"Bung, jika boleh tahu, apa yang terlintas di pikiran Anda saat merumuskan Proklamasi kemerdekaan?" saya mulai, penasaran. Bung Hatta tersenyum, matanya berbinar. "Saat itu, saya merasakan beban yang sangat berat. Kami tidak hanya berjuang untuk kemerdekaan, tetapi juga untuk masa depan bangsa," jawabnya dengan suara tenang, menekankan pentingnya tanggung jawab yang diembannya.
Dia kemudian melanjutkan, "Kemerdekaan adalah hadiah dari perjuangan rakyat, bukan sekadar hasil perundingan. Saya ingin agar bangsa ini berdiri dengan kepala tegak, merdeka dari penjajahan, dan berdaulat atas nasibnya sendiri." Suaranya mengandung semangat yang membara, seolah menyalakan kembali api perjuangan dalam hati saya.
Saya pun menanyakan, "Apa tantangan terbesar yang Anda hadapi saat itu?" Bung Hatta menghela napas. "Tantangan terbesar adalah mempersatukan berbagai elemen bangsa yang beragam. Ada yang ingin merdeka dengan cara damai, ada yang lebih memilih perjuangan bersenjata. Namun, saya percaya dialog dan kerjasama adalah kunci untuk mencapai tujuan bersama," ungkapnya sambil mengedipkan mata.
Mendengar pandangan Bung Hatta, saya bertanya tentang pandangannya mengenai koperasi. "Bung, mengapa Anda sangat mendorong pengembangan koperasi di Indonesia?" Dengan antusiasme, ia menjelaskan, "Koperasi adalah jalan untuk membangun kemandirian ekonomi. Saya ingin rakyat memiliki kendali atas ekonomi mereka sendiri, bukan bergantung pada kekuatan besar yang akan mengeksploitasi mereka."
Ketika saya menanyakan tentang harapannya untuk generasi muda, wajahnya terlihat serius. "Saya berharap generasi muda Indonesia bisa mewarisi semangat gotong royong dan cinta tanah air. Jangan pernah lupakan sejarah dan perjuangan pendahulu kita. Mereka telah berkorban untuk kebebasan yang kita nikmati sekarang," katanya dengan penuh harap.
Dialog berlanjut ke isu modern. "Bung, bagaimana pandangan Anda tentang perkembangan teknologi dan dampaknya bagi bangsa?" Ia memandang jauh ke luar jendela, seolah melihat masa depan. "Teknologi adalah alat yang bisa memberdayakan, tetapi juga bisa menggerogoti nilai-nilai kemanusiaan. Penting bagi kita untuk menggunakan teknologi dengan bijaksana," jawabnya tegas.
Menjelang akhir wawancara, saya tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Apa pesan terakhir Anda untuk kami, Bung?" Dengan lembut, ia berkata, "Jadilah pemimpin bagi diri sendiri dan orang lain. Jangan hanya memperjuangkan kepentingan pribadi, tetapi pikirkanlah kesejahteraan bersama. Itulah esensi dari kemerdekaan yang sesungguhnya."
Saat perbincangan kami berakhir, Bung Hatta memberikan senyum hangat dan melambaikan tangan. Seolah membawa saya kembali ke kenyataan, saya menyadari bahwa dialog imajinatif ini bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tetapi juga tentang menginspirasi langkah ke depan. Dalam hati, saya berjanji untuk menjaga semangat perjuangan Bung Hatta dan meneruskan cita-cita luhur untuk Indonesia yang lebih baik.