Salah satu teman mengajak saya makan siang Gado-gado di warung kecil di Pinggir jalan daerah condong catur Jogja. Kata teman saya gado-gadonya cukup enak. Setelah sampai di lokasi dan mulai mencicipi gado-gado yang dibuat oleh simbah, hemm rasanya bagi saya biasa saja. Tapi ada satu moment menarik yang saya dapat saat itu, simbah selalu menambahkan kecap ke gado-gado yang dibuat dan ketika kecap habis dia meminta izin saya untuk mengambil kecap baru. Apa yang lucu? Perhatikan foto di bawah ini :
Apa yang ada di pikiran Anda ketika melihat foto di atas ? saya kemudian memiliki asumsi
Kecap bango berhasil menjadi TOP OF MIND bahasa sederhananya pemimpin/raja di pikiran atau ingatan konsumen. Di berbagai level ekonomi kecap ini secara umum berhasil membangun awareness sebagai kecap berkualitas. Lewat media iklan, Kecap bango mampu membenamkan cerita bahwa bango lah yang “benar-benar kecap”.
Dari segi strategi, kecap bango membangun pengaruhnya dengan berusaha merangkul pedagang makanan tradisional indonesia. Brand Activation “festival jajanan bango” pun tak lupa dilakukan Univelever sebagai pengendali bango demi menggemakan brand kecap ini ke seluruh Indonesia. Dengan beberapa pendekatan ini kecap bango yang terhitung pendatang baru, berhasil menjadi pesaing untuk kecap ABC dari Heinz ABC yang telah lama berkuasa sebagai market leader di tanah air. Lantas apakah kecap ini laku ? di kalangan atas dipastikan bango lah juara. Bagaimana di kalangan kelas menengah ke bawah? Apakah pedagang makanan tradisonal memang membeli bango sebagai kecap mereka? Tunggu dulu.
Daris segi harga saya secara pribadi ragu jika penjualan bango sehebat kecap sedap dan abc. Harga kecap bango 135 ml adalah Rp. 6500 sedangkan ABC Rp.4700 dan sedap Rp.3800 berdasarkan survey saya ke Indomaret jam 09.20 di Indomaret Jl pawirokuat condong catur. Okelah Bango TOP OF Mind tapi belum tentu Top Of Sales mengapa ? karena dari segi harga tidak semua kalangan mampu membeli kecap ini , apalagi pedagang jajanan yg butuh harga jual lebih murah tentu akan memilih kecap yg juga murah harganya. Saya mencoba mencari data penjualan kecap beberapa tahun terakhir namun nihil. Tapi paling tidak Foto di atas menggambrkan bahwa Top Of Mind belum tentu Salesnya tinggi.
Ada asumsi lain ? atau pendapat yang lebih valid dengan data penjualan mungkin? mohon ditambahkan. Kasus ini jadi pelajaran bahwa brand harus mampu menjadi Top of Mind sekaligus merajai pasar dengan sales tinggi.
Rizal Kasim