Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Cinta Panta Rei

30 Maret 2011   08:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:17 613 3

[1]

“aku menunggu seseorang ketika hari senja

sampai datang padaku gelap dan

meyakinkannya tiada”

Kamu tahu dear, ini sungguh tak adil bagiku. Tapi perkara perasaan tak pernah bisa kupaksakan. Toh, kau menyayanginya, seperti katamu, lalu aku bisa apa? Aku menyayangimu. Aku mencintaimu. Itu saja. Tak perlu berurai kalimat dalam paragraf-paragraf yang panjang. Sebab mencintai tak perlu ada alasan. Bila kelak pun Tuhan mencatatkanmu sebagai jodohku, itu adalah kesyukuran Ilahi yang tak bisa menggantikan apapun. Namun, bila kelak membalikkanmu menjadikan kamu sebagai teman saja, itu tak akan kusesalkan, dear, sebab aku tahu Tuhan memiliki rahasia besar di balik semua ini. Masih sangat jelas di ingatanku dear, ketika kutanyakan tentangnya dan kamu. Dan, itulah akhir komunikasi di antara kita.

“Apakah kamu sayang padanya?” kudengar suaramu mendesah. Nafasmu terdengar berat. Tapi aku tahu kamu. Tak akan bisa berbohong jika itu perihal perasaan dan hati.

“iya.” Jawabmu singkat. Malam bergemuruh begitu keras. Kutarik nafasku begitu dalam. Serupa belati menikamku begitu tajam. Perih. Nganga. tak bergeming. Diam.

“Aku sayang padanya. Pun, aku sayang padamu. Perasaan itu hadir begitu saja. Tentang aku padamu, biarkan mengalir secara alamiah dan terlalu menampakkannya akan menjadi semakin bias dan subjektif.. Sebab, hati itu Qalbi. Qalbi itu berubah-ubah tiap detik dan tak pernah kita inginkan begitu saja. Kemarin aku menyayangimu begitu dalam, dan sedetik kemudian bisa berubah tanpa kupinta. Begitupun perasaan yang kumiliki untuknya. Tetapi, jangan memintaku memilih sebab aku tak bisa.”Aku meringis. Sungguh, mencintai dan menyayangi selalu membawa pecintanya ke dunia lain. Antah berantah. Namun, aku selalu berpositif thingking bahwa mencintai yang sebenarnya adalah ketika dirimu tak menginginkannya menjadi milikmu seutuhnya. Sebab, kepemilikan terhadap cinta yang seperti itu akan meniadakan rasa di dalamnya, akan berubah menjadi ego yang liar. Dadaku sesak, tapi aku bertahan untuk tak membiarkan titik bening mengalir begitu saja.

“Aku tidak akan memintamu memilih, sebab perasaan adalah hak prerogative. Aku terbiasa begini, dear. Tenanglah. Rasa sayang yang kamu miliki, tetaplah jaga di hatimu. Sebab, kelak kamu akan tahu dengan siapa kamu akan merasakan lebih nyaman. Kamu menyayanginya, itu berarti ketidaknyamananmu terhadapku mulai ada. Dan, aku mengerti. Sebab, bagiku, menyayangimu bukan suatu ambisi. Hanya saja, satu hal yang harus kamu ingat, bahwa dalam hal percintaan, tak kan pernah ada yang bertahan cinta 2 hati atau lebih, sebab dasarnya mencintai itu adalah personal.” Sungguh, jika aku memilih, aku tidak akan pernah membiarkan perkataan ini terlepas begitu saja. Ah, ini pembiaran yang tak semestinya. Berusaha melawan arus yang kian menderas.

Malam mengerut. Kubiarkan diriku tersungkur di ranjang. Tuhan, jangan biarkan aku menangis lagi. Cukuplah cinta adalah kekuatanku, setidaknya untukku sendiri dan untukMu. Bukan untuk siapa-siapa. Cinta bukan luka. Cinta bukan darah. Cinta bukan tangis. Cinta bukan ratapan. Cinta bukan api. Cinta bukan bara. Tetapi, biarlah cinta yang menjelaskan dirinya sendiri. Sebab, jika pun memberinya definisi yang terlalu indah, maka semuanya bisa menghamblur begitu saja serupa abu yang menghitam. Serupa debu yang menari-nari di udara. Tapi, biarkan cinta menjadi angin. Yah, angin.

**********************

[2]

Tak ada hal yang paling memilukan ketika kau terbangun dari tidurmu, dan rindu tetap terjaga di benakmu. Sedang, dia mengabaikannya

Kesunyian itu menggerus kenanganku tentangmu. Kesunyian itu memekakkan batinku. Setiap kali membayangkanmu berlaku mesra dengannya, sungguh kesunyian itu menikamku. Namun, satu hal yang harus kukuasai adalah melepasmu tanpa benci yang bertengger di pohon jiwaku. Bahkan, tak pernah terlintas di pikiranku sedikitpun tentang membencimu. Sebab, aku sangat paham, betapa cinta, benci, dan kehilangan sangat tipis jaraknya. Ketika hatiku mencintaimu dengan sepenuh jiwaku, aku pun bersiap kehilanganmu hingga aku benar-benar kehilanganmu namun cinta yang kumiliki untukmu tak pernah hilang. Bahkan, membiarkan rindu ini terus saja berkejar-kejaran tak memberiku jeda sama sekali. Aku masih ingat ketika kukirim sebuah pesan singkat untukmu, “di tiap rinduku, kau menemuiku pada hembusan angin yang kadang harus lewat di kisi-kisi jendelaku, lalu kurasakan kau berbisik "Aku datang menuntaskan rinduku untukmu, dear. Jika kelak kau merindukanku, maka aku akan datang sebagai angin dan saat kau mendengar bisikanku dalam desau angin, maka itulah aku di debaranmu. Saat kau merasakan angin bertiup saat aku tak ada di dekatmu, itu aku. Sebab rindulah yang memberi nyawa pada angin yang berhembus ke arahmu.”

[3]

Tahukah kamu rindu tak berkabar itu seperti apa?

Kapan terakhir kau mengirimiku puisi Rindu? Uh, aku tak ingat lagi. Bahkan aku hampir tak ingat cara merindukanmu lagi. Sebab, satu hal yang ingin kulakukan saat ini adalah membiasakan menjadikannya TIADA. Ini hal biasa untukmu, kan? Sedang aku tak biasa membagi rindu dengan kekasihmu yang lain. Jika perlu ingin mematisurikannya saja, biar di saat aku terbangun nanti, aku lupa tentangmu. Mengamnesiakan tentangmu yang pernah kurindui. Sungguh, semesta tak memberiku ruang untuk menangis lagi karena menahan rindu yang meleleh panas.

You’ve get mail. Ringtone SMS hapeku. Apa kabar hatimu? Dada ini membuncah begitu hebat. Seperti lahar panas Merapi dan berkilat-kilatan. Harus kujawab apa? Sedang, kutahu hatiku memerih di altar kegelapan yang suram. Sedang, ku tahu hatiku terjatuh dalam jurang risau yang curam. Sedang, ku tahu seberapa kuat aku tak memikirkanmu lagi, sekuat itu pula desakan rindu ini berteriak lantang kepadamu. Lalu, masih adakah sisa terhadap ‘membencimu’? sebab, ku tahu, aku tak ingin berdusta. Namun, kupilih tak menjawab SMSmu. Biarkan saja. Kelak, kau akan benar-benar paham bahwa kehilangan semisal tsunami menerjang kota hatimu. Ambruk. Gersang.

Pernah di suatu siang yang hangat, di sebuah kafe saat kekalutanku masih besar terhadapmu yang mendua, “Re, gimana bisa kamu bertahan terhadap cinta macam ini? Kau terluka. Bahkan, kau tahu dengan jelas dia suka dengan wanita lain,” Tanya sahabatku, Andin saat itu. Aku tersenyum. Hatiku memang terluka. Tapi, aku terbiasa terluka, hingga tiap kali aku terluka kujadikan sebagai takaran kebahagiaanku kelak. Entah dengan dia atau lainnya yang tak kukenal.

“Gag apa-apa sayang, kamu tahu aku kan? Rere. Sudah kebal kok.” Jawabku sambil mengulum senyum. Betapa kutahu kini, ada yang bergejolak di sini. Di dada. Tapi aku takkan menyerah begitu saja. Bagiku, jika dia merasa nyaman dan bahagia dengan Maya kini, mengapa aku harus sedih? Bukankah melihat kebahagiaan kekasih yang kita sayangi dengan orang lain adalah kebahagian yang tak ternilai harganya meski harus membayarnya dengan tikaman yang menajam tiap waktu. “Hidup itu terus berjalan, bukan? Suatu saat dia akan sadar siapa wanita yang paling dicintainya.”

Kulihat Andin hanya menggeleng mendengar penuturanku. Menurutnya, tak masuk logika tentang caraku memandang hidup dan cinta.

Tapi, begitulah aku. Tak ada yang akan kupaksakan tentang cinta. Sebab, kutahu orang yang dicintai kekasihku adalah seorang wanita. Dan, aku wanita. Wanita yang tak ingin membiarkan wanita lain tersakiti karenaku. Tak ada istilah merebut dalam kamus hidupku. Hanya saja rasa itu yang muncul belakangan setelah aku bersama dengan kekasihku. Harus menyalahkan siapa? Kak Erta? Dia pria normal. Dia belum menjadi suamiku. Dia memiliki rasa. Qalbi. Tak ada pembenaran yang mesti ku kukuhkan, sebab pembenaran terhadap suatu kesalahan ada saat cinta itu telah diikrarkan dalam ijab-qabul di hadapanNya. Lalu, Maya? Tidak. Dia wanita normal. Memiliki rasa pula. Aku takkan pernah menyalahkannya, meski aku hanya mengenalnya lewat dunia maya, tapi aku tahu dia memiliki rasa yang sungguh besar terhadap kak Erta.Aku masih ingat percakapanku dengannya saat di chatroom fesbuk.

Maya13:04

SY BENCI!!

SY SEDIH!!

SY MARAH!!

Aku 13:04

Tak perlu membenci, itu tak ada gunanya. sedih? itu wajar. marah? takkan menyelesaikan mslah

Maya 13:06

SY TW KM TEGAR, SY TW KM BISA KENDALIKAN EMOSI OR APALH!!!!!

TAPI SY TIDAK AKAN BISA SPRTI ITU

SY BERHAK MENGELUARKAN AP YG AD DALAM HATI,DAN SUASANA IN!

Aku 13:07

i know

Maya 13:08

SEJAK AK JALAN SM DIA SY MERASA SY SUKA TAPI ADA TERTAHAN DALAM HATI...SPERTI ADA SESUATU!! DAN TERNYATA DUGAANKU BENAR!!!

TAPI DIA MASIH JALAN DENGANMU. AP IT NAMANYA? THIS IS NOT FAIR

Aku 13:09

tapi saya g pernah permasalahkan kan? toh, selama ini sy bersikap alamiah pd kmu.

bukan dibuat2

Maya 13:16

DIBALIK SENYUMMU, KM MCOBA TUK SEMBUNYIIKAN LUKA

Aku tersedak. Sesak. Bergemuruh. Betapa hebat diriku kini. Menutupi perasaanku sendiri demi melihat senyum wanita lain bisa terurai kembali. Kulanjutkan percakapan kami..

Aku 13:17

sebab perkara perasaan atau mencintai atau menyayangi atau apalah namanya, bukan untuk dipublis ke org lain

13:18

TIDAK SEMUA WANITA SEPERTIMU,DAN SY SALUT DENGAN TINDAKAN DAN KESABARANMU!

Aku 13:22

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun