Sebuah dagelan dengan akting tingkat tinggi dipertontonkan dua tokoh penting di negara Republik Indonesia ini. Pemain utamanya Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tontonan sandiwara yang mereka pertontokan sama sekali tak mendidik, malah mengajari rakyat Indonesia untuk memelihara dendam dan permusuhan.
Tak ada yang istimewa saat Presiden ke-3 BJ Habibie naik ke podium. Rakyat disuguhi gaya dan ekspresi meledak-ledak sang profesor saat menyampaikan idenya soal Pancacila.Tapi lain saat putri proklamator Bung Karno mendapat giliran. Usai pidato panjang lebar, masyarakat ingin menyaksikan jiwa besar istri Taufik Kiemas itu mengubur dendamnya kepada SBY.
Ternyata, Mega tetaplah Mega, seorang perempuan, mantan presiden yang hobi memelihara dendam dan permusuhan. Jangankan bersalaman, menoleh ke SBY saja tidak ia lakukan.Katanya ngakuseorang Pancasilais.
Harapan pun berpindah ke sang bapak Presiden. Dengan mengusung etika politik santun,banyak yang berharap SBY dengan kerendahan hati akan menunjukkan jiwa besarnya mendatangi Megawati. Tapi setali tiga uang.SBY juga seorang yang punya gengsi tinggi dan malu untuk merendahkan diri nya di depan publik. “Lha wong saya ini presiden kok,” mungkin itu yang ada di benak SBY, yang langsung turun dari podium dengan wajah menatap lurus ke depan tanpa menoleh ke Megawati.
"Berbicara tentang Pancasila, kita berbicara tentang Bung Karno. Bukan karena beliau bapak saya, tapi justru sebagai penggali Pancasila sekaligus proklamator bangsa. Karena itulah dengan penuh segala kerendahan hati saya ingin mengajak tiap warga bangsa pemimpin bangsa mengkontemplasikan rentang panjang benang merah melalui pemikiran Bung Karno," tutur Mega dalam pidatonya.
"Pancasila tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dengan Bung Karno. Untuk menghindarkan bangsa ini dari cara berpikir instan, seolah-olah Pancasila sebagai produk sekali jadi yang jauh dari proses dialektika sejarah panjang masyarakat Indonesia," jelas Mega.
Dari dulu, yang namanya ngomong doang itu memang jauh lebih mudah ketimbang melakukan. Bagaimana bangsa Indonesia ini bisa diajak bersatu kalau mental pemimpin bangsa kita seperti itu. Sebuah negara yang memiliki banyak suku, bahasa dan budaya memiliki pemimpin yang gemar memelihara dan menyuburkan dendam serta permusuhan.
Ironisnya, baik Mega dan SBY sama-sama mengklaim sebagai Pancasilais. Tapi prakteknya GOMBAL!!