yang akrab disapa Doktif. Dengan ciri khas menggunakan topeng di area mata, dokter ini menjadi sorotan berkat keberaniannya membongkar berbagai produk skincare yang memiliki klaim berlebihan dan tidak sesuai kenyataan. Lewat konten edukasi yang informatif, ia membeberkan praktik manipulatif dari sebagian produsen kecantikan yang menjanjikan hasil instan, seperti kulit putih seketika atau penghapusan kerutan dalam waktu singkat.
Dalam salah satu unggahannya yang paling viral, Doktif membahas produk skincare yang diklaim mengandung niacinamide 5%. Namun, hasil uji laboratorium menunjukkan kandungannya hanya 1%. Fakta ini tidak hanya mengejutkan publik, tetapi juga memicu diskusi panjang terkait transparansi dan etika dalam industri kecantikan.
Klaim yang Menyesatkan: Akar Masalah Utama
Klaim bombastis sering digunakan sebagai strategi pemasaran untuk menarik perhatian konsumen. Frasa seperti “mencerahkan kulit dalam tiga hari”, “menghilangkan jerawat dalam semalam”, hingga “bebas kerutan dalam waktu singkat” terdengar menarik namun sering kali tidak memiliki dasar ilmiah.
Menurut Dr. Dicky, seorang epidemiolog dan pakar kesehatan kulit, perubahan kulit tidak bisa terjadi dalam waktu singkat hanya dengan penggunaan produk skincare. “Kulit memerlukan perawatan berkelanjutan yang didukung pola hidup sehat, nutrisi yang tepat, serta pemilihan produk yang sesuai kebutuhan kulit,” jelasnya.
Dampak Klaim Berlebihan
Dampak dari klaim berlebihan ini pun cukup serius. Konsumen sering kali tergiur untuk mencoba produk-produk tersebut tanpa memperhatikan kandungan sebenarnya. Padahal, produk dengan klaim instan berpotensi mengandung bahan aktif dalam konsentrasi tidak tepat, yang berisiko menyebabkan efek samping seperti:
1.Iritasi Kulit
Produk dengan bahan aktif yang terlalu keras dapat memicu iritasi, kemerahan, dan gatal pada kulit, terutama bagi mereka yang memiliki kulit sensitif.
2.Reaksi Alergi
Bahan kimia tertentu berisiko memicu reaksi alergi jika digunakan tanpa pengawasan atau dalam konsentrasi yang salah.
3.Kerusakan Lapisan Kulit
Klaim hasil instan sering kali menutupi penggunaan bahan-bahan yang berpotensi merusak lapisan pelindung kulit jika digunakan dalam jangka panjang.
4.Efek Psikologis
Ekspektasi yang tidak realistis akibat klaim produk dapat menimbulkan kekecewaan, merusak kepercayaan diri, dan memicu ketidakpuasan pada penampilan.
Meningkatnya Kesadaran Konsumen
Salah satu hal positif dari fenomena skincare overclaim adalah meningkatnya kesadaran konsumen untuk lebih kritis terhadap produk yang mereka gunakan. Generasi muda, khususnya, kini semakin sadar pentingnya membaca label kandungan produk dan memahami bahan aktif yang digunakan.
Sebuah survei terbaru dari lembaga riset pasar menunjukkan bahwa 65% konsumen di bawah usia 35 tahun kini rutin memeriksa ulasan online sebelum membeli produk skincare. Hal ini menunjukkan pergeseran perilaku konsumen dari hanya mengandalkan iklan menuju pendekatan berbasis informasi.
Namun, tidak semua informasi yang beredar di internet dapat dipercaya. Sebagian besar konsumen masih rentan terhadap mitos skincare yang tidak berdasar, seperti anggapan bahwa semakin mahal produk, semakin efektif hasilnya.
Peran Doktif dalam Edukasi Publik
Melalui konten edukatifnya, Doktif tidak hanya membongkar klaim berlebihan dari produk-produk skincare, tetapi juga memberikan panduan bagi konsumen agar lebih cerdas dalam memilih produk. Dengan gaya penyampaian yang sederhana dan informatif, ia berhasil menjangkau audiens dari berbagai kalangan, khususnya generasi muda yang aktif di media sosial.
Dalam salah satu unggahan populernya, Doktif membandingkan dua produk retinol dari brand lokal. Salah satu produk tersebut, meskipun mengklaim memiliki retinol sebagai bahan aktif utama, ternyata tidak mengandung retinol sama sekali. Kontroversi ini tidak hanya memicu kekecewaan di kalangan konsumen, tetapi juga memperlihatkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap produk skincare yang beredar di pasaran.
Doktif menekankan pentingnya menjadi konsumen yang cerdas dengan melakukan beberapa langkah berikut:
•Periksa Label Kandungan:
Teliti bahan aktif yang tercantum pada kemasan produk dan pastikan konsentrasinya sesuai kebutuhan.
•Lakukan Riset:
Baca ulasan dari sumber-sumber terpercaya sebelum memutuskan untuk membeli produk.
•Kenali Jenis Kulit:
Setiap orang memiliki kebutuhan kulit yang berbeda, sehingga tidak semua produk cocok untuk semua orang.
Tantangan Regulasi
Industri kecantikan di Indonesia terus berkembang pesat, tetapi regulasi terkait klaim produk masih sering dianggap kurang memadai. Meski sudah ada badan pengawas seperti BPOM yang berfungsi untuk memastikan keamanan produk, banyak kasus menunjukkan bahwa klaim berlebihan sering kali lolos dari pengawasan.
Pengawasan yang lebih ketat dan sanksi yang tegas terhadap produsen yang melanggar aturan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk menekan fenomena overclaim ini. Selain itu, pelatihan untuk tim pengawas agar lebih memahami bahan aktif dalam produk skincare juga diperlukan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan.
Kolaborasi untuk Masa Depan
Kolaborasi antara brand, praktisi kesehatan kulit, serta influencer edukatif seperti Doktif dapat menciptakan ekosistem yang lebih sehat dan transparan dalam industri kecantikan. Konsumen yang teredukasi dengan baik akan menjadi lebih selektif dalam memilih produk, memaksa brand untuk meninggalkan praktik pemasaran yang tidak bertanggung jawab.
Selain itu, brand yang fokus pada edukasi konsumen dapat membangun loyalitas yang lebih kuat dibandingkan dengan sekadar mengandalkan klaim instan. Salah satu contoh sukses adalah brand lokal yang menggandeng dokter kulit untuk menciptakan konten edukasi di media sosial, sehingga konsumen merasa lebih percaya terhadap kualitas produk yang ditawarkan.
Kesimpulan: Edukasi sebagai Kunci
Fenomena skincare overclaim menyoroti betapa pentingnya literasi kecantikan dalam kehidupan modern. Edukasi yang tepat membantu konsumen memahami kebutuhan kulit mereka serta cara kerja bahan aktif dalam produk skincare. Dengan informasi yang benar, konsumen tidak lagi mudah tergiur oleh janji manis yang tidak realistis.
Pada akhirnya, fenomena ini mengingatkan kita bahwa perubahan positif dalam industri kecantikan dimulai dari kesadaran konsumen dan tanggung jawab produsen. Brand yang jujur, transparan, dan berorientasi pada kualitas akan bertahan di tengah persaingan industri yang semakin ketat. Di sisi lain, konsumen yang cerdas akan mampu melindungi diri dari risiko penggunaan produk yang tidak sesuai.