Sore kemaren, saya sempat berziarah ke makam nenek di pemakaman Karet Bivak.Waktu sudah menunjukan sekitar pukul 5 sore lebih ketika kami melewati pemakaman Karet Tengsin dan ratusan kendaraan yang parkir di tepi jalan membuat jalanan menjadi lumayan macetnya. Di pagar pemakaman , terlihat beberapa spanduk bergambar Ustadz UJ yang kondang dan dimakamkan disini.
Sebelum sampai ke pintu gerbang,banyak sekali tukang parkir yang sudah sibuk mengatur mobil yang mencari tempat parkir maupun yang mau meninggalkan lokasi makam. Di sekitar pintu gerbang makam, deretan penjual bunga pun sibuk menawarkan dagangannya.
Memasuki tanah pemakaman Karet Bivak, saya sempat melihat beberapa makam yang diberitanda bendera merah putih dengan tulisan Pejuang 45.Wah rupanya tidak semua pahlawan memilih untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata yang lebih rapih namun lebih suka dimakamkan bersama rakyat kebanyakan di Karet.
Mula-mula, kami agak sedikit kesulitan menemukan lokasi makam, maklum sudah agak lama tidak ziarah dan kebetulan pohon yang djadikan penanda sudah ditebang.Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI kebetuan pada saat ini sedang melaksanakan plakatisasi nisan sehingga sebagian besar nisan terlihat lebih rapi dan tidak lagi terlalumenyeramkan.
Walau hari sidah menjelang magrib , masih banyak orang yang berziarah di Pemakaman Karet Bivak ini.Pendek kata tidak kalah ramainya dengan Karet Tengsin.“Tadi pagi dan siang lebih ramai”, kata dua orang anak seusia 14 tahunan yang berdatangan ke makam nenek dan membantu membersihkan rerumputan yang sudah menutupi tanah makam.
Sambil menunggu makam dibersihkan dan dirapihkan dari rerumpuant, kami mulai bersiap untuk berdoa.Seorang lelaki memakai sarung dan kopiah mendekati kami dan kemudian menawarkan jasanya untuk membacakan ayat-ayat suci Al-Quran.Mulanya saya tidak terlalu memperhatikan banyaknya orang yang menawarkan jasa pengajian ini,Ternyata di makam lain juga banyak yang menawarkan doa.
Hari kian gelap ketika azan magrib dari beberapa masjid yang ada di sekitar pemakaman mulai menggema, namun kegiatan di pemakaman belum juga usai. Yang berziarah masih cukup banyak walau satu per satu mulai meninggalkan makam. Yang menjual doa juga masih sibuk berkeliling dan yang membersihkan rerumputan di makam juga masih melanjutkan kegiatannya.
“Biasanya penziarah masih ada sampai habis Isya sekitar jam delapan malam”, tambah salah satu anak yang membersihkan rumput sambil mengelap keringatnya dan kemudian membawa ember khusus untuk menyiram tanah makam.Wah saya baru tahu kalau pemakaman ini buka sampai malam!.
Ketika malam sudah menjelang, azan magrib sudah usai dan terdengat suaran imam di kejauhan membacakam surat “Al-Fatiha” rakaat yang kedua,kami mulai bersiap-siap meninggalkan makam. Dikejauhan tampak germerlaplampu-lampu gedung-gedung bail apartemen, hotel dan perkantoran yang menjadi latar belakang pemakaman yang terletak di pusat kota Jakarta ini.
Ketika bergegas meninggalkan pemakaman, kembali gerombolan anak-anak kecil seusia tujuh delapan tahun mendekati kami dan mulai meminta sekedar uang receh."Semoga rezeki tambah banyak”.Ucap salah satu anak ketika kami memberikan beberapa lembar uang .
Rupanya, tanah pemakaman bukan hanya milik orang yang telah mati. Di tanah pemakaman ini, banyak orang hidup dengan berbagai profesi yang sehari-hari bergaul dengan kematian. Mereka bahkan menggantungkan kehidupan mereka disini. Di Karet, di tanah dan perumahan orang mati.
Karet, 7 Juli 2013