Bagi pecinta wisata kuliner, apa resikonya...?
Seperti yang kita tahu, kita hidup di jaman modern, segalanya serba cepat dan praktis. Mobile phone, laptop, motor, mobil, hingga lift. Tidak hanya dari sisi teknologi yang telah berubah, tapi juga pola makanan kita.
Kebanyakan dari kita, tak punya waktu untuk berbelanja ke pasar dan memasak untuk hidangan makan malam ataupun makan siang.
Belum lagi mudahnya kita untuk membeli makanan diluar membuat kita semakin lupa dengan aktifitas di dapur. Aneka ragam makanan pun bersebaran dimana-mana, dan kebanyakan lokasinya pun sangat dekat dengan lokasi tempat tinggal.
Praktis dan kenyang.. mudah bukan?
Tapi apa resikonya?
Ketika kita membeli makanan diluar, apakah pernah terpikir dalam pikiran kita, bagaimana mereka mengolah makanan tersebut hingga dihidangkan di etalase?
Bagaimana kita bisa tahu bahwa mereka menggunakan bahan makanan berkualitas dan tidak membuat kita sakit karena bisa saja mereka hanya ingin membeli bahan yang berkualitas rendah namun murah, sehingga harga makanan siap saji pun akan menjadi murah dan menarik lebih banyak pelanggan. Akankah mereka membuang sayur yang setengah busuk, misalnya, untuk menjamin kualitas makanan yang mereka jual?
Pernah kah juga terpikirkan oleh kita bahwa kebanyakan makanan Indonesia yang dijual atau disajikan adalah makanan bergoreng2an? Ikan goreng, ayam goreng, tahu goreng, tempe goreng. Kitapun seharusnya bertanya, apakah minyak yang digunakan adalah minyak jelantah atau minyak fresh yang akan diganti setiap 1 kali penggorengan?
Rasanya, agak ragu bila mereka rela membeli minyak goreng berliter2 hanya untuk menjamin kualitas makanan mereka, sedangkan saja mereka bisa saja menggunakan minyak yang sama berulang2 dan menghasilkan makanan yang serupa dengan harga yang lebih murah.
Saya sangat khawatir dengan konsumsi goreng2an.
Pertama, makanan goreng2an, dengan asumsi kebanyakan dari penjual menggunakan minyak yang sama berulang2, akan menghasilkan trans fat didalam tubuh.
Apa itu trans fat?
trans fat adalah asam lemak. Asam lemak dengan adanya glycerol akan membentuk lipid (padat) atau minyak (cair). Asam lemak trans atau trans fatty acids adalah tidak jenuh, namun tidak seperti asam lemak tidak jenuh yang kita temukan pada ikan dan minyak dari tanam-tanaman, asam lemak trans berperilaku layaknya asam lemak jenuh didalam tubuh manusia.
Trans fat terjadi ketika proses hydrogenasi atau pengubahan asam lemak tidak jenuh yang berbentuk cair menjadi asam lemak jenuh hingga berbentuk padat dengan menggunakan suhu yang tinggi. Contoh pembuatan margarine dari minyak berbahan tanaman. Proses pemanasan asam lamak tak jenuh membuat sebagian yang seharusnya menjadi asam lemak jenuh dengan bentuk cis, berbengkok menjadi bentuk trans. Hal ini tak akan terdeksi karena properties dari trans fat sama dengan asam lemak jenuh. Hal ini juga berlaku ketika kita menggoreng dengan menggunakan minyak jelantah dengan suhu tinggi.
Apabila kita mengkonsumsi fatty foods atau makanan yang berlemak, maka kolesterol dalam darah akan meningkat. Secara ideal, tubuh kita memiliki Very Low Density Lipoprotein atau VLDL yang akan mengambil kolesterol dalam darah dan menyebarnya ke jaringan adiposa dimana kita menyimpan lemak-lemak yang ada dan akan digunakan bila kita memerlukan energy.
Namun, secara berkebalikan kita juga memiliki low densitiyl lipoprotein yang akan mengambil kolesterol dan mengembalikannya ke dalam darah. Trans fat juga memiliki tugas yang sama. Dan seperti yang kita bayangkan, bila kita memiliki trans fat yang cukup besar, maka berapa banyak kolesterol yang akan ‘dibuang’ ke dalam darah.
Lama kelamaan, kolesterol yang semakin meningkat dalam darah akan tersangkut dalam pembuluh darah ketika darah mengalir. Seperti yang dapat kita bayangkan, kolesterol yang menyangkut sedikit, lama kelamaan akan menumpuk. Penumpakan ini akan menghalangi pembuluh darah, sehingga darah tidak dapat mengalir. Dan hal ini menyebabkan berbagai ragam penyakit. Bila aliran darah ke jantung terhalang, maka jantung tidak akan mendapatkan suplai darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi dan kitapun dapat mengalami serangan jantung atau ischaemic heart attack. Bila aliran darah ke otak terhalang, maka kita akan mengalami stroke, dll.
Kembali ke masalah jajan diluar..
Pernahkah kita bayangkan, berapa banyak garam yang dimasukkan ke dalam makanan?
Seperti yang nenek moyang kita katakan, tanpa garam masakan tak akan berasa.. tapi kita lama kelamaan dapat mengalami overdose garam. Sedikit demi sedikit palate di lidah kita menginginkan garam yang lebih dari sebelumnya. Batas maksimum konsumsi garam per hari adalah 0.9 – 2.3 gram (Australian standard). Namun, bila kita mengonsumsi jajanan diluar setiap saat, bagaimana kita bisa mengetahui kadar garam yang mereka gunakan?
Secara ideal, ginjal kita akan membuang ekstra garam dalam darah melalui urine. Namun, bila kita mengkonsumsi garam yang cukup tinggi, maka ginjal kita tidak sanggup untuk membuangnya dan akhirnya garam akan beredar dalam darah. Garam memiliki sifat yang dapat mengikat air. Sehingga, semakin banyak garam yang kita konsumsi, semakin banyak air yang kita simpan dalam darah. Meningkatnya air dalam darah akan membuat tugas jantung menjadi lebih berat ketika harus mempompa darah. Bayangkan volume darah ditambah volume air dalam darah. Hal ini akan menyebabkan jantung harus bekerja ekstra dan meningkatkan tekanan darah atau high blood pressure. Lama kelamaan jantung menjadi ‘letih’ dan bisa-bisa berhenti bekerja.
Belum lagi kalo kita berfikir, apakah para penjual menggunakan pewarna buatan yang membuat liver kita bekerja lebih ekstra dan bisa meningkatkan toksin dalam tubuh. Atau, bagaimana dengan kadar gula yang mereka tambahkan. Konsumsi gula yang tinggi membuat kita rentan terhadap diabetes dan tekanan darah tinggi. Atau bagaimana bila mereka tidak mencuci tangan ketika mereka mengolah makanan padahal mereka baru saja menggunakan kamar mandi.
Intinya, kita harus berhati-hati ketika jajan diluar. Kita harus yakin bahwa mereka mengolah makanan secara hygienis dan tidak menggunakan minyak jelantah, atau pewarna buatan, dll.
Kita juga bisa menguranginya dengan jajan diluar maksimum 2 hari sekali. Hari lainnya, masak yang mudah saja (rebus atau stir fry). Banyak resep-resep masakan yang mudah dan praktis. Karena ketika kita memasak kita pasti ingin yang terbaik untuk tubuh kita, dan tentunya memasak merupakan hal yang mudah untuk mencegah penyakit-penyakit tersebut.