Menurut pernyataannya, keputusan untuk mundur didasarkan pada keinginan untuk menjaga independensi serta fokus pada aktivitas dakwahnya. Hal ini menunjukkan bahwa Gus Miftah memiliki sensitivitas terhadap opini publik dan berupaya mempertahankan kepercayaan umat. Kasus ini juga menyoroti tantangan yang dihadapi tokoh agama dalam membedakan peran keagamaan dan politik, terutama di Indonesia, di mana masyarakat cenderung menuntut tokoh agama bersikap netral.