Hari itu, Ayah Bhumi, yang juga seorang penggemar sepak bola, duduk di kursi taman sambil mengamati anaknya yang asyik bermain. "Ayo Bhumi, tendang bolanya ke arah Ayah!" serunya. Bhumi tersenyum lebar dan menendang bola sekuat tenaga dengan kaki mungilnya. Bola meluncur lurus dan mendarat tepat di kaki Ayah. "Bagus sekali, Bhumi!" Ayahnya tertawa bangga.
Setiap pagi, setelah sarapan, Bhumi selalu meminta bolanya. "Bola, bola!" katanya dengan bahasa khas anak seusianya. Ayahnya segera mengambil bola kecil warna putih kesukaannya dan membiarkan Bhumi berlarian di halaman. Terkadang, ia meniru gerakan para pemain sepak bola yang dilihatnya di televisi, meskipun dengan gaya lucu yang khas anak-anak.
Sore harinya, Bunda Bhumi bergabung di halaman. "Lihat, Bun, Bhumi mulai bisa menggiring bola!" kata Ayahnya dengan nada bangga. Bunda hanya tersenyum hangat, bangga melihat perkembangan putranya yang tampak semakin mahir. Ia ingat, saat Bhumi baru bisa berjalan, setiap langkahnya penuh hati-hati. Kini, anaknya sudah berlari ke sana kemari mengejar bola dengan penuh percaya diri.
Suatu hari, Ayah Bhumi memutuskan untuk membawanya ke lapangan sepak bola di dekat rumah. Bhumi yang senang bermain bola di halaman, tampak sangat antusias saat pertama kali melihat lapangan yang luas itu. "Wow!" serunya dengan mata berbinar. Ia langsung berlari menuju bola yang dibawa Ayahnya, menendangnya dengan semangat yang tak pernah surut.
Di lapangan itu, Bhumi bertemu dengan anak-anak lain yang lebih besar. Meskipun usianya paling kecil, Bhumi tidak merasa canggung. Ia dengan cepat berbaur, mengikuti gerakan anak-anak yang lebih besar, mencoba menendang bola bersama mereka. Beberapa anak bahkan takjub melihat Bhumi yang masih kecil namun memiliki kemampuan mengontrol bola dengan baik.
Setiap akhir pekan, lapangan itu menjadi tempat favorit Bhumi. Orang-orang yang sering berlatih di sana mulai mengenali sosok mungil yang penuh semangat itu. "Itu Mas Bhumi, si jago bola kecil," ujar salah seorang pelatih yang sering melihatnya bermain. Setiap kali Bhumi datang, ia selalu disambut dengan senyum dan sorakan dari orang-orang di lapangan.
Meskipun masih kecil, Bhumi sudah menunjukkan kecintaan yang besar pada sepak bola. Setiap hari ia berlatih, menendang, menggiring bola, dan bahkan mencoba mencetak gol kecil-kecilan dengan memasukkan bola ke gawang kecil yang dibelikan Ayahnya. "Bhumi pasti jadi pemain hebat nanti," kata Ayahnya penuh keyakinan, sambil terus mendukung anaknya untuk bermain dengan senang.
Suatu sore, ketika Bhumi berhasil mencetak gol kecil pertamanya ke gawang yang dipasang Ayahnya, ia melompat-lompat kegirangan. "Gol! Gol!" serunya, sementara Ayah dan Bunda bertepuk tangan. Itu adalah momen yang sederhana namun penuh makna, di mana Bhumi mulai merasakan kegembiraan dalam mengejar impian kecilnya---menjadi pemain bola.
Hari itu, saat matahari mulai terbenam, Bhumi duduk di pangkuan Ayahnya, kelelahan namun tersenyum puas. "Besok main bola lagi, Yah," katanya sambil memeluk erat bola kecilnya. Ayahnya tersenyum hangat, merasakan kebahagiaan yang sama seperti yang dirasakan oleh Bhumi. Baginya, kegembiraan anaknya lebih berharga dari segalanya, dan ia yakin, langkah kecil Bhumi hari ini akan menjadi awal dari mimpi besar di masa depan.