Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, "Mungkin kamu sekali-kali membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan mungkin (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (Al-Baqarah: 216). Dan kalimat itu pula yang penulis ulang-ulang ketika menghadapi situasi berat harus berpisah dengan anak-anak tercinta. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.
Dalam ayat ini, Allah mengingatkan kita bahwa takdir-Nya adalah yang terbaik untuk kita, meski terkadang terasa sulit untuk dipahami. Ketika kita menghadapi kesulitan, Al-Qur'an mengajarkan kepada kita untuk terus berprasangka baik kepada Allah, yakin bahwa Dia hanya memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.
Hadist dari Nabi Muhammad SAW juga menguatkan kepercayaan ini. Beliau bersabda, "Perkara yang paling menakjubkan bagi orang-orang beriman adalah urusannya selalu baik. Hal itu hanya dialami oleh orang yang beriman: Jika mendapat kebaikan, dia bersyukur, dan jadinya hal itu menjadi baik baginya. Jika mendapat kesusahan, dia sabar, dan jadinya hal itu baik baginya." (HR Muslim)
Dari hadist ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa prasangka baik kepada Allah akan mengubah persepsi kita terhadap kesusahan yang kita alami. Jika kita meyakini bahwa segala ketetapan yang Allah berikan adalah yang terbaik, maka kita akan merasa tenang dan yakin bahwa di balik segala kesulitan itu terdapat hikmah yang besar.
Selain itu, banyak ulama besar yang juga mengajarkan pentingnya berprasangka baik kepada Allah dalam menghadapi kesulitan. Imam Ghazali berkata, "Hendaklah engkau berprasangka baik kepada Allah. Karena sesungguhnya Dia yang Maha Mengasihi hamba-hambanya. Terhindar dari segala kejelekan. Terhindar dari menimpakan beban yang tidak mampu kita pikul."
Kata-kata yang bijak ini mengingatkan kita bahwa Allah selalu menyertai hamba-Nya, dan Dia tidak akan membebani kita dengan beban yang melebihi batas kemampuan kita. Maka, berprasangka baik terhadap-Nya adalah kunci untuk tetap tegar dalam menghadapi cobaan hidup.
Penelitian juga membuktikan bahwa berprasangka baik kepada Allah dapat memengaruhi sikap dan kesehatan mental kita. Sebuah penelitian oleh Christopher M. Peterson dan Martin E. P. Seligman pada 2004 menemukan bahwa orang-orang yang memiliki kepercayaan religius yang kuat dan berprasangka baik kepada Tuhan lebih mampu mengatasi depresi dan mengembangkan resiliensi dalam menghadapi kesulitan hidup.
Dalam sebuah contoh konkrit, kita dapat mengambil kisah Nabi Yusuf AS sebagai inspirasi. Nabi Yusuf mengalami banyak kesulitan dalam hidupnya, seperti dikhianati oleh saudara-saudaranya, dijual sebagai budak, dipenjara, dan sebagainya. Namun, dia tetap bertahan dengan penuh keyakinan kepada Allah dan berprasangka baik kepada-Nya.
Keadaan Nabi Yusuf berubah ketika dia mampu menjaga prasangka baik dan tawakal kepada Allah. Dialah yang akhirnya menjadi pemimpin di Mesir dan mampu menyelamatkan bangsa tersebut dari kelaparan. Kisah ini mengingatkan kita untuk tetap menjaga prasangka baik bagi Allah, bahkan di tengah kesulitan terbesar sekalipun.
Karena itu, marilah kita tetap berprasangka baik kepada Allah. Hidup adalah perjalanan penuh cobaan, tapi ketika kita meyakini bahwa takdir Allah adalah yang terbaik, kita akan menemukan ketenangan dan kebahagiaan yang sesungguhnya. Dengan berprasangka baik, kita akan mampu melihat hikmah dan pelajaran dalam setiap kesulitan yang kita hadapi.
Jadilah seperti Nabi Yusuf yang mampu membalikkan nasibnya melalui kepercayaan dan prasangka baik kepada Allah. Allah SWT adalah Penguasa alam semesta yang Maha Mengetahui segala sesuatu, dan Dia tahu apa yang terbaik untuk setiap hamba-Nya. Kepada-Nya-lah kita harus berserah diri, meyakini takdir-Nya, dan menjaga prasangka baik kepada-Nya, karena hanya Dia yang mengetahui hikmah di balik setiap kejadian yang terjadi dalam hidup kita.