Pasca tragedi di pos ronda, Mas Hans duduk termenung di pos jaganya. Masih terbayang paman petani curhat dan menyampaikan isi hatinya bahwa ia mencintai Uleng, kemenaknya sendiri anak Pak Kades, saking shock mendengarnya sampai Mas Hans jatuh pingsan.
Lalu Jeng Pemi datang membawa sejuta cinta, ingin menyadarkan Mas Hans dari pingsannya. Tapi bukan nafas buatan dari Jeng Pemi yang didapatkan melainkan guyuran air es dari Uleng. Dan di disebelah sana sang penyair juga ikut terluka, bukan karena mencintai wanita yang sama, tetapi janda kembang pujaan hatinya ternyata memendam asa kepada paman petani juga.
Dan usai tragedi itu datang seorang pemuda, dengan kamera di leher dan tas hitam dipunggungnya, dialah repotter Rangkat TV, Rizal Falih, baru pulang meliput berita, heran dengan kerumanan orang di pos ronda, tapi tak ada satu pun yang mau menjawab pertanyaannya, mungkin yang lain masih sibuk dengan pekerjaannya, atau jangan-jangan takut berita paman petani jatuh hati menjadi gosip dan hot isu di Rangkat TV.
Pemuda itu kelihatn kecewa, dilhatnya Mas Hans di pos ronda, maka mendekatlah ia. Mas Hans masing menarik dengan dalam rokok lingtingan bekas pamana petani, ah mungkin dia belum menerima honor bulanan, jadi lintingan bekas pun di embat juga, yang penting asep ngepul, gak perlu nambah bon di warung kang ibay.
“Mas Hans sebenernya ada apa sih koq tadi rame banget di Pos Ronda?” Rizal mulai bertanya.
“Gak ada apa-apa zal, cuma insiden kecil, udahlah gak perlu dibesar-besarkan”, Mas Hans mencoba menjawab seadanya, matanya melitik tajam seolah takut ada rahasia yang terbongkar.
“Cerita dong mas, aku kan warga Rangkat juga” Rizal kembali bertanya, sambil tanganya memasukan sebungkus rokok 567 di kantong sang komandan Hansip.
“Eh apa-apan ini”, tangan Mas Hans seperti akan menolak, tapi rupanya memindahkan ke kantong celananya.
“Sebenernya ini rahasia, tapi kamu janji tidak di jadikan bahan berita dan gosip ya”, Rizal mengangguk, dan mulai mendengarkan penjelasan Mas Hans. Selepas itu dia tampak lemas, mukanya pucat, seperti ada gemuruh disana. Terbayang kejadian yang telah berlalu, ketika pagi-pagi sudah datang ke rumah Mommy hanya untuk melihat senyum manis anak Mom yang kedua, dan yg terkhir pertemuan nya di tanah kelahiran nun jauh disana.
“Yang tabah dan sabar ya Zal” hanya itu yang di ucapkan mas Hans, seolah mengerti apa yang sedang berkecamuk di kepala sang pemuda.
=========================================*******================================
Di salah satu ruang kerja Rangkat TV, sang repotter sedang duduk di depan komputer, tangan di atas keyboard tapi hanya tombol delete dan backspace yang terlihat di tekannya berkali-kali, badan di depan meja kerja tapi pikiran entah melayang kemana, sesekali dibuka tab disebelahnya nyanyian keong racun lagu favoritnya.
Tanpa disadarinya ada seorang gadis manis yang sedari tadi memperhatikan tingkah lakunya, gadis itu adalah rekan kerjanya, sudah hampir dua bulan dia menemani dengan setia sang repotter di ruang kerja maupun di lapangan guna mencari berita.
“Tuing...tuing….. my repotter ngelamun aja dari tadi, ada yang lagi gundah gulana neh ceritanya”
Si narsis mendekati rekan kerjanya sambil tangannya memegang bahu sang repotter.
“Ah gak ada apa-apa kok my repotter, cuma ini koq aku masih bingung nyari kata-kata yang pas buat berita kita” sang repotter mencoba mengalihkan pembicaraan, tidak ingin rasanya kegelisahannya di ketahui sang partner.
Dia pun membalikkan badan, dilihat senyum mengejek sinarsis sambil lidahnya menjulur, seolah sedang menertawakanya, memang biasa dia lakukan jika mereka sedang sama-sama berada di ruang kerja. Senyum jelek katanya kalau senyum manis entar ketagihan, ah alasan yg terlalu dibuat-buat.
“Aku tau koq kamu lagi patah hati”, tanpa merasa bersalah si narsis melontarkan kata-kata. “Udah deh jangan ditangisi, yang sudah biarlah berlalu kita jelang hari yang indah untuk esok”, hemh mulai dah berlaga tua dan menasehati tapi upss.. ada kata-kata “kita”, apa neh maksdunya?
“Aku pulang dulu ya, belum mandi neh dari tadi pagi, keasikan nonton film, dan buat resensinya hehehe.... “ tanpa malu sang repotter berkata jujur kepada patnernya.
“Oh ya ini ada hadiah spesial buat my repotter, dibuka ya kalau aku udah pulang. Udah jangan sedih lagi yah my repotter, “ sang repotter melanjutkan kata-katanya sambil tanganya mengambil bungkusan kado di tasnya dan menyerahkan kepada sang pemuda.
“Udah jangan manyun melulu tambah jelek lho entar…. Hahaha….. Aku pulang dulu ya daaggggh my repotter“ si narsis langsung meninggalkan pasangannya yang masih terbengong-bengon dengan kejadian yang barusan di alaminya.
============================ ****** ==========================================
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 12 malam, sang repotter masih terpaku di depan komputer, bungkusan yang di berikan si narsis masih tergeletak dan terbungkus rapi di atas meja, tidak ada keinginan untuk segera membukanya, dipikirnya mungkin ini cuma mainan anak-anak atau kejutan aneh lainya, biasalah si narsis kan terkenal iseng dan gokil, sudah beberapa kali dia menjadi korbannya.
Lelah sudah mendera sang repotter bersiap-siap untuk pulang, tapi tiba-tiba dia teringat bungkusan yang diatas meja, dalam hatinya masih bertanya-tanya apa isi di dalamnya, ah siapa tau aja si narsis kasih uang, he.hehe… Lumayan bisa buat bayar utang di tempat kang Ibay. Dibukanya perlahan-lahan, sang repotter tertegun ada secarik kertas dan bingkai photo di sana, dibacanya perlahan tulisan pendek yang ada di kertas itu,
“My repotter mungkin aku gak bisa romantis seperti Mba Uleng, tapi aku gak kalah manis lhoo… He.he.he…. Ini hadiah special buat my repotter, ini yang terbaru, disimpan baik-baik ya……”
Your love repotter
Putri Narsis.
Bersambung….. *semoga