1. Latar Belakang dan Pendidikan
Erikson lahir dari orang tua Yahudi di Jerman. Ayah biologisnya meninggalkan ibunya sebelum ia lahir, dan ibunya kemudian menikah dengan seorang dokter Yahudi, Theodor Homberger, yang membesarkan Erikson sebagai ayah tiri. Masa kecilnya yang kompleks dan ketidakpastian mengenai identitas ayahnya memengaruhi minat Erikson terhadap identitas diri.
Ia belajar di sekolah seni dan sempat mengajar seni sebelum akhirnya tertarik pada psikologi. Pada akhir 1920-an, ia bertemu dengan Anna Freud, anak dari Sigmund Freud, dan mulai bekerja sebagai psikoanalis. Erikson kemudian pindah ke AS pada 1930-an dan menjadi warga negara AS.
2. Teori Perkembangan Psikososial Erikson
Teori perkembangan psikososial Erikson adalah sumbangsih terbesarnya dalam psikologi. Ia mengembangkan teori ini sebagai perluasan dari konsep Freud tentang tahap perkembangan psikoseksual, tetapi ia menambahkan bahwa perkembangan tidak berhenti di masa kanak-kanak, melainkan berlangsung sepanjang hidup. Teori ini membagi perkembangan menjadi delapan tahap, masing-masing ditandai oleh konflik atau krisis psikososial yang harus diselesaikan individu untuk mencapai pertumbuhan yang sehat.
Berikut adalah delapan tahap dalam teori Erikson:
1. Tahap Kepercayaan vs Ketidakpercayaan (0-1 tahun): Bayi belajar untuk mempercayai dunia dan orang-orang di sekitarnya. Jika kebutuhan dasar mereka terpenuhi secara konsisten, mereka akan merasa aman dan percaya.
2. Tahap Kemandirian vs Malu dan Ragu (1-3 tahun): Anak mulai mengembangkan rasa otonomi atau kemandirian. Jika berhasil didorong, anak akan merasa yakin pada kemampuannya sendiri; jika gagal, mereka mungkin merasa malu dan ragu.
3. Tahap Inisiatif vs Rasa Bersalah (3-6 tahun): Anak mulai berinisiatif dalam aktivitas sehari-hari. Dukungan terhadap inisiatif ini akan memperkuat rasa percaya diri, sementara penolakan atau hukuman akan membuat anak merasa bersalah.
4. Tahap Kerajinan vs Rasa Rendah Diri (6-12 tahun): Di usia sekolah, anak mengembangkan kompetensi dan keterampilan. Jika berhasil, mereka akan merasa bangga akan prestasi; jika gagal, mereka mungkin merasa rendah diri.
5. Tahap Identitas vs Kebingungan Peran (12-18 tahun): Remaja mencari jati diri dan identitas sosial. Mereka bereksperimen dengan berbagai peran dan nilai untuk menemukan "siapa mereka". Krisis identitas yang berhasil diselesaikan menghasilkan kepercayaan diri dan arah hidup.
6. Tahap Keintiman vs Isolasi (dewasa muda): Orang dewasa muda mencari hubungan dekat dan hubungan yang intim. Keberhasilan dalam tahap ini menghasilkan kemampuan untuk mencintai dan berkomitmen, sedangkan kegagalan dapat menghasilkan isolasi dan kesepian.
7. Tahap Generativitas vs Stagnasi (dewasa tengah): Individu dewasa mencari cara untuk berkontribusi pada masyarakat dan generasi selanjutnya, sering kali melalui pekerjaan dan keluarga. Kegagalan dalam tahap ini dapat membuat individu merasa mandek.
8. Tahap Integritas vs Keputusasaan (usia lanjut): Orang tua mengevaluasi hidup mereka. Mereka yang merasa telah menjalani kehidupan yang bermakna akan mencapai rasa integritas; mereka yang merasa tidak puas mungkin mengalami keputusasaan.
3. Konsep Utama Lainnya dalam Teori Erikson
Selain delapan tahap perkembangan psikososial, Erikson juga memperkenalkan konsep-konsep seperti:
Identitas Ego: Erikson percaya bahwa ego berperan penting dalam perkembangan kepribadian, terutama dalam membentuk identitas pribadi.
Krisis Psikososial: Menurut Erikson, setiap tahap perkembangan diwarnai dengan krisis psikososial, yang mengacu pada konflik antara harapan masyarakat dan kebutuhan pribadi individu.
Peran Lingkungan dan Budaya: Erikson menekankan bahwa perkembangan psikososial sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya di sekitar individu.
4. Peran dalam Pendidikan dan Psikologi Sosial
Erikson juga banyak meneliti tentang perkembangan remaja, terutama mengenai konsep krisis identitas, yang kini banyak diterapkan dalam konseling remaja dan terapi. Selain itu, teorinya memberikan kerangka penting bagi pendidikan, di mana guru dan orang tua didorong untuk memahami dan mendukung perkembangan emosional anak.
5. Kritik terhadap Teori Erikson
Meskipun sangat berpengaruh, teori Erikson juga mendapat kritik. Beberapa kritik utama termasuk:
Kurangnya Empirisitas: Beberapa kritikus berpendapat bahwa teori ini kurang empiris dan lebih didasarkan pada pengamatan klinis daripada data kuantitatif.
Bias Budaya dan Gender: Teori ini dianggap bias terhadap budaya Barat dan mungkin tidak sepenuhnya berlaku di masyarakat lain. Kritik juga menyebutkan kurangnya perhatian terhadap pengalaman perempuan.
Penekanan pada Konflik: Beberapa psikolog merasa bahwa teori Erikson terlalu menekankan pada konflik sebagai inti perkembangan, padahal ada banyak aspek perkembangan lain yang perlu diperhatikan.
6. Warisan Erikson dalam Psikologi
Warisan Erikson dalam psikologi sangat luas. Teorinya telah mempengaruhi banyak bidang seperti psikologi perkembangan, konseling, pendidikan, dan bahkan ilmu sosial. Tahapan perkembangan psikososial menjadi dasar bagi penelitian perkembangan lintas budaya dan menjadi pedoman penting bagi para terapis dan pendidik dalam memahami perkembangan individu.
Erikson menerima banyak penghargaan atas karyanya dan dianggap sebagai salah satu pemikir paling penting dalam psikologi perkembangan abad ke-20. Teorinya tentang perkembangan psikososial membantu menggeser pandangan bahwa perkembangan berhenti setelah masa kanak-kanak, menekankan bahwa setiap tahap kehidupan memiliki tantangannya sendiri.