Event tahunan lomba mengukir yang tahun ini dilaksanakan di Alun-alun Jepara pada Sabtu (17/7/2010), dicatat sebagai salah satu rekor di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Namun, pencatatan rekor pada kegiatan yang diikuti 502 peserta, bukanlah tujuan akhir yang hendak dicapai. Dalam sejumlah pernyataan terkait lomba ini, pemerintah kabupaten Jepara dan panitia pelaksana lomba, lebih menempatkan rekor tersebut sebagai sasaran antara untuk memperkuat branding daerah, yakni Jepara, The World Carving Centre. Ketua panitia Ir. Herry Purwanto, MM mengatakan, lomba yang diikuti oleh peserta di hampir seluruh rentang usia dikemas dalam label Mengukir Budaya Jepara. “Ini dimaksudkan sebagai upaya perkuatan spektrum pewarisan terhadap budaya ukir. Dengan demikian, kita telah melakukan langkah untuk memastikan bahwa dari waktu ke waktu, Jepara mampu menghasilkan produk-produk ukiran berkualitas tinggi”, katanya. Terminologi budaya dibataskan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Inilah yang terjadi pada aktivitas mengukir masyarakat Jepara. Lebih lanjut Bupati Jepara Drs. Hendro Martojo, MM mengungkapkan, lomba yang dicatat MURI memang sebuah upaya untuk memperkuat branding daerah. Apalagi sejak tanggal 27 Mei 2010, branding ini semakin kuat secara legal menyusul diterimanya serifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk Mebel Ukir Jepara (MUJ) sebagai Indikasi Geografis (IG) daerah. Sertifikasi ini diajukan sejak tahun 2007. Sertifdikat IG disahkan Menkumham Patrialis Akbar kepada bupati berdasar registrasi agenda pendaftaran IG Ditjen HAKI Nomor : IG.00.2007.000005. “Dengan sertifikat ini, sampai kapan pun insyaallah tak akan ada seorang pun yang bisa mengakui produksi mebelnya sebagai produk Jepara kalau kenyataannya tidak. Budaya ini pun tak akan diklaim oleh pihak atau negara lain sebagaimana fenomena yang terjadi atas beberapa budaya Indonesia beberapa waktu lalu,” kata bupati. Dibanding HAKI lain seperti merek dagang, hak cipta, atau paten, IG memiliki keunggulan yang lebih istimewa. Jika merek dagang, hak cipta, atau paten memiliki jangka waktu perlindungan, maka jangka waktu perlindungan atas indikasi geografis tak dibatasi. “Artinya hak IG tak ada waktu berakhirnya,” kata bupati. Di luar lomba mengukir, kegiatan lain yang dilakukan untuk memperkuat branding adalah Jepara Great Sale 2010. Rankaian kegiatan yang akan diikuti minimal 100 perusahaan di Jepara, memberikan diskon besar untuk belanja di Jepara dengan potongan harga antara 10 – 20 persen. Event yang diharapkan mampu menarik minat masyarakat luar daerah dan mancanegera untuk datang dan belanja di Jepara, dilaksanakan pada tanggal 31 Juli hingga 31 Agustus 2010. Sedangkan event lainnya Jepara Expo, beragenda pameran yang menampilkan produk UKM Jepara. Event ini akan dilaksanakan di JTTC tanggal 3 – 6 Agustus 2010. Rangkaian kegiatan ini diharapkan mampu menempatkan branding tersebut benar-benar sebagai jatidiri Jepara. Apalagi, fakta kewajaran branding ini dapat dilihat dari fenomena pasar furniture, baik lokal maupun ekspor yang menempatkan Jepara sebagai daerah pemroduksi yang sangat terkenal. Dalam catatan bupati, duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat pernah dikomplain oleh seorang buyer di negara tersebut atas ketidakpuasannya pada kualitas mebel Jepara yang dinilainya tak sesuai harapan. “Setelah dicek, ternyata buyer tersebut membeli bukan dari produsen Jepara. Karena yang dibeli produk furniture, dia menganggap itu dari Jepara,” kata bupati. Buyer lain di negara tersebut, ada yang rela indent selama satu tahun untuk mendapatkan pesanan mebel dari Kota Jati karena kepercayaannya pada kulitas produk kiriman produsen yang beralamat di Desa Suwawal, Kecamatan Mlonggo. Fakta ini diungkapkan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jepara Edy Sujatmiko, S.Sos, MM, MH. Data yang dicatat dinas itu menyebutkan, hingga saat ini ekspor Jepara telah menembus pasar di 111 negara di berbagai belahan dunia. Pada lingkup lokal, tak bisa dihitung lagi berapa toko furniture di berbagai kota di Indonesia yang harus mencantumkan nama Jepara sebagai “jimat” pelaris dagangan. Tanpa itu, dapat dipastikan produknya tak akan laku. “Semua ini akibat dari terkenalnya nama Jepara sebagai produsen mebel,” demikian bupati menggambarkan. (
IGJEPARA.COM/
December 22, 2010)
KEMBALI KE ARTIKEL