Pertama, perasaan tidak nyaman dengan diri sendiri bisa memicu sikap defensif. Ketika seseorang merasa tidak puas dengan dirinya, mereka cenderung mengalihkan ketidakpuasan itu kepada orang lain. Mereka merasa terancam oleh kehadiran orang lain, yang dapat membuat mereka semakin merasa tidak berharga. Dengan memusuhi orang lain, mereka berusaha melindungi diri dari kemungkinan kritik atau penilaian.
Kedua, orang yang bermasalah sering kali merasa kesepian dan terasing. Dalam upaya untuk menyembunyikan perasaan ini, mereka mungkin bersikap antagonis. Memusuhi orang lain memberi mereka rasa kontrol, meskipun hanya sementara. Ketidakmampuan untuk menjalin hubungan positif membuat mereka lebih mudah terjerumus dalam sikap negatif.
Ketiga, ada faktor lingkungan sosial yang berperan penting. Individu yang berada di lingkungan yang penuh dengan konflik atau ketidakpuasan akan cenderung meniru sikap tersebut. Jika mereka dikelilingi oleh orang-orang yang juga bermusuhan, mereka akan merasa lebih mudah untuk ikut serta dalam perilaku tersebut, yang memperkuat siklus negatif.
Keempat, masalah kesehatan mental juga seringkali menjadi penyebab utama. Stres, kecemasan, dan depresi dapat memengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan orang lain. Mereka yang mengalami gangguan ini mungkin merasa lebih mudah untuk mengekspresikan kemarahan atau frustrasi kepada orang lain, sebagai bentuk pelampiasan.
Kelima, kebutuhan untuk mendapatkan perhatian dapat mendorong seseorang untuk berperilaku agresif. Dengan memusuhi orang lain, mereka mungkin berharap menarik perhatian, meskipun itu adalah perhatian negatif. Ini adalah bentuk pencarian validasi diri, meski cara yang digunakan tidak sehat.
Keenam, ketika seseorang merasa tidak berdaya, mereka sering kali mencari kambing hitam. Dengan memusuhi orang lain, mereka dapat menyalurkan kemarahan dan frustrasi yang seharusnya diarahkan pada diri sendiri. Ini adalah mekanisme pertahanan yang membantu mereka merasa lebih kuat, meskipun itu tidak menyelesaikan masalah yang ada.
Ketujuh, perasaan iri dan cemburu juga bisa menjadi faktor. Ketika seseorang melihat orang lain yang tampak bahagia atau sukses, mereka mungkin merasa terancam. Rasa iri ini dapat berujung pada sikap memusuhi orang lain sebagai cara untuk mengatasi ketidakpuasan diri.
Kedelapan, pengalaman masa lalu yang menyakitkan dapat membentuk pola perilaku. Seseorang yang pernah dikhianati atau disakiti oleh orang lain mungkin mengembangkan sikap defensif yang berlebihan. Mereka cenderung memperlakukan orang lain dengan curiga dan permusuhan sebagai bentuk perlindungan diri.
Kesembilan, pemikiran negatif yang terus-menerus dapat memperkuat sikap bermusuhan. Ketika seseorang terjebak dalam pola pikir negatif, mereka cenderung melihat dunia dengan lensa yang kelam. Ini memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan orang lain, sering kali menyebabkan konflik dan ketegangan.
Akhirnya, penting untuk menyadari bahwa memusuhi orang lain bukanlah solusi untuk masalah internal. Mencari bantuan, baik dari profesional maupun dukungan sosial, adalah langkah awal yang baik untuk mengatasi masalah pribadi. Dengan mengatasi permasalahan diri, seseorang dapat membangun hubungan yang lebih sehat dan positif dengan orang lain.