Tema itu dipilih untuk menggambarkan bagaimana peran guru hebat yang mendedikasikan waktunya untuk mendampingi dan membina generasi muda Indonesia dalam membangun Indonesia jadi bangsa yang kuat.
Sebagai wujud apresiasi atas peran guru dalam mendidik generasi penerus bangsa, serta dalam rangka memeriahkan peringatan HGN, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti meluncurkan bulan November sebagai Bulan Guru Nasional.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen menyelenggarakan program Wajib Belajar 13 tahun, yang dimulai dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga pendidikan menengah. Kemendikdasmen mengusung semangat pendidikan bermutu untuk semua. Dengan demikian, peranan guru menjadi sangat penting dalam mendidik generasi muda dan tidak tergantikan oleh teknologi. Meskipun begitu, perkembangan teknologi sangat membantu proses pembelajaran, salah satunya adalah teknologi Immersive.
Menurut pemerintah saat ini ada tiga persyaratan untuk mewujudkan guru yang profesional dan sejahtera. Yang pertama adalah sertifikasi guru. Untuk itu, Kemendikdasmen akan membantu guru-guru yang belum memiliki Ijazah Strata 1 (S-1) atau Diploma IV (D-IV). Program pemerintah di masa yang akan datang adalah pemberian beasiswa, atau bantuan pendidikan untuk guru agar dapat melanjutkan studi ke jenjang D4 atau S1.
Kedua, peningkatan kompetensi guru yang berkelanjutan. Setidaknya ada empat kompetensi guru yang harus terus dibangun bersama-sama, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Maka, pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru akan terus ditingkatkan. Kedepan yang ikut Pendidikan Profesi Guru akan ada dua materi tambahan, yaitu bimbingan konseling dan pendidikan nilai.
Ketiga, kesejahteraan guru akan terus ditingkatkan. Keniscayaan, guru bermutu, guru berkualitas, guru hebat itu salah satunya ditentukan oleh kesejahteraan guru.
HGN sebaiknya dijadikan momentum untuk mengembangkan profesionalitas guru sesuai perkembangan teknologi. Patut kita simak laporan Bank Dunia yang berjudul How Indonesia's Subnational Government Spend Their Money on Education. Dalam laporan itu disebutkan 86 persen anggaran pendidikan di daerah hanya untuk gaji guru, bukan pengembangan kualitas pendidikan.Sebanyak 86 persen dipakai untuk gaji dan tunjangan guru, sementara infrastruktur hanya 5 persen, biaya operasional 3 persen, dan pelatihan guru hanya 1 persen.
Dari aspek kualitas, berdasarkan data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) masih terdapat 25 persen guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi akademik dan hampir setengah lebih belum memilki sertifikat profesi. Usaha meningkatkan kualitas dan profesionalitas guru merupakan keniscayaan bangsa yang tengah memasuki era industri 4.0. Kebutuhan terhadap guru professional berstandar dunia untuk menguatkan industrialisasi nasional perlu terobosan teknologi.
Saatnya membentuk guru dengan klasifikasi yang berstandar global. Klasifikasi diatas bisa dibentuk melalui program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang kini memegang dana abadi triliunan rupiah.
Publik berharap agar program LPDP yang merupakan investasi bangsa di bidang sumber daya manusia (SDM) bisa lebih massive.Keniscayaan para guru mesti merasakan langsung Program LPDP. Para gutru dari pelosok sekalipun perlu diarahkan untuk mendapat Letter of Acceptance (LoA) atau conditional letter dari perguruan tinggi luar negeri.
Tentunya para guru dari desa dan pelosok daerah kesulitan memperoleh LoA. Karena untuk dapatkan itu prosesnya panjang dan membutuhkan dana dan kemampuan bahasa asing yang lebih. Saatnya LPDP menambah bea siswa untuk guru berprestasi agar bisa belajar di luar negeri. Program beasiswa luar negeri LPDP selama ini fokus untuk program S-2 dan S-3 hal itu mesti mengakomodasi para guru untuk mengembangkan profesionalitasnya.