Kebanyakan, ketika dalam situasi sulit, orang akan lebih mementingkan diri sendiri. Mereka akan menjelma menjadi homo homini lupus, memangsa manusia lain untuk meraih kepentingannya. Dan tak ayal, konflik lahir dari perbedaan kepentingan dan saling tak mengalah.
Namun, tidak setiap orang seperti itu dan saya merasakannya sendiri. Beberapa bulan yang lalu, laptop saya rusak karena bernafsu untuk membetulkan fitur yang belum terpasang. Maklum, beli laptopnya secondhand, jadinya ada fitur yang tertinggal. Meski, laptop yang saya dapatkan sangat bagus kualitasnya. Kemudian, saya membawanya ke Mas Bagus untuk mencari solusinya.
Setelah nihil solusi, Mas Bagus ternyata menjanjikan akan mengganti laptop saya. Secara teknis, laptop rusak terjadi karena kesalahan saya, namun beliau berkenan untuk menggantinya dengan yang sepadan.
Saya merasa aneh sekaligus bersyukur. Ada orang sebaik beliau yang mengambil tanggung jawab kepada pelanggannya. Kalau misalnya dilihat dari sisi lain, mungkin saya yang tak tahu diri menerima uluran tangannya. Namun, karena membutuhkan laptop itu, saya menerimanya.
Memang, butuh waktu lama untuk mencari laptop second dengan kualitas yang baik. Apalagi, di masa pandemi ini, manusia menunjukkan sisi jahatnya. Dengan ekonomi yang sedang turun dan badai PHK dimana-dimana, masyarakat berusaha menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang seperti melakukan penipuan, pencurian, dan masih banyak lagi.
Akan tetapi, berkat ketabahan dan kesabaran, laptop yang saya inginkan berhasil didapatkan. Dengan spesifikasi dan kualitas yang mirip aslinya. Beliau telah memenuhi tugasnya
Kenapa saya menceritakan hal ini? Sesuatu yang mungkin tak menarik dan tak layak mendapatkan waktu anda jika membacanya. Tapi, disini ada sisi lain dari manusia yang saya saksikan.
Pandemi ini memengaruhi banyak orang. Ekonomi lesu, banyak bisnis terganggu, dan berkurangnya pendapatan. Ya, meski di berbagai media, kita telah menyaksikan banyak aksi kebaikan untuk mereka yang terdampak, tapi tidak semua seperti itu. Kebanyakan mungkin akan lebih mementingkan diri sendiri.
Namun, tidak dengan mas Bagus. Ya, bisnisnya juga terdampak. Tapi, dia tetap memegang teguh janjinya. Beliau tidak membuat alasan untuk tidak memenuhi perkataannya. Meski dalam situasi sulit, beliau tetap berkomitmen.
Semakin hari semakin sulit untuk menemukan orang yang berkomitmen melaksanakan tanggung jawabnya. Ini mungkin tidak berlaku untuk semua, tapi kalau tidak ada materi yang bisa didapatkan, belum tentu mereka bertanggung jawab. Ya, hal ini wajar, tapi Tuhan tidak menciptakan manusia hanya untuk mencari materi saja. Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh manusia itu sendiri.
Saya mendapatkan hikmahnya. Mungkin, ukuran manusia yang baik adalah mereka yang tetap bertanggung jawab atas semua tindakannya, Kalau melihat dari sisi yang lain, saya yang merusaknya tapi Mas Bagus dengan sangat ringan tangannya membantu saya menyelesaikan masalah laptop ini. Belum tentu semuanya mau melakukan hal tersebut.
Dari sini pula, ada nilai-nilai yang seharusnya dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Nilai tanggung jawab dan saling tolong menolong adalah dua hal yang harus dibentuk sejak dini. Karena, jika mulai dibentuk sedari sekolah dasar, akan muncul bibit-bibit manusia unggul. Manusia yang bisa mengemban beban membangun bangsa Indonesia di pundaknya.
Dan satu lagi, saya mendapatkan pelajaran ini dari orang yang saat ini sedang berjuang sangat keras untuk tidak terdampak pandemi. Apakah saya keterlaluan ketika menerima pertolongannya? Mungkin saja. Tetapi, karena saya terus berkomunikasi dan bertukar cerita dengan beliau, saya bisa membuat tulisan ini.
Setiap pertemuan atau kejadian pasti memberikan pengalaman dan pelajaran bagi kita. Mungkin dengan rusaknya laptop saya, membuat saya bisa lebih mengenali sisi baik dari manusia. Bahwa manusia tercipta sebagai makhluk yang penuh dengan kebaikan.