Dengan sedikit harapan, istri saya pun menunggu pencairan dana itu. Namun, sampai sekarang pun, kepastian kapan dana itu cair belum ada. "Jangan-jangan duit itu dah habis dipakai buat kampanye, ya?" Itulah celetukan istri saya. Sekadar menghibur hatinya, saya pun hanya bisa berkata, "Yang sabar ja, mungkin belum rezeki kita." Istri saya pun berucap, "Ya, gak bisa begitu mas. Dana itu kan dari pemerintah. Seharusnya sudah dicairkan dong. Daerah lain ja udah pada cair kok. Dana itu kan udah jadi hak kita sebagai guru swasta, kenapa pencairannya ditunda-tunda. Pakai pesen-pesen tertentu lagi." Saya pun hanya bisa terdiam memerhatikan wajah istri saya yang kesal.
Ya, begitulah nasib guru swasta. Gajinya minim, eh, mau dapat tunjangan daerah (yang tidak seberapa besarnya), susahnya minta ampun. Dan, yang bikin lebih kesal lagi, pemberian dana itu ditunggangi pihak-pihak yang ingin jadi penguasa. Ah, sudahlah istriku (dan juga guru swasta lain yang punya nasib sama), kalau sudah rezeki kita, nanti tunjangan itu juga gak akan kemana....