Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

The Man Who Can't be Moved

13 Desember 2013   16:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:58 52 0
Aku membuka koran pagi ini. Melihat wajahku terpapang dengan jelas di halaman depan. Menjadi headline. Juan muncul entah dari mana, mengambil koran bisnis yang sedang aku baca. "Sudahlah, Tuan", ujarnya sambil melipat koran itu dan menaruhnya di atas meja. "Anda sudah melakukan hal yang tepat" Aku meragukannya. Namun, aku harus segera meninggalkan ruanganku. Menuju tempat lain di mana orang-orang menunggu kata-kata terakhirku seolah aku akan menghadapi tiang gantungan dan mati di depan mereka. Ini bukan soal mengakhiri, bisa saja ini adalah awal yang baik dari kehidupan yang belum pernah terbayang olehku. Aku berdiri di hadapan ratusan kepala. Memberi penyambutan, sekaligus penutupan. "Terima kasih kalian sudah bekerja dengan baik", lalu turun podium. Menyalami beberapa dewan direksi sebelum meninggalkan hall. Aku naik limo, melewati jalanan New York yang padat. Dan macet menjadi lama saat ada kecelakaan seorang tunawisma tertabrak. Aku memandang ke sebelah kiriku, menerawang kaca mobil di mana aku melihat satu sudut jalan di ujung blok. Terpana ke sana. Selalu setiap lewat di jalan ini, aku memandang ke sana. Mengingat ketika aku masih berjalan kaki ke stasiun subway terdekat. Dengan tas kerja dan dikejar waktu. Lalu aku bertemu seseorang. Dia menabrakku di sudut jalan itu dan menumpahkan latte pada kemejaku. Aku harusnya marah dan membentaknya "Lihat apa yang kau lakukan!", tapi aku tidak seberani itu karena dia perempuan. Seorang perempuan muda, berusia sekitar 23 tahun. Matanya biru seperti langit. Kulitnya kecoklatan. dan Rambutnya hitam berombak. Aku terpana beberapa saat. Di saat yang sama ia menatapku dengan rasa bersalah sambil mengusap-usap kemejaku dengan gemetaran. Noda kecoklatan itu semakin parah. Bagiku itu masalah besar ketika aku tidak bisa sampai di kantor tepat waktu. Namun aku tidak keberatan dia menarikku ke laundry terdekat. Aku tahu aku akan mendapat masalah nanti. Tapi aku mengenyampingkannya ketika memandang wajahnya sambil menunggu kemeja-ku kering. "Apa kau berasal dari sini?", tanyaku. Dia terdiam sejenak. Sebelum mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah catatan kecil dan ia melihatnya beberapa saat. "Aku Hannah Lyle. Aku dari Florida", jawabnya tersenyum. "Apa itu?", tanyaku penasaran dengan buku kecil yang ada di tangannya. "Catatan", jawabnya tersenyum manis, "Aku harus mencatat banyak hal karena aku sangat mudah lupa" "Semudah itukah?", aku mengernyit. "Sejenis alzheimer", dia menjelaskan. "Kau terlalu muda untuk menderita alzheimer, Nona Hannah", kataku. Dia tersenyum simpul, "Kasus langka. Satu di antara seribu di dunia", jelasnya. "Seperti short term memory loss?", aku bertanya lagi. "Yap", dia menjawab sambil berdiri dan sepertinya kemejaku sudah bersih. Aku tidak lagi memikirkan soal kantor dan atasan yang marah saat mengenakan kembali kemejaku. Kami berdiri di depan laundry dan aku menyadari dia tampak kebingungan. "Apa kau baik-baik saja, Nona Hannah?", aku menegurnya. Ia menatapku. Dengan bingung. "Apa yang terjadi?", tanya dia padaku. Aku terdiam. Memandang dia yang mulai cemas sambil memeriksa isi tasnya. Ia mengeluarkan catatan kecil, beberapa lembar foto dan kamera polaroid. Ia mulai memeriksanya satu persatu. Penyakit seperti itu lebih parah dari yang aku tahu. Mungkin karena dia masih terlalu muda. Saat dia seperti kehilangan sesuatu yang tidak bisa dia temukan lagi. Dia kehilangan tujuannya saat menabrakku tanpa sengaja. Dan tersesat. --- "Juan, apa kau masih ingat soal gadis penderita ingatan jangka pendek itu?", aku menanyai asisten pribadiku, seorang pria 45 tahun yang sudah bersamaku selama 10 tahun ini. "Ada apa, Tuan? Apa anda melihatnya?", ia melirikku dari spion depan sambil mencari jalan di tengah kemacetan. "Tidak...", jawabku memandang ke sudut jalan yang kemudian kami lewati. Aku bersandar ke headstand. Lalu kembali ke sudut jalan tempat pertama kali aku melihatnya. Hannah Lyle. Seorang gadis dengan foto-foto bernama yang ia kenali sebagai keluarga dan teman-temannya. Paman Alfie dan Bibi Marry, keluarga. Tn. Quentin dan Ny. Gainsbourgh, tetangga. Edward, Tania, dan Dane, teman-teman. Tapi, dia tidak punya alamat dalam catatan itu. Bagaimana mungkin penderita ingatan jangka pendek tidak punya identitas lengkap saat bepergian? "Apa kau ingin menemui seseorang?", tanyaku saat kami duduk di pinggir jalan, minum latte lagi. Dan aku membolos kerja. Menemani dia sampai kami tahu jalan keluarnya. Hannah menggeleng. Dia benar-benar lupa apa yang mau dia lakukan. Sehingga aku bertanggungjawab karena menyebabkan hal itu terjadi. Aku tidak bisa meninggalkannya. Walaupun aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan untuknya. Tapi, aku tidak berniat membawanya ke kantor polisi. "Apa kau berasal dari sini?", tanyaku. "Mungkin tidak...yah...walau aku tidak ingat dengan pasti. Biasanya aku selalu punya firasat terhadap suatu tempat yang pernah aku datangi", jelasnya. "Ajaib...", komentarku. "Kau sendiri? Apakah kau berasal dari sini?", ia melirikku, menatapku dengan rasa ingin tahu. "Aku tinggal di Brooklyn", jawabku. "Jauhkah dari sini?", tanya dia lagi. "Sekitar 15 menit dari sini, dengan subway", jawabku. Ia mengangguk-angguk. Tidak ada kecemasan di wajahnya sekalipun ia tahu tengah tersesat di kota besar dengan seorang pria asing yang tidak pernah dia tanyakan namanya. Aku menarik kesimpulan dia sudah sangat terbiasa dengan ini. Jadi, dia tampak santai. Aku yakin dia tidak berkeliaran di jalanan New York sendirian. Mungkin seseorang akan datang untuk menemukannya tidak lama lagi. Hannah terpana kepada sekitarnya. Gedung-gedung mewah dengan lampu-lampu meriah. Kaca-kaca branded store yang mengkilat dengan mode-mode terkini pada manekin yang tinggi langsing. Dia tampak asing sekaligus bergembira. Apa yang dia lakukan di New York? "Apa kau tidak bekerja?", tanya dia padaku, ketika malam membuat cahaya lampu menciptakan biasan warna indah di setiap sudut jalan. Lampu jalan, hingga lampu lalu lintas. Bunyi-bunyian khas keramaian serta penyanyi jalanan yang mengobral mimpi mereka. "Harusnya...", jawabku. "Maaf aku sudah merepotkan", katanya, "Aku pasti selalu merepotkan setiap orang yang aku temui" "Tidak apa-apa", aku menatapnya tanpa berkedip. Wajahnya mulai memerah karena dingin. Hannah saling mengusapkan kedua telapak tangannya. Musim dingin akan segera tiba, udara New York menjadi tak bersahabat bagi orang Florida. Kita sudah berjalan cukup jauh untuk melihat-lihat. Lalu kami sudah duduk di atas bus yang akan membawa kami ke tempat semula. "Kau sangat baik", katanya yang duduk di sampingku. Aku masih menatapnya lalu tersenyum. "Benarkah?", aku meragukannya. "Apa setelah ini aku tidak akan melihatmu lagi?", dia bertanya padaku. "Kenapa tidak?", balasku. "Aku akan lupa begitu kita tidak bertemu lagi", katanya. "Kenapa kita tidak bisa bertemu lagi?" "Aku merasa seseorang akan membawaku pergi jauh", Aku menghela nafas. Begitu banyak orang yang datang dalam hidupnya. Namun hampir semua yang pergi tanpa jejak. Hannah pasti sudah lupa dengan siapa pertama kali ia jatuh cinta. Menderita penyakit itu kadang bagus karena bisa dengan mudah melupakan apa yang tidak ingin diingat. Namun lain cerita jika hal membahagiakan juga terlupa. Seperti malam ini. Saat dia tertawa mendengar ceritaku bahwa besok pagi aku pasti akan dimarahi atasanku dan aku tidak mungkin menceritakan padanya bahwa aku berkeliling sepanjang hari dengan seorang gadis asing. Dan sekarang duduk dengannya sambil tertawa di bus. Aku punya seorang manajer perempuan yang gendut dan cerewet. Juga suka sekali berdiri diam-diam di belakangku untuk menegur lalu membuat jantungku seakan melompat keluar karena terkejut dengan suaranya . Dia selalu memastikan aku mengerjakan tugasku dengan baik dan jika dia menemukanku lalai maka dia akan berteriak sampai seluruh ruangan menoleh ke arahku. Dia juga menderita anoreksia yang parah namun tetap saja bermasalah dengan berat badan. Ms. Dawson seperti babi saat wajahnya yang bulat memerah ketika marah. Itu selalu membuatku ingin tertawa tapi aku tidak bisa karena jika aku melakukannya aku bisa saja dipecat. Hannah tertawa riang. Tapi, itulah yang ia tahu selama ini. Sebuah kebiasaan di mana ia akan lupa dengan siapa ia pernah pergi. Dan siapa yang pernah mencintainya. Aku ingin meninggalkan jejak yang mungkin tidak pernah dilupakan oleh hatinya saat bersamaku. Aku mencintai Hannah sejak saat itu. --- "Apa anda yakin tidak ingin ditemani, Tuan?", Juan meyakinkanku sebelum aku menutup pintu apartemen. Aku tersenyum, "Aku akan baik-baik saja", kataku lalu menutup pintu. Aku rasa Juan sudah pergi ketika aku duduk di sofa sambil meregangkan dasi lalu melepas jas dan meninggalkannya di sana untuk pergi ke kamar. Aku melepas sepatuku di sisi tempat tidur lalu bererak ke kamar mandi. Di mana aku melihat sesosok bayangan pria berusia 37 tahun yang terguncang jiwanya pada cermin besar. Aku sangat membenci hari ini. Hari yang selalu kutunggu untuk mengetahui suatu akhir yang pasti dari semua masalah yang aku alami. Tidak cukup hanya dengan menangis, berteriak dan membanting semua barang-barang di sekitarku. Sehingga jiwaku membawa pikiranku ke tempat yang sangat aku rindukan. Setelah aku menulisĀ  di atas secarik kertas dan meletakan sebuah foto polaroid di atasnya. Going Back to the corner where I first saw you Gonna camp in my sleeping bagI'm not gonna move Got some words on cardboard, got your picture in my hand saying, "if you see this girl can you tell her where I am" Some try to hand me money, they don't understand I'm not broke, I'm just a broken hearted man I know it makes no sense but what else can I do? How can I move on when I'm still in love with you? Kembali ke sudut jalan itu. Aku berdiri. Menunggunya. Aku memandang foto satu-satunya yang kusimpan selama ini dengan harapan akan bertemu lagi dengannya. Foto sebagai pengingat bahwa aku bukanlah orang asing. Bagi Hannah. Aku yakin dia tidak melupakanku. Tidak semudah itu. Aku yakin dia akan kembali ke sini untuk bertemu denganku. Ketika aku melakukan hal yang tidak masuk akal. Aku mencium seorang gadis yang baru dikenal di atas bus. Kami turun dari bus dengan gembira. Tidak memikirkan bahwa sebentar lagi kami akan berpisah begitu seseorang menjemputnya dan membawanya pergi. Hannah mengeluarkan kamera polaroidnya, bermaksud untuk mengambil fotoku. Dia akan menuliskan namaku pada foto itu. Seperti setiap orang yang dikenalnya. Untuk bisa terus ingat dengan siapa ia pernah bertemu. "Tidak", kataku padanya, mengambil kameranya, "Aku tahu kau tidak akan melupakanku, Hannah" Hannah menggeleng-geleng. Dia ingin mengingatku. Dia terlalu pasrah dan tidak percaya pada hatinya sendiri. Akan tetapi, dia bisa mengenali satu tempat hanya dengan perasaan bahwa ia pernah datang ke sana. Seperti halnya diriku, jika suatu saat dia bertemu denganku lagi, dia pasti akan merasa pernah bertemu denganku. Dia akan tahu, aku mencintainya. Aku memencet tombol kameranya. Lalu sebuah foto keluar. "Bolehkah?", aku meminta foto yang baru saja kuambil. Gambar dirinya yang saat ini ada dalam genggamanku. Aku duduk di sudut jalan. Tidak pernah beranjak dari sana. Aku tahu dia akan datang. Aku tidak akan ke mana-mana sampai dia datang. Orang-orang mulai memandang ke arahku. Atau hanya perasaanku saja mereka melihat pria yang sama sedang menunggu seseorang yang tak kunjung datang. Setiap hari, di tempat yang sama sementara waktu terus berjalan. Hari, minggu, bulan dan tahun berlalu dengan cepat. Serta pergantian musim. Cause if one day you wake up and find that you're missing me When your heart starts to wonder where on this earth I could be Thinkin maybe you'll come back here to the place that we'd meet And you'll see me waiting for you on the corner of the street So I'm not moving, I'm not moving... --- "Hannah?!" Aku melihat seorang lelaki memanggilnya. Menghampirinya dengan begitu cemas. Bersama seorang petugas polisi. Hannah masih bingung, menatap pria itu heran. Menerima pelukannya tapi matanya terus memandangiku. Sedih. Aku tersenyum padanya saat petugas polisi itu bertanya beberapa hal padaku. Aku tidak menyebutnya perpisahan saat lelaki itu membawanya pergi. Aku tidak mengucapkan selamat tinggal sekalipun dia mungkin tidak akan melihatku lagi. Kami bertemu untuk berpisah. Aku tidak pernah putus asa. Di suatu tempat entah di mana itu, dia pasti merasa kehilangan sesuatu. Itu aku. Juan datang dan dia berdiri cukup lama di hadapanku. Memandangiku dengan prihatin lalu dia berbalik, naik ke mobil dan pergi. Dia tidak bisa melakukan apapun untukku sejak terakhir aku meninggalkan pesan di kamar mandi apartemenku. Aku belum sempat mengucapkan terima kasih padanya atas semua bantuannya terhadapku. Juan adalah satu-satunya orang yang kuizinkan melihatku menangis sesaat setelah dia menemukan Hannah untukku. Orang yang memberiku kekuatan di saat tak ada seorang pun di sampingku ketika aku berjuang, berhasil lalu jatuh. "Tolong katakan pada gadis ini di mana aku berada. Sebuah sudut jalan, di mana pertama kali aku melihatnya" Aku tidak akan beranjak dari sudut itu. Dia akan datang ketika semua orang membicarakan tentang seorang pria yang menunggu seorang gadis setiap hari. Karena dia tahu, itu hanya untuknya. Dan dia akan berlari ke sini... Ketika aku mendapati surat kabar yang sudah jadi sampah di depanku, aku melihat sosokku kembali menjadi deadline. Dengan berita baru dan sangat berbeda dari saat aku bangkrut, lalu meninggalkan perusahaan yang kubangun selama 10 tahun dengan jerih payahku. 'BRYCE DYLAN, TEWAS BUNUH DIRI DI APARTEMENNYA' --- Aku ingat saat aku menemukan satu foto milik Hannah yang tercecer di dalam tasnya saat kami masih ada di bus. Seorang lelaki yang ditandai dengan nama Noah dan dia sebut 'tunangan'. Aku melihat raut kecewa Hannah ketika ia tahu, mungkin dengan orang inilah ia pergi ke New York. Saat itu aku hanya tersenyum. Apa yang bisa aku lakukan? Namun, aku tahu, dia tidak akan pernah melupakanku. Jadi aku tidak mengizinkannya mengambil fotoku. Karena aku tidak ingin lelaki itu tahu bahwa dalam sekejap Hannah jatuh cinta pada orang tak dikenal yang tiba-tiba menciumnya. Aku menggenggam tangannya untuk yang pertama dan terakhir. Dia pasti mengingatnya. Policeman says "Son, you can't stay here I said, "there's someone I'm waiting for. If it's a day, a month, a year" Gotta stand my ground even if it rains or snows If she changes her mind this is the first place she will go Suatu saat ketika dia sadar, ada sesuatu yang kurang dia akan berada di sini. Berlari ke sudut jalan dan mengetahui aku selalu menunggunya. Karena dia tahu itu hanya untuknya. Meski aku akan melihatnya menangis, foto satu-satunya yang aku punya terpapang pada sebuah kotak kaca seperti monumen di sudut jalan itu. Juan sengaja membuatnya sebagai tanda penghormatan terakhir. Untuk seorang pria yang patah hati dan gagal mempertahankan hidupnya. Pria yang hancur saat mengetahui satu-satunya perempuan yang dia cintai di dunia ini menikah dengan orang lain. Meski Hannah tidak pernah bisa melihatku, aku tidak akan pindah... Bagaimana aku akan pergi, jika masih mencintainya? AkuĀ  tak bisa kemana-mana. Setiap hatinya merindukanku, dia akan tahu tempat di mana aku berada. Kembali ke sudut jalan di mana pertama kali kita bertemu. Di mana dia akan melihatku menunggunya... People talk about the guy that's waiting on a girl There are no holes in his shoes but a big hole in his world Maybe i'll get famous as the man who can't be moved Maybe you wont mean to but you'll see me on the news And you'll come running to the cornercause you'll know it's just for you I'm the man who can't be moved I'm the man who can't be moved Cause if one day you wake up and find that you're missing me When your heart starts to wonder where on this earth I could be Thinkin maybe you'll come back here to the place that we'd meet And you'll see me waiting for you on the corner of the street So I'm not moving, I'm not moving I'm not moving, I'm not moving... -End- Going Back to the corner where I first saw you Gonna camp in my sleeping bag I'm not gonna move _The Man Who Can't Be Moved - The Script_

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun