"Bahaya radikalisme agama hingga pemujaan terhadap kebebasan individu yang mengabaikan nilai-nilai moral bangsa Indonesia kini sangat mudah menjangkau setiap individu melalui telepon seluler yang semakin canggih," ujar Singgih dalam kesempatan tersebut.
Singgih, yang hadir mewakili Wakil Ketua MPR Kahar Muzakir, mengingatkan tentang era media baru yang ditandai dengan dominasi media sosial, yang memperburuk pengaruh budaya Barat dan radikalisme agama yang dapat merusak tatanan sosial Indonesia. Ia menambahkan, "Radikalis agama dan promotor gaya hidup hedonisme melalui media sosial bisa mempengaruhi siapa saja, bahkan keluarga kita sendiri."
Acara SVK yang dihadiri sekitar 1.500 peserta dari DPW dan DPD LDII di 37 provinsi ini, diadakan secara daring. Singgih memberikan apresiasi terhadap DPP LDII yang telah menggandeng MPR untuk mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai kebangsaan, terutama Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Ia menegaskan pentingnya peran ormas dalam membentengi masyarakat dari pengaruh ideologi transnasional yang dapat merusak persatuan bangsa.
Senada dengan pernyataan Singgih, Ketua DPP LDII KH Chriswanto Santoso juga mengungkapkan bahwa sejak akhir abad ke-20 hingga awal abad ke-21, Indonesia menghadapi tantangan besar terkait globalisasi dan ekspansi neoliberalisme yang menggerus kekuatan negara-bangsa. "Hanya negara yang kuat yang mampu melindungi rakyatnya," ujarnya.
KH Chriswanto juga mengingatkan bahwa penurunan kualitas kebangsaan dapat bersumber dari dinamika internal bangsa. "Jika negara ini tidak mampu memberikan kesejahteraan, keadilan, dan kebanggaan, maka bangsa Indonesia yang beragam ini bisa menghadapi masalah etnik," ujarnya.
Lebih lanjut, KH Chriswanto menekankan pentingnya SVK dalam menghadapi tantangan global, regional, dan nasional yang semakin kompleks. Menurutnya, banyak kalangan yang khawatir dengan kemerosotan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara, serta moralitas bangsa yang semakin menurun akibat pengabaian terhadap nilai-nilai Pancasila.
Akademisi Ilmu Pengetahuan Indonesia (IPI) Yudi Latif turut menekankan bahwa Pancasila adalah ideologi yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. "Pancasila bukan hanya sebuah doktrin, tetapi juga filosofi hidup yang harus dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Yudi. Ia menambahkan bahwa pembudayaan nilai gotong-royong dan musyawarah harus didorong melalui peran komunitas, termasuk ormas seperti LDII.
"Negara perlu bekerja sama dengan komunitas untuk menguatkan nilai-nilai Pancasila. Aparatur negara, komunitas, dan pengusaha harus berkolaborasi untuk memastikan Pancasila tetap menjadi landasan kehidupan bangsa," pungkas Yudi Latif.
Acara ini menunjukkan pentingnya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, melalui organisasi masyarakat seperti LDII, untuk memperkokoh semangat kebangsaan dan menjaga integritas nilai-nilai Pancasila di tengah arus perubahan zaman.