Tidak jauh berbeda dengan jajanan sekolah. Sudah sering kita mendengar berbagai kasus yang diakibatkan karena jananan tersebut mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan. Tapi tetap saja, kita menyaksikan murid-murid berebutan mengantri jajanan melalui pagar sekolah atau di kantin sekolah. Sementara, mangkok bekas Bakso bisa berhari-hari menghiasi ruang kantor sekolah bekas Bapak dan Ibu Guru jajan.
Jajan di Sekolah
Tidak semua Kantin Sekolah mampu menyajikan makanan bersih, sehat dan murah. Semua pun sudah tahu bagaimana peran Abang-Abang penjual jajanan depan gerbang sekolah menjadi andalan anak sekolah. Tidak jarang juga para guru ikut menjadi pelanggannya. Meskipun jajanan makanan dan minuman tersebut terkena isu tercemar zat pewarna, perasa dan pengawet berbahaya, namun akhirnya semua sirna begitu saja walau memakan korban jiwa sekalipun.
Kalaupun ketersediaan Kantin Sekolah di bawah pengawasan pihak sekolah, tapi tengoklah apa isi jajanannya. Biasanya tidak jauh dari makanan cepat saji yang tidak seimbang gizinya, seperti aneka gorengan, Pizza, Burger, Spaghetti, yang kurang mengandung serat. Akibatnya akan terbentuk pola makan yang tidak sehat. Lebih jauh anak-anak lebih cepat menderita penyakit degeneratif dan gangguan kesehatan lainnya, dampak dari ketidak seimbangan gizi jajanan tadi.
Mari Makan Bersama Murid dan Guru
Zaman saya SD dulu, kami diminta membawa makanan sendiri dari rumah. Tidak boleh membawa uang jajan. Akibatnya, tidak ada seorangpun tukang makanan di depan sekolah. Memang merepotkan Ibu saya yang harus bangun lebih awal untuk mempersiapkan bekal bagi anak-anaknya yang berangkat sekolah. Kami tidak makan sendirian. Bersama-sama guru yang mengajar pada pelajaran sebelum masuk waktu istiraharat, kami Makan Bersama di dalam kelas. Ibu guru juga membawa bekalnya. Apa yang terjadi selama Makan Bersama itu?
Sebelum lonceng tanda sekolah berakhir, guru bertanya kepada murid-muridnya tentang bekal apa yang dibawa esok hari. Bu Guru sering mengingatkan atau memberi ide bekal apa sebaiknya yang dibawa. Semua disampaikan dengan santai.
Sebelum Makan Bersama dimulai, murid-murid secara teratur keluar ruangan mencuci tangan. Lalu berdoa. Kemudian Ibu Guru berkeliling melihat menu bawaan murid-murid. Biasanya ada selingan untuk saling tukar atau berbagi bekal kepada sesama teman, juga untuk Bu Guru. Bekal kami tidak harus selalu makanan berat.
Makanan tidak boleh bersisa, apa lagi sampai dibuang. Selesai, masing-masing merapikan alat-alat makannya lalu disimpan dalam laci meja masing-masing. Setelah itu baru murid-murid dan guru keluar kelas istirahat.
Giliran anak saya sekolah, mereka dibiasakan oleh sekolahnya untuk membawa potongan buah-buahan dan sayuran, dan makanan yang mengandung karbo hidrat serta protein, misalnya Roti dan selai, Nasi Dadar Gulung. Namun dilarang membawa coklat dan minuman bersoda.
Dampak Makan Bersama
Pelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman di atas adalah bahwa jajan dapat digantikan dengan Makan Bersama. Metode ini banyak manfaatnya, diantaranya, bagi guru metode ini merupakan bagian dari penerapan disiplin, kontrol terhadap apa yang dikonsumsi murid, dan tidak perlu lahan khusus untuk kantin sekolah. Bagi murid, terjadi proses belajar dalam bentuk pembiasaan, ketertiban, kerapihan, kebersihan yang menjadi pola perilaku khususnya dalam hal makan minum.
Sudah saatnya, pihak sekolah mulai serius memperhatikan masalah jajan ini. Sangat sulit mengontrol apa yamg dijual oleh penjaja makanan karena mereka memang pedagang. Sekolah perlu merubah cara pandang tentang jajan sekolah ini menjadi bagian integritas dari sistem pendidikan. Semoga!