Fenomena ini tampak mustahil jika dilihat dari kondisi lahannya. Namun, jeruk yang ditanam di atas bebatuan tersebut justru tumbuh dengan sangat baik, bahkan lebih subur dibandingkan jeruk yang ditanam di lahan tanah biasa. Hebatnya lagi, jeruk-jeruk ini tetap berbuah lebat meskipun di musim kemarau, dengan rasa yang manis luar biasa. Hal ini menimbulkan keheranan bagi banyak orang, mengingat minimnya air dan kondisi tanah yang dianggap tidak mendukung kehidupan tanaman.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa kekayaan alam yang diberikan oleh Allah memang sering kali berada di luar nalar manusia. Meski dari segi logika, lahan berbatu seharusnya sulit ditanami, kenyataannya tanaman-tanaman di sana tumbuh subur. Alam bebatuan yang jarang terkena hujan ini justru menjadi ladang yang produktif.
Hasil panen dari daerah bebatuan ini pun tidak hanya mencakup jeruk. Para petani di Desa Itik Rendai juga berhasil menanam tanaman lain seperti kopi, coklat, buah naga, singkong, pepaya, pisang, lada, dan kelapa. Semua hasil bumi ini telah banyak dikirim ke berbagai daerah di Pulau Jawa, termasuk ke Pasar Induk Kramat Jati di Jakarta, serta ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Tak hanya bertani, masyarakat di desa ini juga menjalankan usaha peternakan. Sebagian besar penduduk memelihara sapi dan kambing sebagai bagian dari keseharian mereka. Beberapa di antaranya juga aktif berdagang, menjadikan Desa Itik Rendai sebagai contoh nyata dari potensi desa yang luar biasa, meskipun berada di kawasan yang secara alamiah terlihat menantang.