Kearifan lokal tidak jauh berbeda dengan kebudayaan dan kita pun sudah tidak lagi asing dengan istilah tersebut. Menurut Alfian (2013: 428), kearifan lokal merupakan pandangan hidup dan pengetahuan serta sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Negara kita tercinta bisa saja disebut sebagai negara dengan sejuta keunikan. Keunikan Indonesia berasal dari tradisi, budaya, adat istiadat, dan kearifan lokal yang sangat beragam dan di setiap daerah memiliki kebudayaan dengan ciri khas masing -- masing. Kebudayaan tersebut biasanya berasal dari leluhur dan turun -- temurun.
Seiring berkembangnya teknologi yang semakin modern dan banyaknya budaya barat yang masuk dengan mudah di Indonesia, membuat masyarakat terutama remaja di Indonesia terpengauh dengan budaya barat. Sehingga kearifan lokal pada daerahnya mulai ditinggalkan secara perlahan. Akibat dari pengaruh budaya barat salah satunya yaitu menghilangnya budi pekerti dan karakter baik dalam diri remaja, dimana remaja merupakan generasi penerus dimasa depan. Hal tersebut haruslah segera ditangani agar Indonesia dimasa depan memiliki pemimpin -- pemimpin yang berakhlak mulia dan berkarakter baik.
Kabupaten Magetan merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur dengan kearifan lokal yaitu tradisi larung sesaji di Telaga Sarangan.. Tokoh masyarakat, sesepuh, dan pemerintah mendukung diadakannya tradisi  ini oleh masyarakat di Kabupaten Magetan. Dengan  begitu seluruh masyarakat telah berupaya untuk melestarikan budaya agar tidak hilang. Tradisi larung sesaji merupakan puncak acara bersih desa yang dilakukan oleh warga di sekitar Telaga Sarangan. Tradisi tersebut diselenggarakan setiap tahun sekali dengan berpatokan pada perhitungan kalender jawa setiap hari jum'at pon pada bulan ruwah dan dilaksanakan di Telaga Sarangan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan. Tradisi larung sesaji ii tidak terlepas dari mitos asal -- usul terbentukya Telaga Sarangan. Pada tengah telaga terdapat pulau kecil yang diyakini berpenunggu yang meminta tumbal sesaji setiap tahunnya. Tradisi larung sesaji  memiliki tujuan untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah dikaruniakan keberkahan dan berdo'a kepada Tuhan supaya Telaga Saranga tetap lestari dan warga sekitarnya mendapat kemakmuran dan kesejahteraan.
Tradisi larung sesaji dimulai dengan arak -- arakan tumpeng Gana Bahu yang terbuat dari nasi setinggi 2,5 m dari Kelurahan Sarangan menuju panggung di pinggiran Telaga Sarangan. Jarak yang ditempuh sekitar 500 m. Upacara tersebut dipusatkan di sebelah timur telaga, tepatnya di pundhen desa. Seluruh masyarakat termasuk pejabat Kabupaten Magetan, perangkat desa Sarangan, sesepuh, dan  tokoh masyarakat berkumpul untuk mengadakan tradisi larung sesaji dipundhen tersebut. Sesepuh desa melakukan pembakaran  kemenyan serta membaca do'a setelah semua seserahan  diterima olehnya. Kemudian, semua sesaji kecuali nasi tumpeng besar, panggang ayam, cok bakal, dan bunga telon dibawa ke tengah telaga untuk dilarung. Dengan  menggunakan kapal motr, tumpeng sesaji diarak mengelilingi telaga dan ditenggelamkan di tengah telaga. Dengan ditenggelamkannya tumpeng, merupakan tanda berakhirnya upacara tradisi larung sesaji.
Diselenggarakannya tradisi larung sesaji di Telaga Sarangan  membuat para wisatawa luar kabupaten berbondong -- bondong datang untuk melihat dan  Telaga Sarangan  semakin ramai pengunjung dan dikenal. Pada upacara tradisi larung sesaji di Telaga Sarangan memiliki nilai -- nilai kearifan lokal yang dipegang teguh oleh masyarakat yang melakukannya sebagai pendidikan karakter pada remaja khususnya di Kabupaten Magetan. Nilai -- nilai tersebut diantaranya yaitu: