Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Bersenang-senang dengan Hati

21 Maret 2012   12:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:39 321 1
Belakangan, beberapa teman bertanya pada saya, bagaimana cara melangkah di garis sekarang.

Sederhananya: bagaimana saya mendadak bisa sok sibuk dengan rutinitas ngemsi dan presenting di sana sini dengan jeda yang cukup padat.

Demi rasa penasaran yg terlanjur bercokol di benak beberapa teman itu, saya coba jawab di sini berdasar field of experience saya...

*

(1)

Kurang tepat kalau saya disebut mendadak tercemar --demi tidak menulis terkenal di sini ;)-- sebab saya mengawali langkah ini dengan menjadi MC untuk kegiatan dalam lingkup semini apapun, dalam konteks sekecil apapun.

Sebut saja: acara RT, ultah teman sekolah, 17-an RW, reuni kakak alumni, dan lain sebagainya.

Saya mulai dari angka 0 --dalam arti dibayar makan malam dan souvenir acara-- sampe berujung pada 7 digit yang saya terima setiap kali ngoceh di depan publik...

(2)

Saya juga memulai berdasar ketertarikan. Sebab saya senang mendengar penyiar radio --bukan musik yang diputar-- atau presenter televisi --bukan pengisi acara yang ditampilkan--

Sejak kecil, entah kenapa, saya terlanjur jatuh hati pada bagaimana seseorang bisa merebut perhatian publik dengan pilihan kata, intonasi, bahasa tubuh, dan...tentu saja keramahan yang ditularkan...

(3)

Saya termasuk tipikal orang yang tidak mudah puas. Lebih memilih malu menahan lirikan orang yang mengira saya narsis karena hobi mantengin diri saya sendiri di televisi atas nama evaluasi ketimbang menahan diri tidak melihat bagaimana aksi saya di radio ataupun televisi. Saya suka belajar. Lebih karena saya memang mengawali semuanya berdasar ketertarikan (poin kedua)

(4)

Saya senang melihat orang lain senang. Untuk ini, saya berani macak baik-baik saja kapanpun dimanapun. Ketimbang bikin orang pusing liat saya sakit gigi atau baru patah hati, saya lebih memilih pakai topeng saben harus berhadapan dengan orang lain. Toh saya tidak berpura-pura senang, tapi saya memang senang melihat orang lain senang setiap kali mereka mengira saya sedang senang. Bingung, kan? ;)

(5)

Saya tidak menganggap ngemsi ataupun siaran sebagai pekerjaan. Buat saya, ini adalah momen bersenang-senang dengan hati. Ya, hati! Jadi, tidak perlu mengeluarkan hati untuk menunjukkan saya memang jatuh hati pada pekerjaan, eh, momen bersenang-senang dengan hati ini... ;)

(6)

Menunjukkan profesionalisme saya anggap sebagai bagian dari ibadah. Kalau dengan cara ini saya bisa membina hubungan horizontal dengan sesama manusia (baca: partner kerja dan klien saya) secara lebih baik, kenapa saya musti berpikir lebih dari sekali untuk menunjukkan hal terbaik yang bisa saya lakukan?

dan

(7)

Saya manusia biasa. Ada kalanya saya lupa pada point 1-6 yang sudah saya sebut sebelumnya. Ada kalanya saya merasa lelah dengan rutinitas yang kadang melulu itu-itu saja, atau mengeluh karena rambut mulai bercabang dan setiap malam saya harus menyempatkan keramas pun membersihkan wajah ekstra niat. Ada kalanya saya pikir ini bukan tempat saya seharusnya berada. Tapi kemudian saya coba melihat melalui kacamata orang lain, bahwa tidak semua mendapat kesempatan yang sama sebagaimana yang saya dapat. Jadi, pada akhirnya, lagi-lagi...saya mulai jatuh hati lagi pada segala yang saya perbuat. Saya terlanjur memilih, dan pilihan ini --dengan nama Gusti yang paling Mengerti kebutuhan makhluknya-- semoga benar yang terbaik untuk saya.

Sekali lagi, toh saya super menikmati isi amplopnya. Dan super bahagia saben berkesempatan berbagi dengan mereka di sekitar yang tak henti mendukung, mencintai, dan tak sempat mengenali saya sepenuh waktu.

*

Maka... Jika ada yang 'mengira' apa yang saya lakukan selama ini super duper instan, enak, dan mudah, mohon pikirkan kembali ;)

Saya pernah berkejaran dengan kokok ayam, bangun setiap pukul 3 pagi untuk promo produk saos sambal di 15 pasar tradisional yang tersebar di Surabaya-Sidoarjo-Gresik demi angka 200ribu rupiah setiap masa kerja pukul 5-8 pagi. Di sana, saya harus berteriak keliling pasar menggunakan megaphone demi ada ratusan ibu2 yang bersedia dirayu membeli saos sambal seharga 3ribu rupiah per botolnya.

Belakangan, menikmati hampir setiap Minggu pagi di alun-alun Sidoarjo adalah momen bersenang2 dengan hati lainnya yang saya lakukan dalam rangka Car Free Day. Tolong, jangan tanya, untuk itu saya perlu bangun jam berapa sekalipun malam sebelumnya pasca ngemsi hingga larut...

*

Lalu, jika ada yang tanya, bagaimana saat ini saya bisa berstatus 'pekerja paruh waktu' di 3 kantor sekaligus, akan saya jelaskan dengan senang hati sambil menunggu hari berganti Rabu. Atau sudah? *langsung cek tanda waktu :)

*

Menjadi penyiar program acara request di Radio Sonora Surabaya bermula ketika pada pembukaan Gramedia Expo --dimana digelar Kompas Gramedia Fair untuk ke-sekian kalinya di Surabaya-- saya memenangkan juara kedua lomba penyiar radio yang diselenggarakan Sonora.

Bagaimana saya bisa mengikuti lomba ini? Sebab saya memandu talkshow di booth Kompas dan tanpa sengaja mendapati lomba ini sedang diselenggarakan.

Bagaimana saya bisa mengenal EO yang meminta saya ngemsi di booth Kompas? Sebab beberapa pekan sebelumnya saya sempat membantunya ngemsi --secara GRATIS-- untuk event kampus tempat ia kuliah.

Kemudian... menjadi presenter program Lintas Berita di BBS TV bermula ketika sebelumnya, saat kuliah, saya mendapat informasi ada lowongan reporter freelance di TV lokal Surabaya ini dari salah seorang dosen.

Bagaimana dosen tercinta ini tak enggan berbagi informasi lowongan pada saya? Sebab selain pada dasarnya beliau memang hobi berbaik hati membagi informasi, dalam beberapa kesempatan saya pernah membantu beliau untuk kegiatan2 kampus --yang pastinya relatif bersifat sosial--

Untuk menunjukkan kualitas diri saya pada beliau --dan dosen2 lain tentunya :)-- saya termasuk mahasiswa teladan --percaya atau tidak (?)-- dengan hampir tak pernah melewatkan jadwal kuliah, memilih duduk di bangku paling depan, dan hobi berpartisipasi aktif di dalam kelas.

Meski sempat bergeser ke TV lokal lainnya di Surabaya untuk 15 hari kerja, dan keluar dari Sonora Surabaya karena terikat kontrak kerja, pada akhirnya saya kembali melamar ke BBS TV --kali kedua sebagai karyawan-- dan tentunya ke Sonora juga.

*teklek cemplung kalen, uwis nggolek akhire tetep balen ;)

Awal mula bekerja di TVRI Jawa Timur boleh dibilang yang paling unik.

Maha Besar Tuhan dengan segala rencanaNya.

Bermula ketika suatu malam, seputar syuting berita di BBS TV, saya mengajak 2 orang teman untuk mampir ke sebuah kafe yang letaknya sangat tak jauh dari rumah.

Tanpa kami kira, sang pemilik kafe --yang belakangan kami tau sebagai salah satu personil Andromeda (band rock asal Surabaya)-- sedang berulang tahun dan menggelar mini live music bersama sahabat-sahabatnya.

Berawal dari sekadar menikmati pertunjukan di sela perbincangan diantara kami, salah seorang kawan (sebut saja Mas Zam, nama sebenarnya :p) menyadari bahwa yang tengah bernyanyi adalah ex-vocalist Andromeda (sebut saja Pungky Deaz, semoga saya tidak salah mengetik :p) dan entah bagaimana mulanya...ketekunan kami menyimak terbaca hingga Mas Pungky meminta (salah satu dari) kami (baca: saya!) maju menemaninya bernyanyi.

Dan karena saya menjawab, "Saya mending disuruh ngemsi daripada nyanyi" setelah maju beberapa saat untuk membuat 'pengakuan dosa', mendadak sang pemilik kafe mendatangi tempat duduk kami sambil berkata, "Serius biasa ngemsi? Kalau iya, di sini ada produser TVRI yang lagi cari presenter program untuk acara musik"...

...Maka jadilah saya sekarang, 'Rizqiani Putri' yang Anda kenal:

selain sebagai kawan Facebook, kawan masa kecil, kawan jaman sekolah, kawan di Perguruan 'Mengejar Master yang Entah Sampai Kapan', anak, saudara, sahabat, pacar --ehem!!-- adalah juga kawan kerja di 3 tempat: Radio Sonora Surabaya, BBS TV, dan TVRI Jawa Timur; sebagai penyiar program request, news anchor, dan presenter ragam jenis program; yang semoga tak berhenti belajar bahwa perguruan tinggi terbaik adalah hidup itu sendiri...

*

Saya percaya, Gusti juga menyiapkan banyak pintu untuk kita masuki.

Pintu yang mana, adalah 'hak prerogatif' kita. (Bener nggak ya, penulisan 'prerogatif' ini? ;p)

Asal jangan pintu tertutup yang kita paksa masuk--sekalipun terlanjur dikunci rapat.

Bukankah di samping kanan-kiri-belakang-serong sana sini masih ada puluhan pintu lainnya?

Jadi, mari belajar memilih pintu terbaik untuk kita masuki... :)

*

Well, then... Harus saya akui, semua tulisan ini bermula dari jerawat dan rambut bercabang...

:'p

--inspirasi yang aneh, bukan?--

*

Terima kasih untuk berkenan bikin mata iritasi lantaran membaca catatan hati saya puluhan menit belakangan ini... ;)

Note:

Psst.... Belakangan saya tahu, kesempatan tidak datang saat kita tak memiliki persiapan. Kesempatan mau mampir saat kita memutuskan untuk tidak berhenti melangkah...

Salam! :)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun